Mereka kini melangkah menuju mushola..mengambil air wudhu dan menunaikan shalat sunat..memohon yang terbaik pada sang Khalik, zat yang maha menghidupkan dan maha mematikan setiap makhluk. Kini mereka larut dalam sujud yang penuh pengharapkan.

Perlahan Jodha bangkit, tangannya membelai punggung Jalal mencoba memberikan kekuatan..Jalal ikut bangkit dari sujudnya lalu membenamkan kepalanya di dada Jodha, seolah mencoba berbagi ketakutan yang sedang melandanya
"Jo..bagai mana klo ammijam meninggalkanku..dia satu-satunya keluarga yang aku punya" suara Jalal serak..dengan penuh kasih sayang Jodha membelai rambut suaminya..mencium pucuk kepala Jalal
"Jangan putus berharap sayang..meski kita tau setiap yang bernyawa basti akan berakhir dengan kematian..termasuk juga kita...satu lagi yang harus kamu tau..kamu masih punya aku sebagai keluargamu yang selalu siap menjadi tempat kembali dan berbagi"
***
Jodha dan Jalal telah kembali ke ruang ICU, dokter Fikri nampak sedang menunggu mereka
"Pa Jalal..ma'af kami tidak bisa menolong ibu anda" meski hal itu sudah diduganya, tetap saja Jalal dan Jodha tidak bisa menyembunyikan kesedihan, perlahan mereka menghampiri jasad ammijan yang telah terbujur kaku, Jalal duduk lemas di samping ammijan..satu persatu memori indah bersama ammijan melintas di fikirannya..saat ammijan membacakan dongeng sebelum tidur, saat mengantarnya kesekolah, kecemasan saat dirinya sakit..bahkan ammijan pernah tidak tidur semaleman saat Jalal sakit DBD..hingga saat dewasa hubungannya dengan ammijan mulai renggang, dia mulai sering bertengkar dengan ammijan yang dirasa terlalu overprotektif, dia terdampar dalam pergaulan rusak, hingga suatu saat ammiijan memberikannya seorang istri yang menjadi titik tolak penyebab perubahan seorang Jalal..ammijan adalah sosok yang begitu berarti dalam hidupnya, dialah satu-satunya orang yang tanpa putus asa mensuportnya agar jadi manusia yang lebih baik...Jalal menyeka air mata yang merembes dari ujung matanya..
"Ammi..aku ikhlas dengan kepergianmu..satu hal yang membuatu kecewa adalah aku belum sempat berbuat banyak untukmu mi"
"Sayang..jadilah anak yang shaleh..yang selalu mendoakan kedua orang tuanya..do'amu akan selalu menjadi tambahan amal buatnya...kita do'akan semoga ammi mendapat tempat yang lebih indah dari tempatnya di dunia, mendapat teman yang lebih baik dari temannya didunia, kedudukan yang lebih baik dari kedudukannya didunia, kasih sayang yang lebih baik dari kasih sayangnya didunia."
****
Di sebuah rumah sederhana yang menghadap area pesawahan di pinggiran kota Bandung, nampak seorang wanita cantik berhijab lebar sedang menyiapkan makanan, sepertinya dia hendak mengantarkan makanan tersebut buat seseorang, wajahnya nampak sumringah dan segar meski tanpa makeup.

Kini dia mengenakan tudung caping ala pa Tani yang bertengger dikepalanya yang berhijab..menyusuri pematang sawah.
Dia nampak ramah, itu terbukti dari senyuman yang selalu tersungging dari bibirnya beserta anggukan sopan ketika berpapasan dengan orang...tak lama ia sampai ketempat yang dituju..seorang laki-laki tampan meski dalam balutan baju yang sederhana menyambutnya dengan rona bahagia,,laki-laki itu mencuci kakinya yang penuh lumpur sawah di pancuran samping gubuk panggung sederhana namun nampak bersih..(hehe..menulis scene ini seperti sedang menceritakan kang Kabayan dan Nyi Iteung, abaikan)
"Assalamu'alaikum sayang..gimana rasanya jadi CEO leutak (leutak=lumpur)"
"Wa'alikumsalam..CEO yang bergelut dengan cangkul ternyata lebih membuat tubuhku sehat, di bandingkan CEO yang duduk manis dibalik meja sambil menandatangani dokumen" keduanyapun tertawa tanpa beban..ya itulah Jalal dan Joda.

Sudah 6 bulan tinggal disini, kebangkrutan menimpa mereka, dana talangan yang di pinjamkan Barmal menjadi hutang yang bunganya berbunga lagi hingga tak sanggup di bayar oleh Jalal, seluruh harta Jalal termasuk perusahaan, rumah, dan mobil di sita semua oleh Barmal. Beruntung Jodha masih punya simpanan uang belanja dari Jalal yang selalu ia sisakan tiap bulannya, hingga ia bisa membeli sebuah rumah sederhana di daerah Banjaran di pinggiran kota Bandung..dengan halaman yang cukup luas untuk menanam beberapa jenis sayuran..ditambah sepetak sawah yang lumayang bisa mengusir kejenuhan Jalal.

Ruamh mereka tiap sore ramai dikunjungi anak-anak kampung yang ingin belajar ngaji..Jodha dan Jalal menjadi semacam guru sukarelawan di kampung tersebut yang taraf pendidikannya masih rendah, meski terbilang keluarga muda Jodha dan Jalal di jadikan panutan bagi warga kampung..di akhir pekan Jalal atau Jodha sering di daulat mengisi ceramah di masjid kampung tersebut.

"Hai..ayo kita makan, kenapa melamun?" tanya Jalal menegur istri tercintanya..
"Kau nampak sedikit hitam dan kurus a"
"Memang kenapa hemm? apa kau tidak mencintaiku lagi?" Jalal mendekati Jodha dan tanpa permisi mencium pipi Jodha.
"Tak peduli peran yang diberikan Alloh seperti apa..aku akan tetap mencintai suamiku, meski kulitmu menghitam..bahkan kau jadi aki-aki peot sekalipun.."
"Klo suamimu jadi aki-aki peot berarti kamu juga udah jadi nenek-nenek keriput dong...hehehe"
"Terus klo aku udah keriput..aa mau cari yang baru lagi?!" Jodha bertanya sambil melotot
"Sayang..meski nanti kamu berubah bentuk jadi melebar atau membesar cintaku tidak akan berubah..aku mendapatkan cantikmu dan harus menerima apapun jadinyakamu karena aku mencintai apa yg ada di balik fisikmu, aku mencintai hatimu"
"Apa kau menikmati peranmu sekarang a..??"
"Roda dunia itu perputar ..mau tidak mau, siap tidak siap, suka tiidak suka, kita harus mau, harus siap, dan harus suka dengan peran apapun yang Alloh berikan..peran sebagai seorang CEO, sebagai petani, sebagai orang kaya, sebagai orang miskin, semuanya harus siap kita jalani..bahagia itu soal rasa bukan soal status..bahagia itu adanya di hati kita, pekan menurut pandangan orang..dan satu hal yang membuatku bahagia adalah adanya dirimu disisiku Jo"
Mereka kini menikmati santap siang..meski dengan menu yang sederhana, tumis kangkung, tahu, tempe, ikan asin, dan sambal, tapi berasa nikmatnya, terlebih memasaknya menggunakan cinta.

Azan dzuhur berkumandang, mereka mengambil air mudu di pancuran dan menuanikan shalat berjamaah di gubuk sawah sederhana di temani semilir angin yang bertiup sepoy-sepoy..menambah kekhusuan..terasa sangat dekat dengan alam, terasa sangat dekat dengan zat yang menguasai keindahan.
* * * * * * * * * * * * * * * * *
--TBC-

Ana Uhibbuki FillahWhere stories live. Discover now