Langkahku berhenti tepatnya didepan sebuah pintu. Gedung Ini layaknya apartemen, sekaligus kantor kebesaran. Gedung yang masih dipergunakan namun kami tinggalkan, memilh yang baru dan melupakan kenangan.

Aku menarik nafas ku kian panjang, membuangnya dengan iringan air mata yang semakin membendung. Aku mencoba menangkup wajahku keatas untuk mereka tak tumpah. Tapi percuma untuk beberapa saat lagi.

Tombol bel ku tekan beberapa kali, tak tunggu lama pintu terbuka dengan pelan, pelan... Menerbangkan angin dari dalam, cahaya berkilau merasuk kemataku datang dari sana, tubuhku terpaku, terpaku dengan mulutku yang terkatup rapat, dadaku sakit saat melihat anak laki-laki yang tersenyum kian manis dan menenangkan kini dihadapanku, tubuhnya tetap sama, kecil dan bersih, matanya bagaikan sabit saat ia mengukir kebahagiaan miliknya, 2 giginya muncul secara bersamaan.

Kenapa ini tuhan?

"Hyung! Kau pulang? Kau harus cicipi masakan ku! Aku berhasil."

Keantusiasannya membuat jantungku lagi-lagi remuk. Aku memundurkan langkahku selangkah kebelakang, mencoba tidak mengedipkan mata, menahan sesuatu yang tak ingin aku cicipi.

"Aiis jinjja, kau tak ingin mencobanya? Aku sudah belajar selama 3 hari."

"Jungkook ah... Kau benar-benar disini?"

Aku mendekatkan diriku lagi, tubuhku seakan ingin ambruk saat ia mengubah wajah sumringahnya dengan wajah keheranan.

Kau kenapa? Kau heran karena aku tak mengenalimu?

Kau adikku jungkook bukan? Kau benar-benar disini? Kau masih disini? Jungkook ah, lihat aku.

Aku menutup mataku sedetik untuk berkedip, mengantarkan air mata yang membendung jatuh semaunya, jatuh didepannya.

Oh tuhan, tapi bukan ini yang tak ingin aku cicipi.

"Sunbae... Sunbae..."

Ini, ini yang pasti akan terjadi. Dan tak ingin aku cicipi. Jungkook tak lagi disini.

Aku membuka mataku dengan berat hati, melihat siapa yang kini berada dihadapanku.

"Dia ada didalam, sunbae. Aku tak tahu cara bicara denganya." suara cemas milik remaja didepanku ini sontak mengingatkanku untuk apa tujuan ku datang kesini.

Dengan tangkap aku lekas memasuki ruangan yang kini ditempati beberapa trainee yang akan debut, mataku menangkap mereka terduduk diluar kamar semuanya, menyandar kedinding yang kosong. Seakan menunggu super hero datang menyelamatkan mereka. Tapi untuk apa? Mereka takut pada teman ku?

"Dia dikamar?"

Mereka mengangguk bersamaan sambil berdiri memberi hormat.

"Kalian duduklah. Aku akan bicara dengannya."

Aku memutar ganggang pintu dengan pelan, mendorongnya agar terbuka sempurna, melihat keadaan kamar yang pernah kami tempati dulu.

Ya tuhaan, kenapa masih tetap sama?!

"Bang PD-nim tak ingin mengubahnya." seakan tahu salah satu dari mereka menjelaskan.

"Dia menyayangi anak itu." gumamku sambil berjalan selangkah untuk masuk kedalam kamar yang tak berukuran besar itu, menoleh kearah kiri dimana satu-satunya single bed di kamar ini terletak.

Dan telingaku, mendengar racauan yang kini membuat lututku goyah dan terjatuh.

"Jungkook-ah! Bangun lah!!! Bangunlaah! Kau tahu ini sudah pukul berapa? Jungkook aahh bangunlahhh!! Kau mau membuatmu prustasi lagi? Jungkook ah! Kau membenciku? Kalau tidak bangunlah! Aku mohon!! Heii apa kah begini? Bangunlah begitu suara ayahmu? Hei banguuun!!!!! Kau tidak mau ha? Kau mau aku peluk?!"

"Hentikan park jimin!!!!!!"

Air mataku jatuh untuk yang kedua tetes setelah teriakan tak tahan yang baru saja aku keluarkan. tapi dia harus tahu, tak hanya dia tak hanya dia!

"Taehyung-ah? Kau melihat rapmon hyung? Bangunkan anak ini!!"

Mataku kian menajam yang melihatnya terpuruk seperti ini, aku lekas berdiri dan berjalan dengan langkah yang sangat lebar.

Dan.

BUGH!

Masa lalu ku baru saja hancur, kenanganku yang sudah sepatutnya disimpan tak akan terulang, tak akan dibuat lagi. satu kenangan disudut hatiku, satu kenangan di sisi hidupku yang tak akan bisa diukur lagi, kenangan yang dimana ada jungkook didalamnya.

BUGH!!!

"SADARLAH!! DIA SUDAH PERGI!!!"

sedetik aku menyesal melayangkan tinju yang teramat keras ini pada temanku itu, wajahnya berpaling kelantai, ia terdiam saat tanganya menyentuh sudut bibirnya yang memerah. Dan aku menyesali kata-kataku.

Adikku sudah pergi untuk selamanya.

Selamat, karena itu berhasil membuat sesuatu disisi hidupku hancur berkeping-keping.

Tuhan, menurutmu itu adil?

"Kau, pergilah. Biarkan aku mencoba membangunkannya dulu."

Suara serak jimin itu membuat aku memutar kembali memori ku teramat jauh, jauh saat percobaan-percobaan kecil kami gagal begitu saja.

"Taehyung-ah, taehyung-ah!"

Aku membuka mataku dengan pelan saat mendengar suara bisikan itu yang merasuk ketelingaku, tak kesal aku mengambil posisi duduk melihat jimin yang sudah siap dengan sebuah 2 buah panci, dan 2 kuali besi yang sedikit besar yang dipinjam jimin pada dorm-dorm sebelah.

"Kau yakin?" tanyaku sedikit menyimpan keraguan.

"Aku yakin." jawab jimin meyakinkan.

Aku mengangguk dengan mengambil satu kuali dan satu panci. Kami sama-sama mengendap ditengah lampu yang dimatikan. Kearah sudut kiri kamar. Dan dengan hitungan abal-abal jimin. Kami mulai.

TENG!! TENG!!!TENG!!!TENG!!!

"JUNGKOOK AH BANGUUUN!"

"AISSSHHH SIAAAAAL!"

"WOOOII?!!"

"PARK JIMIN KIM TAEHYUNG!!"

kami terhenti saat mendengar nama kami dipanggil dengan sangat kerasnya dari arah pintu yang terbuka, memperlihatkan Rapmon hyung yang memasang wajah kesalnya dan jungkook yang berada dibelakangnya sedikit menginjit.

"Aissh, kau tak melihatnya dulu?" aku menyenggol lengan jimun yang semakin ciyut.

"Hyung! Aku sudah bangun dari tadi."

"Dia tak akan bangun lagi, jimin-ah"

Kau pikir kau siapa ? datang lalu pergi begitu saja? Jeon jungkook!! Bangunlah jika kami yang membangunkan mu. Sekali saja. Kami mohon.

Dan terpaksa aku harus membuka burung kertas itu.

-

-

"Kau mau melihat ototku yang baru saja terbuat?"

Haloooo, ini di remake ulang, benar-benar berbeda. Maafkan kalau kecewa. Trims.

Tunggu kelanjutanya.

Our Jungkook (bts fanfiction)Where stories live. Discover now