Part 2-Sing to Song

Start from the beginning
                                    

"Minum aja, kan punya lo."

"Ya siapa tau lo mau, gue kan baik hati Kay." Dia duduk diatas meja sambil menyedot jusnya.

Aku meliriknya sekilas, hanya sekilas, setelah itu aku kembali fokus pada novelku.

Baru dua halaman novelku yang tersentuh, bel yang menandakan istirahat berakhir berbunyi.

Terdengar langkah siswa-siawi beriringan menuju kelasnya masing-masing menggema di koridor depan kelas. Macam gajah yang digiring masuk ke margasatwa tapi berontak karena mereka suka dengan kebebasan yang diciptakannya sendiri di hutan luas. Dih, perumpamaannya apa banget.

"Disimpan bukunya Kay, ada Bu Kimia." Cowo disampingku bangkit dari sesi duduk tidak sopannya di meja dan beralih duduk dikursi sebelahku, lalu tangannya terulur untuk menutup bukuku.

"Apaan sih? Ganggu tau." Aku menatap tajam ke arahnya. Kalau tatapan bisa menyalurkan listrik, bisa dipastikan dia udah jadi abu.

"Ada Bu Kimia, Kay." dia menunjuk koridor depan kelas dimana Bu Lisa atau yang notabenenya adalah Bu Kimia yang dimaksudkan oleh cowo disampingku ini.

"Hah? Maksud lo Bu Lisa?" Kali ini aku menatapnya sambil mengerutkan kening.

"Kan gue gatau nama semua guru Kay, gue kan baru masuk tadi pagi. Lo juga diem aja ga mau ngomong sama gue. Ngasih tau tentang guru-guru, atau tempat lab dimana, kantin dimana, masjid dimana, WC dimana." Jelasnya panjang lebar.

Iyakah aku sejahat itu? Kenapa dia peduli? Biasanya juga kan aku ga ada yang perduliin. Bahkan melihatku pun tidak.

"Ma-af" kataku terbata.

"Gamau ah" tandasnya cepat.

Aku tidak menjawab, hanya mengerutkan kening, bingung. Maunya apa sih? Tadi minta diajak ngobrol, giliran aku merasa bersalah dan udah minta maaf malah ga mau maafin.

Cowo emang gitu. Cuma Dava yang beda.

"Gue cuma mau lo jadi temen gue," Dia menunjukkan jari kelingkingnya di 30cm depan wajahku "mau ya?" Dia menatapku. Apakah ini tatapan memohon? Entahlah. Yang pasti tanpa sadar aku mengangguk dan menautkan jari kelingkingku ke jari kelingkingnya.

"Ekhemm!" Deheman keras itu menyadarkan aku dan cowo disampingku ini kalau Bu Lisa–guru kimia kami–sudah berada di dalam kelas.

Bu Lisa? Kok udah ada dikelas aja si? Perasaan tadi masih jauh deh.

"Kaynna, dan kamu?" Bu Lisa menatapku dan cowo disampingku,

"Keynan, Bu." Jawab anak kelas hampir kompak kaya paduan suaranya ibu-ibu PKK.

Namanya Keynan? Gumamku dalam hati.

"Sedang apa kalian?" Bu Lisa mendekat ke arah meja kami–ya aku dan keynan–seketika kelas menjadi hening.

"Sekarang kalian nyanyi di depan kelas buat hukuman karena udah cuekin Ibu yang dari tadi sudah berada di kelas." Tawa seisi kelas meledak. Bu Lisa emang guru yang suka ngasih hukuman aneh-aneh. Aku tergolong beruntung karena cuma disuruh nyanyi.

"Yang lain jangan ketawa. Dengerin teman kalian yang akan melaksanakan konser dadakan." Bu Lisa terus menatap kearah kami. Mungkin tidak suka jika aku dan Keynan terlalu lama berpikir, atau lebih tepatnya membuang waktu pelajarannya. Siapa suruh ngasih hukuman.

Aku melihat ke arah Keynan, dia juga melakukan hal yang sama, menatapku. Aku dengan refleks menggelengkan kepala. Lalu memberikan tatapan––gue gak bisa nyanyi––sambil menunjukkan wajah memelas, paling melas. Keynan tersenyum lalu mengangguk kemudian seolah membalas tatapanku––lo bisa, ada gue Kay––kemudian mengedip nakal kearahku.

Key for KayWhere stories live. Discover now