Another 5% Part 3

29.7K 1.5K 16
                                    

"Tolong cek ulang hasil rekonsiliasi bank ini Selly, di sini dilaporkan ada transaksi debit di rekening koran yang belum dibukukan di General Ledger, tapi kulihat angka itu barusan sudah dimasukkan ke General Ledger tanggal 3 mei, mungkin kita bisa menyesuaikan rekonsiliasi ini sebelum tutup buku."   Ibu Sandra, atasan langsung Selly di bagian akunting kantor mendatanginya sambil menunjukkan berkas laporan Selly,

Selly menerima berkas itu dan membacanya   "Saya akan melakukan koreksi angka, saya cek di General Ledger dulu." gumamnya sopan.  

Ibu Sandra menganggukkan kepalanya. "Oke nanti kirimkan softcopynya saja melalui email. Aku akan melakukan pemeriksaan akhir sebelum reportitu dicetak." Perempuan itu lalu melangkah pergi dan masuk kembali ke ruangannya.

Sementara itu Selly kembali berkutat dengan pekerjaannya, melakukan koreksi, kemudian mengirim report emailnya.   Inilah pekerjaan Selly setiap harinya, sebagai seorang akunting di sebuah perusahaan yang bergerak di bagian retail.   

Matanya melirik ke arah jam di tembok tengah ruangan. Hari ini dia tidak boleh terlambat, Rolan memintanya untuk menemaninya mendengarkan hasil lab terakhirnya. Entah kenapa ini tampaknya begitu penting bagi Rolan. Lelaki itu bahkan sebelumnya sempat menolak mendengarkan hasil lab-nya karena semua mengarah pada hasil yang sama. Bahwa Rolan semakin parah.  

Selly menghela napas panjang, mungkinkah sekarang kekasihnya itu mempunyai harapan baru? Selly membayangkan wajah ceria Rolan kemarin dan entah kenapa dia merasakan secercah harapan itu ada. Harapannya bersama Rollan.....  

***

Ketika jam kantor berlalu, Selly langsung mengemasi tas-nya dan bergegas melangkah pergi, biasanya dia masih sempat pulang ke rumah dan mandi sebelum berangkat membesuk Rolan, tapi karena begitu banyaknya pekerjaan menjelang report tutup buku, Selly sepertinya harus langsung berangkat ke rumah sakit.

Pintu lift terbuka, dan Selly hendak melangkah masuk, tetapi seseorang keluar dari lift itu, mereka berdiri berhadap-hadapan dan Selly ternganga.

Itu... itu lelaki yang sama yang ditabraknya kemarin, yang meminjaminya payung! Ya ampun! sungguh suatu kebetulan mereka bertemu terus menerus......siapa namanya? Selly mencoba mengingat-ingat, tetapi dia lupa.

"Gabriel.... namaku Gabriel, Selly." lelaki itu tersenyum, bergumam dengan suaranya yang dalam. Membuat Selly ternganga kaget. Bagaimana bisa lelaki itu menebak apa yang ada di pikirannya? apakah ekspresi wajahnya seterbuka itu? Tiba-tiba Selly merasa malu, pipinya merona merah karenanya. Tetapi kemudian dia teringat,

"Payung... oh ya payungnya ada di ruangan saya, sebentar saya ambilkan...." Selly membalikkan tubuh, hendak mengambil payung hitam besar yang ada di ruangannya, tetapi jemari yang kuat itu tiba-tiba meraih lengannya, menahannya. Membuat Selly menoleh ke belakang dan menatap kaget ke arah ekspresi Gabriel yang tenang dengan senyum tipisnya,

"Nanti saja Selly, kau bisa mengembalikan payung itu kapan saja." Suaranya tenang, "Sudah kubilang kita akan punya banyak kesempatan untuk bertemu nanti."

Banyak kesempatan untuk bertemu? Apa maksudnya....?

Mata Selly menatap ke jemari panjang tetapi kuat milik Gabriel yang masih mencekal lengannya, dan Gabriel mengikuti arah pandangannya, 

"Ah maaf." Lelaki itu melepaskan pegangannya, "Sungguh tidak sopan mencekal perempuan seperti itu." senyumnya lembut, "Sepertinya kau terburu-buru?"

Ah ya. Rolan! Tiba-tiba Selly teringat bahwa dia hampir terlambat.

"Saya harus segera pergi ada janji. Payung itu... payung itu nanti akan saya kembalikan." Selly setengah membungkuk dengan sopan, kemudian melangkah memasuki lift meninggalkan Gabriel. Dia masih sempat melihat ekspresi wajah Gabriel sebelum pintu lift itu ditutup. Lelaki itu tersenyum, tapi senyumnya tampak sedikit kejam....

*** 

Gabriel langsung melangkah melalui lorong perusahaan itu, menuju ruangan paling ujung, ruangan milik owner perusahaan retail lokal kecil yang bergerak di bidang alat-alat rumah tangga dan kebutuhan rumah tangga tempat Selly bekerja.

Salah satu cara yang paling mudah untuk mendekati Selly adalah dengan menguasai tempatnya bekerja. Selly berada di sini delapan jam sehari - dan kemudian menghabiskan waktunya di rumah sakit. 

Selly adalah cinta sejati sang pembawa kekuatan baru, Rolan, perwakilan dari kekuatan baik yang sekarang menjadi batu sandungan baginya. Aturan alam semesta yang konyol itu membuatnya tidak dapat membunuh cinta sejati lawannya. Jadi Gabriel tidak bisa membunuh Selly begitu saja. Bahkan ada beberapa kekuatannya yang tidak mempan digunakan kepada Selly, Gabriel tadi sudah mencoba menguasai tubuh Selly dengan kekuatannya, tetapi perempuan itu tampaknya tidak merasakan apapun.

Satu-satunya cara untuk membuat Rolan kehilangan cinta sejatinya dan tidak bisa melawannya, adalah dengan membuat Selly tidak mencintai Rolan lagi. 

Gabriel tersenyum tipis sebelum membuka pintu ruangan owner perusahaan. Dan dengan seluruh pesonanya, dia akan membuat Selly mencintainya, meninggalkan Rolan dan membuat lelaki itu lemah. Gabriel mungkin saja tidak bisa jatuh cinta karena kutukan hatinya yang pekat dan kejam, tetapi dia tidak keberatan bermain-main dulu dengan Selly....

Owner perusahaan itu, Mr. Tony, tampak masih sibuk di depan komputernya. Dia mendongakkan kepalanya melihat pintu ruangannya dibuka tanpa permisi, dan kemudian mengerutkan keningnya ketika melihat bahwa dia tidak mengenali tamunya.

"Apa-apaan? Siapa kau?" Mr. Tony setengah berdiri, hendak memanggil keamanan. Tetapi dalam sekejap Gabriel menggerakkan ujung jarinya hingga Mr. Tony terduduk lagi, tidak bisa bergerak.

Lelaki itu pucat pasi, wajahnya menyiratkan ketakutan ketika Gabriel semakin mendekatinya dan berdiri dekat di depannya. Gabriel menunduk dan tersenyum melihat ketakutan di wajah Mr. Tony.

"Kau tidak perlu takut. Aku tidak akan menyakitimu." Telunjuknya terulur dan menyentuh dahi Mr. Tony, "Segera setelah ini, kau akan menjadi budakku."

Mr. Tony mengernyit merasakan rasa yang panas di dahinya, di tempat yang disentuh oleh Gabriel. Dan kemudian semuanya gelap, semuanya kosong. Bahkan cahaya di matanya yang semula menyiratkan emosi, menjadi kosong dan hampa.

"Berdiri." gumam Gabriel dingin, dan Mr. Tony bergerak seperti robot, langsung berdiri dan memberi tempat untuk Gabriel. Dengan angkuh, Gabriel duduk di kursi owner perusahaan itu.

"Mulai sekarang aku adalah pemilik perusahaan ini. Kau menjualnya kepadaku karena kau membutuhkan uang. Mulai sekarang jabatanmu hanyalah CEO perusahaan ini, tetapi bukan pemiliknya lagi. Besok kau akan mengurus surat-surat pemindahan kepemilikan perusahaan ini. Aku akan memberikan uang yang banyak untukmu, senilai perusahaan ini." Gabriel memang kaya. Meskipun dia bisa saja membuat Tony menyerahkan perusahaannya secara cuma-cuma, tetapi Gabriel tidak akan melakukan hal itu karena akan menyinggung harga dirinya jikalau menerima sesuatu secara cuma-cuma. Lagipula dia sangat kaya karena bahkan kalau dia mau, dia bisa merubah batu menjadi emas dan berlian, membeli perusahaan kecil ini tak akan berarti baginya.

Pandangan Mr. Tony tetap kosong, dan lelaki itu menganggukkan kepalanya, menurut.

"Saya akan siapkan semuanya, Tuan." gumamnya dengan nada datar dan kosong seperti robot.

Gabriel tersenyum. Menatap sinis ke arah Mr. Tony yang begitu lemah, begitu mudah jatuh ke dalam kuasanya. Para manusia ini memang mahluk yang paling mudah dikuasai. 

Dan sebentar lagi, Gabriel akan menguasai Selly. Dengan caranya sendiri.

*** 

"Sembuh?" Selly hampir berteriak keras di ruang dokter Beni itu. Dia menatap sang dokter yang tampak bingung dan takjub, lalu beralih lagi menatap Rolan yang tampak tenang-tenang saja mendengarkan kabar itu, "Maksud anda? Sel-sel kankernya? Sudah tidak ada lagi? tapi bagaimana mungkin?"

"Kami juga terkejut, tetapi hasil pemeriksaan kemarin menunjukkan bahwa tidak ada kanker di jaringan otak tuan Rolan, semua bersih. Tuan Rolan benar-benar sehat. Tapi tentu saja untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan prosedur, kami akan melakukan pemeriksaan ulang...."

"Itu tidak perlu dilakukan, aku tahu kondisi badanku sendiri. Aku baik-baik saja."

"Rolan!" Selly berseru tidak setuju, "Kau tidak bisa melakukan itu, kita harus benar-benar memastikan kondisi badanmu... aku tidak mau terjadi apa-apa..."

"Kau bisa tenang Selly, sudah kukatakan aku baik-baik saja, sangat baik malahan." Rolan tersenyum lebar, "Ini memang suatu mukjizat, tetapi aku sendiri tidak bisa terkejut, aku sudah merasakannya dari kemarin, semua rasa sakitku hilang."

Rolan memang tampak sangat baik kemarin... Selly merenung. Tetapi jantungnya masih berdebar antara penuh harapan dan ketidak percayaan.... benarkah ini? benarkah semua ini? Mungkinkah ada keajaiban sehingga Rolan bisa sembuh total? Apakah ini sungguh-sungguh ataukah cuma mimpi?

"Aku mohon Rolan... lakukan pemeriksaan sekali lagi untuk memastikan semuanya." bibir Selly begetar, "Kalau kau tidak mau melakukannya demi dirimu... lakukan demi aku."

Rolan mengernyit, menatap Selly dan dokter itu berganti-ganti. Merasa sedikit kesal karena mereka susah sekali percaya bahwa dia sudah sembuh total.

Tetapi kemudian dia melihat ekspresi Selly yang pucat pasi dengan mata berkaca-kaca, dan hatinya luluh. Memang semua ini tidak bisa dijelaskan dengan nalar dan akal sehat. Apalagi bagi Selly hal ini pasti benar-benar membuatnya shock,

"Oke. Baiklah, lalukan test apapun yang diperlukan kepadaku besok, dok." Matanya menatap dokternya sambil menganggukkan kepala, "Meskipun aku bisa menjamin bahwa hasilnya akan menunjukkan hal yang sama, bahwa aku sembuh total."

Setelah mereka keluar dari ruang dokter Beni, Selly mengernyit mengetahui bahwa Rolan berjalan sendiri keluar. Tadi mereka ke ruang dokter dengan menggunakan kursi roda, dengan Selly mendorong Rolan, tetapi sekarang Rolan menolak kursi rodanya dan melangkah dengan tenang keluar ruangan, membuat Selly mengikutinya dengan panik.

"Rolan... kursi rodanya..."

Rolan menoleh, tersenyum lebar, lalu meraih tangan Selly dan menggandengnya, meremasnya kuat penuh cinta,

"Aku sudah sembuh Selly, aku bisa melakukan semuanya sendiri. Tidakkah kau lihat? Apakah begitu susah bagimu untuk menerima kenyataan itu?"

Ini seperti mimpi bagi Selly, seperti keajaiban yang menjadi nyata, mimpi dimana Selly membayangkan Rolan berdiri di depannya dengan sehat, tidak sakit lagi. Dan sekarang ini adalah kenyataan... benarkah Rolan benar-benar sembuh? bisakah dia mempercayai keajaiban ini?

Jemari Selly bergetar, menutup mulutnya, berusaha menahankan perasaannya, air matanya membuncah dengan kuatnya dari matanya, mengalir deras di pipinya.

Seketika itu juga mata Rolan melembut, lelaki itu langsung merengkuh tubuh mungil Selly ke dadanya, memeluknya erat-erat.

"Aku sudah sembuh Selly, setelah hasil test kedua mengatakannya besok, aku bisa keluar dari rumah sakit ini, dan segera setelahnya, kita akan menikah, Oke?"

Selly tidak bisa berkata-kata, hanya menenggelamkan kepalanya dalam pelukan dada bidang Rolan yang hangat, menangis kuat-kuat.

*** 

Bahkan pagi ini di kantor, Selly masih merasa seperti bermimpi. Rolan meneleponnya barusan dan mengatakan akan menjalani tes ulang. Di pagi hari ketika terbangun, Selly didera ketakutan membayangkan bahwa kesembuhan Rolan ternyata bukan nyata, bahwa itu hanyalah kesalahan. Tetapi kemudian dia menerima telepon Rolan, dengan suara yang sehat dan ceria, lelaki itu mengatakan bahwa dia akan menjalani tes ulang, dan menggoda Selly tentang hasilnya yang tak akan berubah.

Pagi itu Selly dipenuhi dengan doa dari dalam hatinya, berdoa semoga mukjizat atas diri Rolan benar-benar nyata, berdoa semoga hasil tes ulang Rolan membuktikan bahwa lelaki itu benar-benar sembuh.

"Selly?"

Selly mendongak dari lamunannya, dan langsung bertatapan dengan bu Sandra yang tampak serius.

"Iya bu Sandra?"

"Ikut saya ke ruangan direksi, ada hal penting yang akan dibicarakan."

Dia? Ke ruangan direksi? untuk apa? Ruangan direksi hanya digunakan untuk meeting-meeting penting kelas atas. Bukan dalam kapasitas Selly sebagai staff untuk berada di sana.

Tetapi bu Sandra sudah melangkah ke luar mendahuluinya tanpa menunggu jawaban Selly sehingga Selly mau tak mau terbirit-birit melangkah mengikuti langkah bu Sandra.

Mereka melalui lorong yang panjang itu dan berhenti di sisi kiri lorong, tempat ruangan besar yang sering digunakan untuk meeting penting itu. Bu Sandra membuka pintu, dan menoleh ke arah Selly,

"Ayo masuklah."

Mau tak mau Selly mengikuti bu Sandra, memasuki ruangan itu.

Yang ada di dalam ruangan itu tak terbayang olehnya, jajaran direksi duduk di sana, bahkan ada Mr. Tony, owner perusahaan ini, tetapi yang membuatnya terkejut, yang duduk di kepala meja, menyiratkan posisi tertinggi di perusahaan ini bukanlah Mr. Tony... tetapi lelaki itu.... Gabriel yang duduk di kepala meja dengan posisi angkuh dan elegan.

Mata lelaki itu datar tak terbaca ketika melihat Selly, 

"Duduklah nona Selly." suara Gabriel dalam dan tenang, menggetarkan hati semua orang yang berada di ruangan itu.


Bersambung ke part 4

Another 5%Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang