Katya tahu. Katya tahu Kenzo baik. Katya tahu Kenzo akan ada di sini sampai akhir. Tapi dia tetap tidak bisa. Sebut Katya bodoh, toh selama ini dia memang selalu jadi seorang gadis bodoh.

"I need you to leave, Ken."

Mata pemuda di hadapannya membelalak. "Wait, what?"

Gue minta maaf, Ken."

Kenzo menatapnya tak percaya. "Lo ... apa?"

"Gue minta maaf, dan gue rasa kita enggak bisa lanjutin ini lagi. You don't blong to me." Katya berujar dengan lirih. Kenzo terdiam terpaku, sebelum akhirnya mengambil langkah pertama keluar apartmen Katya.

Ini bukan pertama kalinya. Sebelumnya, entah berapa pemuda yang harus Katya patahkan hatinya karena dia tidak sanggup melupakan Nathan yang entah berada di mana.

Gadis itu tak tahan. Maka, tanpa ambil pusing, dia mengambil tasnya, mengunci apartmentnya, dan berlari menuju basement, mengemudi.

Tak tanggung-tanggung, gadis itu memilih Bandung sebagai tujuannya. Sudah lama dia tidak berziarah ke makam Agatha. Dan kali ini, dia tidak lagi punya pelarian selain abangnya itu.

Gadis itu memacu kendaraannya secepat yang dia bisa, nyaris tidak perduli lagi bahwa dia harus kuliah besok.

****

Dia berjalan di antara rerumputan basah oleh embun, serta bunga-bungaan yang berserakan di sana.

Mendaki bukit kecil, dia lantas berhenti di bawah sebatang pohon kamboja, menatap sendu pada batu nisan berukir nama abangnya.

"Halo, Agatha," bisiknya. Gadis itu membungkuk, lalu duduk di sisi makam itu setelah menaruh sebuket bunga lily di atasnya.

"Apa kabar? Gue kangen," ujarnya. "You know, there's a nice guy out there. He loves me, and he really is a caring person.

"But I messed everything up. Oh, God, i'm so dumb." Gadis itu menunduk, menyembunyikan airmatanya yang diam diam menetes.

"Why can't I get him out of my freakin' mind, Ga?!" Suaranya pecah menjadi isakan tertahan. "Gue capek kayak gini terus. Harus berapa lama lagi gue kayak gini, hah? Harus berapa tahun lagi gue nungguin dia yang enggak tentu bakal balik, Ga?

"Bang Toyib aja enggak gini-gini banget, kan Ga?" ujarnya frustrasi.

Lalu, terdengar suara tawa meledak di belakangnya, tawa yang sangat dia kenal. Tawa yang sudah lama tak didengarnya.

Gadis itu berbalik, lalu terbelalak saat melihat siapa yang berada di belakangnya. Untuk sesaat, seperti baru saja melihat hantu, gadis itu hanya terpaku di tempatnya.

"S ... surprise?" Pemuda itu terkekeh. Katya masih membeku. Kekehan itu, berapa lama dia tidak mendengarnya? Dia bahkan tidak ingat.

"Kat, are you alright?" Pemuda itu bergerak mendekat, berdiri di hadapan gadis cantik bak boneka. Lalu, tanpa aba-aba, gadis itu menghambur memeluknya.

"Whoaa, Kat. Calm down."

"Dio!" Katya memukul bahunya. "Lo tahu dari mana gue ada di sini?" tanyanya.

Dia mengedikkan bahunya dengan ekspresi tengil andalannya. "Seorang kakak selalu punya cara buat mengawasi adiknya," ujarnya seraya mengedipkan sebelah mata.

Oh astaga,dari mana Dio belajar jadi pemuda tengil? Kembalikan Dio yang dulu!!

Katya berdecak.

"Emmm, jadi, apa yang bikin lo ke sini? Maksud gue, ini bahkan bukan weekend, Kat."

Katya terkekeh. "Just some ... random stuffs."

Bad RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang