HA - #8

10.7K 994 14
                                    

"Haii Prilly." Prilly membuka matamya saat melihat perubahan Ali itu. Prilly merasa ada yang aneh pada Ali.

"Li, lo kenapa?, kenapa jadi aneh banget gitu sih." Prilly masih memperhatikan Ali yang semakin aneh saja. Senyum-senyum tak jelas, gaya jadi kecentilan.

"Vigo, itu lo ya?. Keluar lo dari tubuh Ali cepet keluar!" Titah Prilly. Ali di rasuki Vigo, karena fikiran Ali yang kosong dan melamun dari tadi.

"Yailah Prill, kan gue pengen ngerasain yang namanya hidup lagi kaya gini." Vigo loncat-loncat menggunakan tubuh Ali. Prilly yang melihat itu menjadi geram.

"Gue bilang keluar ya keluar. Cepet keluar nggak lo, lo bener-bener mau gue masukin ke dalam botol ya."

"Iya-iya gue keluar, galak banget sih lo."

Wuusss.....

Angin seketika menerpa wajah Prilly, dan seketika Ali kehilangan kesadarannya itu. Prilly reflek langsung memapah Ali untuk duduk di bangku.

"Lo tuh ya, kalau mau keluar dudukin dulu Ali nya jangan maen kabur aja, kaya gini kan jadi gue yang susah, di kata nggak berat apa." Prilly yang kecil sedikit menyeret tubuh Ali itu.

"Ya abis lo minta gue cepet-cepet keluar, yaudah keluar. Maaf deh maaf."

"Tau ah, lo mah bikin ribet."

Prilly mencoba membangunkan Ali dari pingsannya. Minyak angin pun tak berhasil juga membuat Ali sadar.

"Eh buseh, ini orang pingsan apa mati susah amat bangunnya. Kalau udah nggak mau bangun lagi biar gue aja yang gantiin dia." Ucap Vigo asal.

"Sekali lagi lo ngomong, gue buang lo ke semak-semak."

"Yee,, dikata gue sampah apa?"

"Iya lo sampah masyarakat hantu. Udah diem deh bisa bantu juga nggak lo." Prilly masih mencari cara bagaimana caranya membangunkan Ali.

"Li sadar donk Li. Ini cara terakhir gue, kalau lo belum sadar juga, gue nggak tahu lagi gimana caranya." Prilly melepas sepatu dan juga kaos kakinya. Prilly mengibas-ngibaskan kaos kakinya di atas wajah Ali.

"Maaf ya Li, gue nggak bermaksud buat nggak sopan sama lo. Ini juga demi buat lo sadar."

"Kakakkkkk,, gue pulang nih." Boy adik Prilly terdengar berteriak dari pintu masuk.

"Kak, apa-apaan lo?, ngapain lo bawa masuk orang yang nggak di kenal?, wah lo mau macem-macem ya sama nih cowok. Nggak boleh kak dosa loh."

"Apaan sih lo berisik aja, nih orang pingsan kali."

Ali mulai mengerjap-ngerjapkan matanya. Kesadaran berangsur-angsur kembali.

"Hhuueekkkkk." Ali langsung berlari ke westafel terdekat.

"Kak, lo apain anak orang nyampe muntah-muntah begitu, jangan-jangan dia hamil lagi."

'Pletakk
Satu jitakan langsung saja mendarat di kepala Boy, ucapannya itu sudah terlalu ngelantur. Boy mengusap kepalanya yang benjol.

"Lo kalau ngomong di pikir dulu, mulut lo nggak ada filter nya ya?"

"Ya abis bangun-bangun dia muntah begitu, gue kan jadi curiga sama lo kak."

Setelah Ali puas mengeluarkan isi perutnya. Ali kembali lagi menghampiri Prilly yang menunggunya di sofa depan. Kepalanya masih terasa berputar, rasanya aneh sekali.

"Lo nggak apa-apa kan Li?" Tanya Prilly khawatir.

"Gue nggak apa-apa Prill. Tapi gue tadi kenapa ya?, gue berasa ada di antara tumpukan sampah busuk."

"Ya iyah lah, lo lihat aja noh apaan yang buat lo sadar." Boy menunjuk kaos kaki Prilly yang tergeletak di lantai.

"Sorry ya Li, abis lo nggak sadar-sadar sih gue jadi bingung gimana caranya buat lo sadar. Terpaksa deh pake kaos kaki bau terasi gitu." Prilly memperlihatkan deretan giginya yang rapi dan putih. Sedikit ada rasa tak enak pada Ali.

"Lo mah kejam Prill, untung anak orang nggak mati gara-gara bau kaki lo itu."

"Bawel lo, itu kan juga karena ke isengan lo." Prilly tak terima di salahkan oleh Vigo.

"Kakak gue mulai gila, mending gue ke kamar aja." Boy pergi ke kamarnya.

"Gue juga mending ngapelin hantu tetangga." Vigo pun meninggalkan Prilly. Dia tak ingin kena semprot lagi dari Prilly.

Tinggalah Prilly dan Ali berdua di ruang tamu. Tak ada satu pun di antara mereka yang bersuara. Prilly pun tak enak hati jika harus bertanya padanya. Beberapa menit berada dalam keheningan.

"Sorry ya gue nggak pulang semalem." Ali menatap lurus ke depan, memandang layar tv yang gelap.

"Li, siapa perempuan itu?" Tanya Prilly.

"Dia orang terdekat gue, bisa di bilang sahabat gue, dan sekarang dia udah pergi ninggalin gue." Air mata Ali luluh, Ali masih belum percaya Farah pergi secepat itu.

"Farah" prilly melihat Farah di hadapannya dan sedang tersenyum padanya.

"Tolong bilang sama Ali, aku baik-baik aja, sampaikan supaya Ali mengikhlaskan ku, supaya jalan ku lebih lapang. Sampaikan juga padanya aku sayang sama dia." Farah berucap pesan untuk Ali melalui Prilly.

"Li, Farah ada disini, dia dari tadi merhatiin lo. Dia minta sama gue buat nyampein pesennya sama lo. Dia mau lo ikhlasin dia supaya jalan dia berpulang lebih lapang. Satu lagi dia juga sayang sama lo."

Ali memperhatikan sekelilingnya seperti sedang mencari sesuatu, tapi yang di carinya seperti tak ada.

"Farah, kamu disini?, aku ikhlas kalau kamu mau pergi, pergilah dengan tenang aku nggak akan menghalangi mu dengan ketidak ikhlasan ku. Pergi lah, aku juga sayang sama kamu."

"Terima kasih Ali."

Setelah mengucapkan itu, Ali merasa wajahnya di terpa oleh angin. Ali merasa Farah menanggapi ucapannya dan benar-benar pergi meninggalkannya.

"Apa dia masih disini Prill?" Tanya Ali.

"Dia udah pergi. Dia sudah pulang ke tempat asalnya, ikhlaskan dia supaya dia bahagia di sana."

Ali kembali mengingat kenangannya bersama Farah. Farah yang selama ini mengisi hari-harinya. Menjadi pendengar setia setiap keluh kesahnya, menjadi semangat dalam hidupnya.

"Lo punya gue, gue mau kok jadi sahabat lo, walaupun gue tau gue nggak akan bisa menggantikan Farah. Tapi se-enggaknya lo nggak sendiri Li."

"Makasih banyak ya Prill."

"Sama-sama Li. Oh iya gue minta maaf sama lo soal tadi. Itu semua gara-gara Vigo, dia yang udah lancang masuk ke tubuh lo tanpa permisi."

"Iya nggak apa-apa, tapi kaki lo bau juga ya Prill. Berapa hari sih lo nggak ganti kaos kaki?"

"Udah seminggu. Hiiii"

"Pantes aja bau banget."

****

Terima kasih ya yang masih terus ngikutin cerita ku yang aneh ini. Saran dan kritiknya di tunggu ya kawan. ☺

Salam damai

E_F

Home AloneWhere stories live. Discover now