2 | Uang Anak Yatim

Start from the beginning
                                    

Masih tak mau bicara, Aurora mengulurkan tangannya. Laki-laki itu paham dan memberikan ponselnya. Aurora membuat kontak baru dan menulis sederet nomor. Lalu dia kembalikan ponsel itu pada pemiliknya yang masih senyum-senyum memandang Aurora.

"Makasih ya, bolehkan nanti gue hubungi lo?"

Aurora cuma mengangguk dan pergi. Lalu cowok itu memperhatikan kontak baru yang belum di save dan belum diberi nama itu. Anthony mengernyit heran memandangi deretan nomor itu. Lalu dia geleng-geleng kepala antara kesal dan ingin tertawa. Cewek tadi unik sekali, batinnya.

Aurora memberikan nomor fast delivery order food dan memberikan nomor rekening sebuah bank. Entah milik siapa. Salah Anthony bilang nomor akun, karena dalam istilah ekonomi, akun adalah rekening.

***

Aurora kesal sekali karena harus panas-panasan menunggu abang gojek di luar sekolah. Pagi tadi dia sudah ditegur oleh satpam karena membawa abang gojek masuk ke halaman depan kelasnya. Salahkan halaman sekolahnya yang tak manusiawi luasnya. Aurora hanya tak mau capek-capek. Aurora sudah berencana mau minta mobil pada bundanya. Biarkan dia jadi penambah macet daripada dia harus kepanasan dan menunggu.

Aurora memainkan kerikil dengan kakinya dengan setengah kesal. Setiap hari tak ada habisnya dia mengeluh tentang cuaca Jakarta yang panasnya ampun-ampunan.

Saat mengedarkan pandangan, Aurora menangkap segerombolan anak SMA-nya yang sedang memalak. Begini nih yang bikin penyakit, mereka memalak bukan karna tak punya duit, tapi ingin menjadi sok berkuasa di depan adik kelasnya. Mana dia sangka sekolah keren ada korengnya juga dari preman-preman kambuhan begini. Baru saja tadi, Kiko teman seangkatannya yang dipalak. 

Kiko berjalan melewatinya dan segera dicegat oleh Aurora, "Dipalak berapa lo?" tanya Aurora tak basa-basi.

"Gopek ...," belum selesai anak itu berbicara, Aurora langsung menyahut.

"Gopek? Buat beli permen kaki juga kaga dapet."

"Ceng ..." sahut si Kiko lagi.

"Hah?"

"Gopek ceng."

Aurora menganga. Kalau gopek itu lima ratus perak. Kalau ditambah ceng jadi lima ratus perak dijejer seribu, atau lima ratus ribu. GILA! Itu malak apa ngerampok?!

Aurora geram sekali, cepat-cepat dia keluarkan dompet dari dalam tasnya lalu diberikan uang lima ratus ribu pada Kiko. Belum sempat Kiko menerima, Aurora langsung menyurukkan uang itu di tangan Kiko dan segera beranjak.

Aurora menghampiri kerumunan kakak kelasnya itu dengan memasang wajah polos. Dia menghadap salah satu cowok dan tiba-tiba mereka yang tadinya bersenda gurau langsung diam. Diam heran.

"Maaf Kak permisi, Kakak kenal cowok yang di sana?" tanya Aurora sambil menunjuk Kiko, lalu melanjutkan lagi, "Dia tadinya bawa uang buat nyumbang ke anak yatim Kak, mau nyumbang 500 ribu katanya. Trus taunya uangnya ilang, aku kasian trus mau bantu. Tapi uang aku tinggal 50 ribu masih buat ngisi voucher gojek. Kakak mau pada bantu ngga?"

Cowok-cowok di sana saling berpandangan satu sama lain. Merasa bersalah. Lalu satu sama lain saling senggol-senggolan. Merasa malu juga terpengaruh pesona Aurora. Bahkan ada yang belum berkedip dari Aurora datang tadi.

Tik tok tik tok, Aurora masih bersabar.

"Jangan coba-coba."

Kepala-kepala tertoleh dan memandang satu cowok di atas motor yang sedang memainkan ponselnya tanpa memandang ke arah mereka.

Aurora ikut menoleh dan dia sedikit tertegun memandang cowok itu. Harus Aurora akui, dia sedikit terusik dengan penampakan sampingnya. Baru sekali ini dia begini. Hatinya tergelitik untuk memandang lebih jauh cowok yang belum juga mau mengangkat kepalanya itu. Belum jelas wajahnya, tapi aura yang dipancarkan sangat kuat. Apa namanya ya? Karismatik. Ya, karismatik. Sekali lihat, Aurora sudah ter-pe, ah jangan.

CompliantwinWhere stories live. Discover now