CHAPTER I: Your days, My days..oh No

8.5K 451 13
                                    


Langit menangis kala raja siang bertahta di Ibukota hari ini menjadi fenomena tak biasa.

Bagaimana tidak, Jakarta sudah terlalu angkuh untuk mengundang hujan sehingga memancing suka cita para insan yang telah lama merindu air mata langit.

Akupun begitu merindu bau tanah selepas awan stratus menampakan batang hidungnya ini. Terlebih kali ini, syahdunya musik alami yang tercipta dari percikan hujan mengalun bersamaku dalam sendu.

" pyuhh.." aku menghembuskan nafas tepat mengenai kaca jendela mobilku sehingga terukir lukisan abstrak buah karya karbondioksidaku.

Ddrtt..ddrt..ddrttt

HP ku menari-nari di saku baju pertanda meminta perhatianku.

Tampak di layar nama mamahku tercetak. Segera kuangkat telp darinya.

"Teh dimana? hujan besar nih, cepat pulang ya" sahut suara di seberang sana khawatir.

"Pengennya sih gitu mah, kaya ga tau aja mah Jakarta kaya gimana, hampir menua nih teteh di mobil..huhu. Mana teteh sendirian di mobil mana belum ma.."

"Sudah terlalu lama sendiri sudah terlalu lama aku asik sendiri" tetiba mamah berdendang memotong kicauan keluh kesah anak sulungnya.

"Ihh mamah kebiasaan deh" sahut sang putri kesal.

"makanya teh cari pacar biar kalau macet gini ada yang nemenin kamu,apalagi di saat mamah udah ga seluang dulu buat anter kamu, syukur-syukur sekalian nikah aja teh biar halal,mamah udah pengen nimang cucu" bawel mamah dengan penekanan intonasi di kata cucu.

"Horee lalayeye mamah dapat piring ala-ala sabun colek, karena ini tuh ya mah udah ke 2015 kalinya mamah ngomongin itu terus ke aku, lagian ya mah,mamah tuh udah keceplosan keluar Sakura masih aja minta cucu sama aku...bla..bla..bla" balas sang putri tak kalah bawel.

"Tapi kan ini beda teh,mamah maunya ya cucu dari kamu..."

Tiditt...ditt..ditt..ditttttttt

Bunyi klakson menghentakan sang putri untuk segera menghentikan obrolannya via telp dengan sang mamah. Dalam hati sang putri bersyukur, setidaknya dia punya alasan untuk tidak lebih membahas hal yang baginya terasa mendarah daging dalam pikiran dan hatinya. Ibarat orang yang makan terlalu banyak, kekenyangan jadinya, bahkan lebih dari kenyang mendengar topik pembicaraan sang mamah akhir-akhir ini terlebih dikala usianya menginjak kepala dua beberapa bulan yang lalu.

"mah..mah udah dulu ya, jalan ni, teteh tutup ya,assalamualaikum"buru-buru mengakhiri panggilan.

Tiditttttt..ditttttttttt
Bunyi klakson semakin menggila.

"Ya..ya sebentar keles ga sabaran amat" gerutu si wanita dalam mobil.

Namun disaat sang wanita menggerakan mobilnya, mobil di samping yang sedari tadi ganas meneriakan klakson menyalip dengan sengaja melaju kencang di jalanan yang berkumbang tetesan air hujan, hingga menciptakan gelombang air yang memercik mencipta noda di mobil sang wanita.

Tentu saja hal ini memancing emosi sang wanita mengingat hari ini pikirannya begitu lelah dan ini saat yang tepat untuk melampiaskan emosinya.

Dalam rintik-rintik hujan yang kian mereda, sang wanita membuka separuh kaca mobil, tangan kanannya tetap memegang setir sedangkan tangan kirinya mencengkram kaleng bekas minuman bersoda dan ketika sang wanita berhasil mensejajarkan posisi dengan mobil si klakson galak tadi segera saja dia mengambil ancang-ancang melempar kaleng tersebut ke sasaran.

Namun..pletak..lemparan hanya mengenai ban dan nasib akhir si kaleng tak berdosa itu adalah terlindas mobil si klakson galak.

Kejadian tersebut mengundang si empunya klakson galak membuka kaca jendela.

Kamulah Takdirku (Benarkah)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang