Chapter Nine

108K 2.4K 26
                                    

Cameron Blake (Young, Sexy, Powerful and Dangerous.)

All rights reserved to SweetImagination

Chapter Nine
Author's POV

Cameron menatap keluar kamar hotelnya. Dia memikirkan tentang Kamila. Separuh hatinya berpikir bahwa dia seharusnya menerima Kamila apa adanya. Namun, Cameron bukanlah seorang pria bajingan. Dia memiliki mimpi, dia memiliki goals dalam hidupnya. Dia menginginkan seorang wanita yang akan menjadi miliknya, seutuhnya. Dia yang akan menjadi pertama dari semuanya bagi istrinya. Namun, keinginan Cameron terpuruk, setelah dia mengetahui bahwa Kamila bukanlah seorang wanita perawan.

Cameron menatap ke jam dindingnya, sekarang jam tiga pagi di Paris. Dia membuka kamera barunya dan melihat foto foto yang dia ambil tadi bersama Eveline. Somehow, Cameron merasa nyaman berada di samping Eveline. Apakah semuanya hanya karena Eveline masih perawan? Apakah Cameron terlalu terobsesi dengan mimpinya?

Cameron memejamkan mata sejenak lalu menatap ke menara eiffel yang terlihat jelas di depannya.

Kamila menatap ke refleksinya di cermin. Kamila adalah wanita Arab-Lebanon yang sangat cantik.

Dia lalu duduk di pinggir kasur. Sekarang jam 4 pagi di Riyadh, Saudi Arabia. Dia tidak bisa tidur karena dia pusing memikirkan perjodohannya itu. Jujur, Kamila menyukai wajah calon suami nya itu. Namun, bukan ini yang Kamila inginkan. Dia ingin menemukan cinta nya seorang diri seperti orang orang normal lainnya.

Suatu getaran mengejutkannya, dia mengambil iPhone nya dan mengangkat telepon dari orang tak dikenal itu.

"Hello?" Ucap Kamila.

Cameron menghela napas dan memejamkan mata. "Ini aku, Cameron."

Kamila seketika terkejut dan bahagia. "Ca-Cameron?"

Cameron tersenyum dan tertawa kecil. "Ya, ini aku."

Dengan tidak sadar, Kamila memejamkan matanya dan air mata menetes di pipinya. "K-kamu kemana saja?"

Kamila berpikir sejenak, haruskah dia memberi tahu tentang perjodohan nya, namun, sepertinya tidak.

Cameron menyandarkan tubuhnya ke jendela dan menatap menara Eiffel yang masih saja cantik.

"Urusan perkejaan." Dia berbohong.

Cameron menatap keluar jendela, namun sekarang dia tidak tahu sedang menatap apa. Pikirannya melayang entah kemana, Cameron bingung.

"Tentang malam itu.." Kamila menarik napas. "Aku memang bukan wanita suci lagi, Cameron."

Cameron tersentak. Hal yang paling dibenci nya, sekarang malah sedang dialaminya. Jatuh cinta kepada seseorang yang sudah bekas bukanlah hal yang diinginkan oleh satu orang lelakipun.

Seketika perasaan rindu Cameron hilang, dia pun mematikan telepon dan membantingnya ke lantai. Dia menatap ke luar jendela. Dia merasa tersesat dan tidak ada orang yang bisa mengerti perasaan nya.

Sosok ibunya pun muncul di pikiran Cameron. Ini bukan pertama kalinya terjadi, Cameron memang membutuhkan ibunya.

Kenapa aku seperti ini. Cameron berpikir kepada dirinya sendiri.

Dua puluh mobil mewah, dua perusahaan dan lima hotel berbintang lima di dunia, 506 pegawai yang tunduk kepadanya, dan uang yang tidak terhingga ada di kantongnya, tapi dia masih merasa ada yang kurang.

Apakah dia tidak bersyukur? Dia terkadang berpikir seperti itu. Namun, yang Cameron inginkan hanyalah sebuah sentuhan tulus dari seorang wanita yang tidak pernah dia rasakan. Sejak dulu, Cameron hanya ingin hal sesederhana itu. Disuapi saat makan, dimarahi jika tidur terlalu malam, di larang pergi seenaknya, namun semua itu nihil. Nihil.

Cameron tidak bisa mengubah takdir. Dia ditakdirkan tidak memiliki ibu. Bukan berarti ayahnya adalah ayah yang buruk. Bahkan ayahnya adalah ayah yang hebat, dia bisa meng-cover ketidakadaan sesosok ibu. Namun, tetap saja beda. Keduanya, Cameron dan Denisa membutuhkan ibu.

Cameron terjatuh dan duduk di lantai, dia meringkuk dan menangis. Kepedihan yang seharusnya tidak dirasakan ini selalu muncul saat Cameron sedang jatuh cinta.

Flashback

Rambut merah Bella terurai di atas rumput, Cameron menatapi Bella yang berbaring tepat disampingnya.

"Cameron?" Panggil Bella.

Cameron yang masih menatapinya pun tersenyum. "Mhm."

"Apa rasanya menjadi orang sekaya dirimu?" Tanya Bella.

Cameron terdiam lalu menggeleng. "Tidak seperti yang kau bayangkan." Ucap Cameron. Cameron seketika duduk dan menatap Bella.

Mereka adalah pasangan berumur 14 tahun pada saat itu. Bagi Cameron, setidaknya. Bella adalah satu satunya orang lain yang bisa meluluhkan hati Cameron. Cameron bisa menjadi dirinya sendiri di hadapan Bella.

"Aku memang bisa membeli apapun dalam sekejap mata." Ucap Cameron. "Namun, masih ada yang kurang dihidupku."

"Apa itu ibumu?" Tanya Bella. Cameron menunduk, mendengar pertanyaan Bella yang membuat hati Cameron pedih. "Maaf, aku dengar dengar kamu tidak memiliki ibu. Makanya kamu pendiam dan tidak bersosialisasi."

Cameron tersenyum dan mengangguk. "Aku merindukan ibu." Ucap Cameron sambil menatap ke langit New York yang cerah. "Lucu, karena aku belum pernah merasakan sentuhannya. Namun, ya, aku meridukannya. Aku membutuhkan nya. Aku butuh kasih sayang dan sentuhan kasihnya."

Bella duduk mendekat ke Cameron dan menggenggam tangan Cameron. Dia menyandarkan kepalanya di atas bahu Cameron dan mengecupnya. "Setiap kali kau membutuhkan sentuhan ibumu, kau tahu, aku disini." Ucap Bella.

Kembali

Cameron menangis tersedu sedu. Memori tentang wanta yang dicintainya itu membuatnya sakit hati bahwa Bella adalah seorang lesbian.

Cameron meringis karena hatinya sungguh sakit. Dia merasakan getaran dan mengangkat telepon di iPhone nya.

"Good evening, Mr. blake. Saya anak buah anda di New York, dan saya sarankan anda kembali kesini. Karena banyak client yang sudah menunggu."

Cameron pun berdiri dan mematikan teleponnya. Setidaknya, dia memiliki sesuatu.

Kekuasaan. Uang. Kekaguman. Dia memiliki semua itu untuk memalingkan perhatiannya dari hidupnya yang kelam. Dia pun membereskan barangnya untuk bersiap siap berangkat ke New York.

Fuck Eveline. Fuck Kamila. Mereka hanyalah salah satu wanita yang menginginkanku. Ucap Cameron terhadap dirinya sendiri.

"Non! Non! Je suis désolé. s'il vous plaît, mon père!" Teriak Eveline.

Lelaki tua itu tersenyum menyeringai dan berjalan mendekati tubuh mungilnya. "Kau pikir aku berhati mulia! Akan aku perkosa kau! Dasar wanita sialan!"

"No! Please!" Tubuh Eveline pun terasa seperti dibelahdua saat dia memasukkan kejantanan nya secara paksa.

Wah cameron gimana sih bikin bete aja deh.

Cameron BlakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang