Hameeda masih tetap mendominasi percakapan, "Klo memang, kursi presdir itu tujuan utamamu dalam pernikahan..baiklah ibu akan melakukan serah terimanya minggu depan..dengan begitu kamu bisa segera membebaskan Jodha.. ibu fikir Jodha akan mampu merubahmu nak.. tapi ternyata tidak"

Tiba-tiba Jodha merasakan gatal begitu menggelitik lehernya dan itu memaksanya terbatuk, "Uhu..uhu.."

Seketika perhatian Hameeda dan Jalal teralih pada Jodha

"Sayang.. kau sudah bangun, nak?" tanya Hameeda.

Jodha membuka matanya pelan-pelan. "Ammi haus" ujar Jodha, dengan sigap ammijan mengambilkan air minum, sedang Jalal berinisiatif membantu Jodha duduk, agar minumnya tidak tersedak. Jalal menyandarkan Jodha di dadanya, badanya menopang berat tubuh Jodha.

Yang sekarang terfikirkan oleh Jalal hanya ingin merawatnya, paling tidak itu semua bisa mengusir rasa bersalah terhadap Jodha, kondisi tubuh Jodha yang lemah membuat Jodha tidak biasa melawan atau hanya sekedar protes ketika kontak fisik harus terjadi diantara mereka.

***

Mengingat besok pagi ada jawdal mengajar ditambah kondisi rumah yang sudah pasti berantakan, Hameeda pamit pulang, dia berpesan agar Jalal menjaga Jodha dengan baik "Jalal, jangan sampai kamu melakukan kesalahan yang kedua ya!"

"Iya mi..aku mengerti" jawab Jalal.

***

Kini diruangan itu mereka tinggal berdua, tiba-tiba Jodha merasa ingin buang air kecil..luka jahitan diperutnya membuat dia tidak bisa pergi ke kamar mandi sendiri..melihat wajah Jodha yang gelisah Jalal bertanya

"Kenapa Jodha..kamu menginginkan sesuatu?"

"Aku pengin pip**" jawab Jodha mukanya memerah menahan malu, tapi apalah daya perut bagian bawahnya sudah terasa sakit. Jodha berusaha turun sendiri dari ranjang dan hendak berdiri, namun luka jahitannya tidak bisa diajak kompromi, Jalal segera membopong tubuh Jodha, "Turunkan aku!!" teriak Jodha

"Nanti bagai mana klo kamu pip** di sini, kamu mau aku membersihkannya hemm?"

Jodha hanya terdiam, mukanya sudah semakin merah sekarang, kenpa dia harus begitu lemah, untuk hal pribadi saja harus di bantu orang lain..begitu fikir Jodha, mereka kini berada di dalam kamar mandi.

"Keluarlah!" perintah Jodha

"Nanti klo kamu jatuh gimana?"

"Sudah.. keluarlah"

Jalal tersenyum dia mengerti pasti Jodha merasa malu klo dia tetap disana, "Kenapa mesti malu..aku kan suamimu" dalam kondisi seperti ini Jalal masih sempat menggoda istrinya. "Baiklah..baiklah..aku keluar" ucap Jalal sambil berlalu, kini ia menunggu di balik pintu kamar mandi.

"Lama sekali.. sudahkah?!" teriak Jalal, tak terdengar jawaban, namun akhirnya Jodha bersuara

"Sudah.. masuklah!" Jalal segera membuka pintu kamar mandi

"Cukup bantu aku jalan saja.. tidak usah menggendongku" pinta Jodha

"Kamu mau ammijan memarahiku, karena tidak bisa menjagamu hemm? Sudahlah ga usah cerewet" tanpa menunggu persetujuan Jalal mengankat tubuh Jodha. "Kamu ringan sekali Jo.. apa karena keseringan puasa?"

"Bukan puasa yang membuatku kurus.. tapi memiliki suami sepertimu..membuatku makan hati" sindir Jodha.

Jalal membaringkan Jodha dan menyelimutiny sambil berkata, "Begitu tersiksakah kamu disisiku Jo?" tanya Jalal yang kini sudah duduk kembali di samping Jodha

"Fikirkan saja sendiri... tidak bisakah aa belajar berempati kepada orang lain.. dengan begitu aa bisa merasakan apa yang orang lain rasakan"

Jalal menatap Jodha begitu dalam sambil bergumam dalam hati, 'Andai kamu tau Jo.. aa merasakan apa yang kamu rasakan'

Ana Uhibbuki FillahWhere stories live. Discover now