Kolor, Awal Kisah Ini Bermula

42.1K 2.2K 96
                                    

Maya tergopoh-gopoh menghampiriku yang sedang makan siang di kantin. Uang bulanan sudah tinggal ampas-ampasnya, dan aku cukup puas masih bisa makan layak barang nasi dan sayur sop seharga dua ribu. Dan sebelum pikiranku kembali berkutat dengan tekad-tekad lama setiap akhir bulan menjelang awal bulan baru, pokoknya bulan depan harus irit, Maya memukul-mukul pundakku gemas.

"Umeee!! Kak Juna hari ini ganteng banget!" Bisiknya histeris. Mau tidak mau aku ikut terpekik mendengar nama gebetanku, ralat, gebetan hampir setiap anak Fakultas Ilmu Budaya, disebut-sebut oleh Maya. Kak Juna, anak Sastra Inggris tingkat 4 yang karismatik, enerjik, dan yang paling penting: ganteng.

"Mana? Mana?!" Tanyaku memburu. Dengan gerakan ala-ala fangirl alay aku celingak-celinguk kiri kanan. Dan auto fokus cowok-cowok ganteng di mataku langsung tertuju pada seorang cowok tinggi, gagah, dengan tawa yang menghiasi wajahnya. Kaos santai warna hitam yang dipakainya tidak sanggup menyamarkan jejak-jejak otot bidang yang ada di perutnya. Uwah! Dadanya apalagi... nggak nahan~

Ternyata dia juga lagi ada di kantin. Lagi makan nasi sama telur sama kecap, minumnya sama es teh manis. Ya ampuuun.. ganteng banget sih, itu kakak. Pengen kuculik rasanya.

"Ganteng yaa..." desahku tidak bisa melepaskan pandangan dari bukti kekuasaan Yang Maha Esa.

"Iyaaa... ganteng banget. Macho banget lagi~" Maya ikut menimpali. "Eh, dia bareng lagi sama Kak Ryuu..." lanjutnya, membuatku menyadari sesosok makhluk yang sedang menjadi lawan bicara Kak Juna. Sesosok cowok berbaju kemeja putih dengan kacamata yang membingkai matanya. Siapa tadi? Kak Ryuu?

"Ume, ayo kita main truth or dare!" Ajak Maya, kelewat semangat. Mungkin karena terbawa-bawa aura menyegarkan dari Kak Juna. Dan sebelum aku menanggapi ajakannya itu, Maya sudah memutar pulpen yang dibawanya dan tutup pulpennya berhenti menunjuk ke arah Maya. Semoga sisi tutup pulpen itu adalah ujung panahnya...

"Yaaah..." Maya mendesah kecewa. Yuhuu... dia yang kena truth or dare!

"Truth or dare?" Tanyaku nyengir-nyengir. Dia memilih truth. Dasar, padahal tanpa harus main truth or dare juga dia selalu membeberkan rahasianya padaku. Dan lagi, aku bukan orang yang terlalu kepo.

"Mmmh... aku bingung mau nanya apa..." gumamku, mencoba mengumpulkan rasa penasaranku. Tapi nihil. Aku nggak tertarik sama sekali dengan rahasia Maya.

"Siapa orang yang lagi kamu suka sekarang?" Tanya Lulu tiba-tiba. Segerombolan anak-anak angkatan kami tanpa diundang sekarang sudah ikut bergabung main truth or dare. Tiba-tiba pemainnya jadi banyak dan game berlangsung seru.

"Lo musti ambil kolornya Kak Juna" perintah Hana ketika aku kebagian truth or dare, dan aku memilih dare.

Dan... apa katanya tadi?

Kolor?

Kak Juna?

Ngambil kolor?!!

Entah semesum apa otak Hana, tapi baru saja aku mau ketawa, menyangkal dan bilang 'lo gila?!', tiba-tiba anak-anak lainnya ikut ricuh. Semua langsung setuju sambil ketawa ngakak.

"Tunggu, ini beneran perintah dare-nya??" Jeritku kaget. Mereka semua mengangguk, menganggap perintah ini sah.

"Anjir, kalian mesum banget!" Aku berusaha mengulur waktu. Minta ganti perintah.

"Ayo, Me!! Gue mau banget dapet kolornya Kak Juna. Biar gue pelet dia!" Maya terpekik histeris. Anak-anak lainnya ikut terpekik khas cewek yang lagi jatuh cinta.

Ya ampun, kalau aku yang kena tumbal kayak begini ketahuan, mau ditaruh dimana mukaku kalau ketemu Kak Junaaaa?!

Kalian jahat sekali, kawan...

***

Dan disinilah aku. Ditempat asing yang seharusnya tabu bagi cewek buat masuk lama-lama kesitu. Dan yang kulakukan sekarang lebih parah daripada sekedar menyambangi kos-kosan cowok! Aku sedang meringkuk di antara pakaian-pakaian yang sedang dijemur dengan mayoritas kemeja, T-shirt, celana jeans, dan... kolor.

Ampuni aku, Mama... aku bukan gadis yang baik lagi.

Oke, cepat selesaikan misi ini dan aku akan segera pulang. Mulus, dan rapi.

Tapi bahkan hal penting yang fatal ini bisa-bisanya kulupakan: mana gue tau kolornya Kak Juna yang begimana?

Kampret! Sekarang aku tahu kenapa ujian kanji-ku nggak pernah lulus-lulus. Aku nggak pernah teliti dan selalu main asal tancap gas saja untuk segala sesuatu. Dan sekarang gimana coba? Apa aku ambil kolornya random saja, ya? Yang penting kan balik-balik aku bawa kolor.

Bodo amat, ah! Yang penting kolor!

Buru-buru aku ambil sembarang kolor yang tergantung naas di sekitarku. Sebuah kolor warna hitam berbau pengharum pakaian itu secepat kilat sudah berganti tempat ke tanganku. Mission complete, guys! Time to run!

Aku baru akan kabur dengan memanjat dinding pendek tempatku masuk tadi saat kulihat ada seorang bayi kecil dalam posisi merangkaknya mematung melihatku. Kemudian dia mengangkat tubuhnya, terduduk dengan masih melihat ke arahku, dan tangannya menggapai-gapai ke sembarang arah. Apa dia mengajakku main?

Maafkan aku, bayi kecil. Bagaimanapun juga ini bukan saat yang tepat untuk bermain. Bye!

"Miki, jangan main ke tempat jemuran!" Gerutu suara bass cowok yang tiba-tiba saja muncul dan mengangkat bayi itu dalam gendongannya. Dan sialnya, sialnya, sialnya...

Pandangan mata kami bertemu.

Dengan sebuah kolor yang jelas-jelas ada di tanganku.

Aku mematung tidak berani bergerak. Berdoa kalau laki-laki di hadapanku itu cukup bego untuk mengira aku adalah pembantu yang menumpang jemur disini, atau bibi-bibi laundry yang mencucikan baju untuk penghuni kos...

Lalu dengan alis yang mengerut dan pandangan yang tidak bisa kulupakan, dia berseru.

"Maling jemuran?"

Sayounara, kehidupan kuliahku...

***

Hai, hai, sudah lama kita tidak berjumpaaa xD

Maaf karena aku selalu bikin cerita-cerita gaje, yang selalu gantung dan nggak dilanjutin lagi huhu...

Kali ini aku pengen bikin cerita tentang hidupnya Ume yang jumpalitan gegara ketahuan maling jemuran sama cowok yang ternyata punya anak di kosan gebetannya, Kak Juna. Semoga hasilnya bagus, nggak garing dan bisa diselesaikan sampe abiiis! Amiin...

ありがとうd(ゝω・'○)

Love Me BabyWhere stories live. Discover now