01 - Perkenalkan, Awan

Börja om från början
                                    

Bersamaan dengan dibukanya lembaran pertama buku itu dan selembar kertas yang dilihat Awan, saat itu pula lembaran pertama kisah cinta Awan dimulai....

***

Jujur saja, pelajaran Matematika merupakan salah satu mata pelajaran - dan menjadi yang paling utama - yang cukup dihindari para siswa. Rasanya, kalau sudah berhadapan dengan soal Matematika, bukan kita lagi yang mengerjakan soalnya, melainkan soal itu yang mengerjai kita. Lain di contoh, lain di latihan, lain lagi di ujian.

Awan terlihat santai saja, sangat kontras dengan teman-teman sekelasnya yang lain yang sudah memasang tampang 5L; Lemah, Letih, Lesu, Lapar Luar biasa -- ketika menunggu kehadiran Pak Jabar di kelas. Beberapa murid berharap gurunya yang satu itu berhalangan untuk hadir, sedang sisanya tampak pasrah-pasrah saja dan berharap ini semua segera berakhir. Namun, sepertinya dewi keberuntungan tak memihak mereka, pupus sudah harapan mereka tatkala melihat Pak Jabar berjalan memasuki kelas dan memulai mata pelajaran yang di ampunya seperti biasa.

Pak Jabar memang bukan tipe guru galak macam Bu Ajeng - guru Biologi mereka, sungguh jauh berbeda. Pak Jabar masuk ke dalam kategori guru yang sabar, jarang memberi tugas dan lebih memfokuskan pada memberi contoh dan latihan soal yang akan dibahas bersama di kelas. Pak Jabar adalah guru polos dan cukup asik untuk diajak bercanda, bisa dikatakan memenuhi kriteria guru yang diharapkan kebanyakan murid-murid sekolah, hanya saja, mungkin pelajaran yang diajarkannya membuat dirinya tampak sedikit membosankan.

Sepuluh menit berlalu sejak Pak Jabar menyuruh murid-muridnya mengerjakan soal latihan yang ada di buku paket mereka, kemudian ia menuliskan penyelesaian soalnya di papan tulis untuk dicatat oleh siswa. Terkadang, Pak Jabar akan membiarkan salah satu dari muridnya yang mengerjakan, kalau di kelas ini sudah jelas, murid yang akan dengan sukarela mengangkat tangan - dengan begitu sering - ialah Awan dan Faye.

"Ya, begitu penyelesaian dari soal ini. Silakan dicatat." Perintah Pak Jabar kepada seluruh siswa setelah ia selesai menjelaskan salah satu soal yang ada.

Beberapa murid - khususnya yang duduk di bagian depan kelas - memutuskan untuk langsung mencatat, beberapa lainnya tampak mencuri kesempatan untuk sesekali bergosip atau berselancar di sosial media, ada pula yang secara sembunyi-sembunyi ngemil dari kolong bangkunya - di kelas sambil mencatat, seolah mata pelajaran ini cukup banyak menguras energinya.

"Pak!"

Semua aktivitas mendadak terhenti tatkala Awan mengangkat tangannya. Pak Jabar langsuk mendongak, mengalihkan tatapan dari buku paket yang sedang ia baca. "Ya, Wan?" tanyanya pada salah satu murid kebanggannya - karena selalu memperhatikan pelajarannya.

"Ngapain, sih, Wan?" Galang bertanya lirih karena merasa penasaran, yang tentu saja diabaikan oleh teman sebangkunya itu.

"Itu ada yang salah, Pak, kalau dihitung hasilnya tidak segitu." kata Awan menjelaskan maksudnya mengangkat tangan.

Kelas mendadak ramai dengan suara siswa iseng yang berkata, "Waduh!"

"Yah, salah"

"O-ow!" dan kata-kata lainnya seolah menyuarakan keterkejutan mereka.

Pak Jabar kembali mengecek sekilas rumusnya yang ada di papan tulis lalu kembali menoleh pada Awan. "Ah, nggak ada, Wan." kata Pak Jabar - tidak menemukan kesalahan yang dimaksud oleh Awan.

Hal itu tentu saja membuat beberapa siswa yang bandel di kelas kembali berkata dengan iseng, "Lo aja, Wan yang kerjain!"

"Maju aja, Wan!"

"Lo aja deh, Wan yang ngajarin kita!"

Awan hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah teman-temannya, sedangkan Pak Jabar kembali menekuri papan tulisnya, dan tidak sedikit pun merasa terganggu akan keisengan anak didiknya.

"Maaf, Pak, saya koreksi ya, Pak." tanpa menunggu persetujuan Pak Jabar, Awan bangkit dari bangkunya dan mendekati papan tulis untuk menyelesaikan soal itu.

Awan menghapus beberapa tulisan tangan Pak Jabar, dan menuliskan hasil yang berbeda dari hitungan yang diperolehnya sendiri. Pak Jabar tak keberatan, hanya mengangguk dan tersenyum seperti biasa. Setelah selesai, Awan kembali ke bangkunya dan menerima tepukan tangan dari teman-temannya, kelas yang tadinya sunyi seketika menjadi ramai karena Awan. Meski demikian, Awan sejujurnya cukup bingung kenapa mereka semua sangat iseng dan se-lebay itu hingga harus bertepuk tangan untuknya.

Selanjutnya, Pak Jabar menunjukkan cengiran khasnya ketika ia berkata dengan santainya, "Bapak sudah tau kok kalau tadi salah. Hanya mengetes kalian saja. Ternyata Awan yang paling memperhatikan."

Murid lainnya tentu saja bersorak dan bertepuk tangan sambil membatin, padahal kalau bapak ngaku salah juga kita mah nggak apa-apa.

***

Ini diaaaa.. Bab 1 yang masih cukup sama secara garis besar dengan kisah Awan sebelumnya. Cuma yang ini penulisannya lebih rapi ya, karena aku sunting dulu hehe..
Selamat membaca!!
*mwahh mwahh*

[Cerita awal Ditulis : 07 Agustus 2018]



Update New Version
21 November 2022
-kio

Awan Tidak Lagi Kelabu | #AS3Där berättelser lever. Upptäck nu