013

4.3K 627 243
                                    

Bea memasuki mobil berwarna merah yang sepertinya milik Louis dengan masih terisak. Tak peduli sudah berapa kali gadis itu mencoba untuk tidak menangis tanpa alasan lagi namun hasilnya tetap saja air mata yang keluar dari pelupuk matanya semakin lama sekakin deras. Mengapa ia harus menangis di jam tiga sore seperti ini?

Saat Bea masuk ke mobil merah itu, dia sempat mendesah lega karena tidak salah mobil karena memang tidak seperti biasanya Louis membawa mobil berwarna merah, maksudnya ia tidak pernah melihat mobil ini sebelumnya.

Mata Bea terlihat begitu merah dan sembab, dadanya turun naik seperti ada beban yang menghantam. Kondisinya memang begitu mengenaskan dan Bea pun tidak tahu mengapa hal ini bisa terjadi. Kalau boleh jujur, dia lelah dengan semua ini.

Louis menghela napas panjang lalu merengkuh pundak Bea.

Bea hanya bisa terisak di pundak cowok itu tanpa berkata apa-apa, stok air matanya tidak habis-habis sampai sekarang. Louis melepaskan pelukannya lalu mengangkat wajah Bea, kedua tangannya menangkup wajah gadis yang berada di hadapannya itu. Ibu jari cowok itu perlahan menghapus air mata yang masih berjatuhan di wajah Bea dengan halus dan lembut.

"Denger," ujar Louis. "Jangan nangis lagi, oke? Sekarang gue udah ada sama lo, lo ga perlu nangis lagi. Lo ga perlu mikirin sesuatu sampe berlebihan. Lo ga perlu takut sama apa-apa lagi. Gue udah ada, gue udah ada di samping lo buat bikin lo ga nangis lagi."

Air mata Bea masih menetes. "Harusnya lo ga usah kenal aja sama gue dari dulu. Gue jadi beban lo, kan. Gue emang nyusahin. Maafin gue, Lou."

"Jangan ngomong gitu," sangkal Louis sambil tersenyum kecil. "Itu gunanya sahabat."

"Makasih," ucap Bea berterimakasih, sebelah tangannya meraih selembar tisu.

Louis hanya tersenyum kecil kemudian membenarkan posisinya untuk menyetir.

"Omong-omong kita mau kemana?" tanya Bea.

"Maunya kemana?" tanya Louis kembali, ia menaikan kedua pundaknya.

"Lo maunya kemana?" tanya Bea kembali.

"Ck." Louis mendecak dan memutarkan bola matanya.

Bea terkekeh sedikit. "Oke, sekarang terserah lo aja mau kemana. Gue ngikut," jawab Bea akhirnya. "Louis, ini mobil lo?" tanya Bea sambil tertawa terbahak-bahak.

Louis menaikan sebelah alisnya. "Emangnya kenapa?"

Tawaan Bea semakin meledak. "Kenapa gue baru sadar mobil lo penuh sama peralatan Helo Kity anjir," papar Bea tersendat-sendat akibat tertawa.

"Ini mobilnya Lottie anjir," jawab Louis sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Masa?"

"Bodo."

"Dih, serius."

"Kepo."

***

"Louis, kenapa harus film horror? Kenapa ga nonton The Maze Runner 2 aja? Disitu ada pacar gue soalnya, namanya Thomas Sangster," gerutu Bea tanpa henti saat mengetahui Louis membeli dua buah tiket film horror.

Louis menyengir tanpa rasa bersalah. "Masa? Bodo."

Mimik wajah Bea menjadi memberengut. "Malah senyam-senyum, entar kalo gue ketakutan di tengah-tengah film trus kebelet pipis gimana?"

"Ya ke toilet lah, lo bego apa gimana sih." Louis memutarkan kedua bola matanya.

Karena kesal, Bea meninju lengan Louis. Rasanya lumayan sakit untuk Louis sehinga membuat cowok itu sedikit mengaduh.

Sad Soul » ltTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang