002

7.3K 861 160
                                    

"Louis, itu x-nya lo samain aja pangkatnya sama yang di luar entar ketemu jawabannya," jelas Bea, wajahnya terlihat fokus saat membaca soal-soal Matematika yang membikin Louis pusing tujuh kepayang. Namun, terlihat seperti sihir; dengan cepat Bea mengerti soal-soal tersebut dan mengerjakan soal pekerjaan rumah milik Louis.

Sedangkan Louis, si pemilik tugas, hanya menatap buku matematikanya dengan malas sambil sesekali memperhatikan Bea yang sedang menjelaskan pelajaran paling laknat sepanjang hidupnya.

Jangan tanya mengapa Bea bisa berada di rumah Louis untuk mengerjakkan tugas matematika milik Louis. Sudah menjadi kebiasaan Bea mengajarkan Louis matematika saat cowok itu memilikki pr, namun akhir-akhirnya Bea akan mengerjakan pr Louis dengan sendirian tanpa ikut campur tangan Louis.

Mata Louis lagi-lagi membulat saat mendengar penjelasan Bea, gadis itu benar-benar pandai dalam urusan hitung-menghitung. "Lo makan apa sih, sampe pinter kayak gini. Gue kira lo bego matematika."

Wajah gadis itu sumringah, sebuah senyuman miring tertoreh di wajahnya. "Perasaan, gue yang tiap hari ngerjain pr matematika lo, deh."

Louis memasang wajah datarnya. "Udah cepetan kerjain tugas gue lagi, masih ada lima nomer. Mana bercabang-cabang pula. A, b, c, d, e. Masih ada dua puluh soal."

Rahang Bea terasa akan tejatuh dari tempatnya saat mendengar perkataan Louis barusan, "Sempak," ujar Bea mengumpat, matanya melirik ke arlojinya yang berada di pergelangan tangannya. "Anjir! Udah jam lima. Louis, anterin gue sekarang. Please. Lagian gue udah ngejain tiga puluh soal lo, kan?"

"Kerjain pr gue dulu, entar gue anter kalo udah selesai," kata Louis dengan entengnya, tidak peduli dengan wajah cemas yang terpampang di wajah Bea.

Bea mendecak, lalu berdiri dengan cepat dan kembali menyampirkan tas ranselnya di pundak.

"Eh woy, lo mau kemana?"

Gadis itu melirik sebentar, "Pulang." Lalu ia kembali melanjutkan langkahannya keluar dari kamar Louis.

Louis menyusulnya dari belakang dengan terburu-buru. "Dasar pms. Entar gue ambil kunci dulu, gue yang anter. Jangan pulang sendirian. Entar lo kenapa-kenapa. Gue yang nangis. Eh ,ga juga sih."

"Cerewet amat sih lo, kayak ibu-ibu." Bea mendecak lalu menghentikkan langkahnya. "Cowok drama," cibirnya saat Louis kembali ke kamarnya untuk mengambil kunci.

Tak lama kemudian, cowok berambut coklat itu sudah berada di samping Bea dengan satu tangannya yang memegang sebuah kunci. Setelah itu, Louis berjalan menuju anak tangga yang disusul oleh Bea.

"Bea, kamu ga mau minum teh? Tante mau buatin, nih." Sebuah suara wanita paruh baya menyambut Bea saat ia melangkahkan kakinya di anak tangga terakhir.

Kepala gadis itu menoleh ke arah suara tersebut berasal, lalu melemparkan sebuah senyuman tipis. "Maaf banget tante, tapi aku buru-buru. Harus cepet pulang."

"Aku," cibir Louis yang berada di sebelahnya.

Mrs. Tomlinson hanya terkekeh mendengar cibiran anak cowoknya itu. "Ya udah, hati-hati ya kalian."

Louis hanya mengangguk, lalu menginstruksikan Bea untuk cepat-cepat mengikutinya.

***

Omg such a filler chapter but I promisethere will be a cute moment of them and... school dramas and stuff, ofc heheehe

anyway, 1d is taking a long break and it makes you all so sad, so am i. my score maybe would be nice without 1d, but without them my heart is empty. it's just so sad man. 


Sad Soul » ltTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang