004

5.3K 759 220
                                    

Aroma khas butiran-butiran hujan yang berjatuhan ke tanah itu seketika menyeruak masuk ke dalam hidung Bea saat gadis itu membuka pintu mobil Louis yang sudah berhenti beberapa detik lalu.

Baru saja gadis itu akan turun, namun sebuah tangan menarik pergelangannya. "Bea, gue lupa bawa payung, nih. Lo pake jaket gue aja ya, entar basah kuyup kalo ga pake apa-apa," kata Louis seraya ia melepaskan jaketnya yang berwarna abu-abu itu.

Bea menoleh, lalu menggelen pelan. "Kan, lo parkirnya ga jauh-jauh amat. Gue ga bakal basah kuyup kali." ujar Bea kembali, diiringi dengan kekehannya yang terdengar renyah.

"Kan ujannya deres banget. Entar lo masuk angin, trus lo pake tank top pula."

"Tapi, kalo gue yang pake jaket lo, entar yang ada lo yang basah kuyup."

Louis menghela napasnya. "Yaelah, udah. Pokoknya lo pake ini."

Tangan Bea mengulur untuk mengambil jaket milik Louis tersebut lalu memakainya. Di beberapa detik setelahnya, ia langsung turun dari mobil ketika sebuah tangan menggandeng tangannya. Mereka berdua berlari di antara tetesan-tetesan hujan yang mengguyur.

Ketika sampai di sebuah toko pakaian wanita bermerek dengan pintu kaca yang lebar, mereka berdua langsung masuk ke dalamnya.

"Selamat sore, apa ada yang bisa kami bantu?" salah seorang pegawai toko berambut pirang itu menyambut mereka dan mengumbar senyuman tipisnya.

"Bea, menurut lo yang bagus apaan?" tanya Louis tanpa sedikit pun menghiraukan pegawai tersebut, tipikal Louis.

"Sebenarnya, dengan senang hati saya akan membantu kalian. Kebetulan, kami memiliki barang baru yang─"

"Mba, diem dulu dong. Aku lagi ngomong sama temen," sela Louis dengan gemas. Cowok itu masih saja diam sampai akhirnya Bea membuka mulut. Sedangkan pegawai tersebut, hanya memasang tampang kesalnya.

Bea nampak berpikir, terdapat banyak jenis pakaian yang membuatnya ngiler. Mulai dari kemeja, kaos, celana pendek, rok, dan lain sebagainya. "Entar, gue liat-liat dulu," jawab Bea. Gadis itu mulai melangkahkan kakinya, sambil matanya memilah-milah pakaian yang bagus. "Cewek lo tipenya gimana, Lou?"

"Feminim, sih. Kayaknya."

"Bentar-bentar," kata Bea sambil tangannya bergerak untuk menggeser-geser pakaian yang terletak di hadapannya. Pilihan Bea jatuh di sebuah dress berwarna hitam bercorakkan bunga-bunga berwarna merah muda dan ungu berbalutkan cardigan berwarna abu-abu polos. Dengan segera, Bea menyerahkan dress tersebut ke Louis. "Gimana?"

"Iya tuh, bagus," ujar Louis. "Lo mau beli juga? Gue yang traktir deh, mumpung gue baik."

"Kayaknya ngga, deh."

"Oh, kalo gitu gue ke kasir bentar. Abis ini kita makan dulu, gue laper."

***

Setelah membeli hadiah, Louis mengajak Bea untuk makan sejenak di sebuah restoran cepat saji kesukaan Louis. Mereka berdua masuk ke dalam restoran tersebut. Bea menarik kursinya dan duduk, sedangkan Louis berlalu untuk memesan makanan. Louis tidak perlu bertanya pesanan Bea, karena cowok itu sudah hapal betul apa yang menjadi favorit Bea disini.

Tak lama kemudian, Louis sudah membawa sebuah nampan berisikan burger dan minuman soda lalu segera menyerahkannya kepada Bea.

Mereka sama sekali tidak memakan makanan mereka, melainkan hanya menatap satu sama lain dengan tatapan yang tidak bisa di deskripsikan. Tidak ada satu pun dari mereka yang memulai percakapan.

"Anjing," pada akhirnya Louis yang memulai percakapan, walaupun di awali dengan umpatan.

Bea tersadar. "Mulut lo liar."

"Lo ngapain liatin gue jir," sambar Louis. "Gue ganteng, ya?"

Tangan Bea mengulur untuk mengambil burger lalu membuka bungkusnya, dengan lahap ia memakan burger tersebut sambil menatap ke arah luar. Hujan masih saja turun dengan derasnya, belum ada tanda-tanda akan reda.

"Burgernya enak ya, sayang."

"Iya, enak. Apalagi di bayarin." Namun setelahnya, Bea terkesiap. Sorot matanya seakan menerkam Louis dari jarak jauh. "Louis, jijik. Sumpah."

"Lo gemesin pas cemberut." Louis terkekeh kemudian sebelah tangannya bergerak untuk mendekati pipi Bea, mencubitnya.

"Louis!! Gue sariawan."

Lagi-lagi cowok berambut coklat itu hanya terkekeh. "Muka lo kayak nenek lampir. Serem."

"Tadi lo bilang gue gemesin, sekarang gu─"

"Louis!" panggil sebuah suara dengan ceria, membuat perkataan Bea terputus. "Tadi, aku nelpon kamu. Tapi ngga di angkat-angkat. Taunya kamu disini."

Bea hanya tersenyum kecut melihat kelakuan gadis yang berada di hadapannya itu.

"Iya, tadi aku nemenin Bea cari baju," jelas Louis, tentunya ia memutar balikkan fakta. "Kamu sendirian kesini?"

Hah. Belum pacaran saja sudah memakai aku-kamu, hal tersebut membuat Bea benar-benar muak dengan apa yang terjadi di hadapannya saat ini. Lagipula, gadis yang sedang mengobrol dengan Louis itu benar-benar menyebalkan dan terkesan sok imut.

"Oh iya, aku belum kenalin kamu ke sahabat aku," ujar Louis sambil tersenyum ke arah gadis yang berada di sampingnya itu.

Diam-diam, Bea memutarkan bola matanya.

"Bea, ini Haley. Haley, ini Bea." Louis memperkenalkan dua gadis tersebut dengan singkat.

Sebuah senyuman yang terkesan terpaksa merekah di bibir Bea, gadis itu melempar senyuman ke arah Haley. Sebenarnya, ia sama sekali tidak ikhlas. "Beatrix Maguire."

"Haley Miller, seneng bisa kenalan sama kaka," paparnya sambil mengulas senyum.

"Gue juga." Cih, Bea berbohong.

"Oh, masalah tadi, aku nelpon kamu buat minta temenin cari gaun. Kamu bisa ga?"

"Bisa, bisa."

Mulut Bea bungkam. Andai saja saat ini ia bisa menutup telinganya dengan earphone lalu memasang volume ternyaring agar tidak dapat mendengar percakapan dua orang di hadapannya. Keberadaan Haley benar-benar mengganggu.

Bea membuang muka dari dua orang yang berada di hadapannya, sikunya menumpuk di meja untuk bertopang dagu. Matanya memicing ke arah langit yang berselimutkan awan abu-abu, di tambah dengan gemercik air yang turun deras dari atas langit sana. Suara ribuan air yang jatuh ke tanah itu seakan benar-benar jelas.

"Bea, kita temenin Haley cari dress, ya."

Kedua telinga Bea menangkap suara Louis di tambah dengan perkataannya yang menyebalkan itu. "Mageeeeeer," rengek Bea.

Louis mendesah malas. "Bea."

"Gue males, Louis. Lagian kalian mau gue jadi obat nyamuk? Engga, kan?"

Louis melirik Haley. "Aku anter temen aku pulang dulu, ya. Entar kita cari dress buat kamu, gimana?"

"Terserah aja."

Telinga Bea benar-benar panas saat mendengar perkataan Haley yang terkesan sangat menyebalkan dan seakan-akan tidak menyukai keberadaan Bea disini. Kalau saja telinga bisa mengeluarkan asap, mungkin telinga Bea sudah hampir terbakar karena kesal.

***

Emangnya enak jadi obat nyamuk?

Engga. Btw elle fanning as haley aka si adek kelas :3

Sad Soul » ltTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang