21

74.2K 3.6K 64
                                    

Seriusan deh aku males ngedit. Jadi kalo ada typo atau hal menjanggal lainnya yang harap maklum aja dah. Part ini POVnya Devan yaa.

Kiss kiss.
 
 
 
***
 
 
 
Aku memakirkan mobilku di garasi rumah. Kebetulan atau lebih tepat sialnya hari ini Gavin maunya tidur bareng kakek neneknya. Jadi mau gak mau aku juga harus menginap disini malam ini dan siap-siap kena marah layaknya anak remaja labil.

"Kamu ini kebiasaan suka kabur tiba-tiba. Kamu sendiri tau kan kemarin itu acara 7 bulanan adik kamu sendiri." Bunda tiba-tiba mencubit lenganku. Meskipun umur makin bertambah tapi cubitannya gak pernah melemah sedikitpun.

"Ya udah, aku minta maaf." Jawabku cuek.

"Nggak semudah itu minta maaf, Dev. Kamu terlalu tua buat bertingkah laku seperti anak-anak." Bunda mencubitku lagi. "Waktu pas acara nikahan kamu kabur. Terus kemarin pun kamu kabur. Nah, sekarang apa lagi rencana kabur kamu?"

Aku mendesah. "Kenapa Bunda yang ribut sih? Windy aja gak marah."

"Windy memang sudah maklum sama kamu. Tapi Bunda gak bisa terus biarin sikap kamu ini."

Aku memegang kedua bahu Bunda. Menatapnya lembut. "Bunda, i'm so tired right now. Jadi pembahasan ini kita tunda dulu ya." Tanpa permisi aku langsung pergi naik ke atas. Mengacuhkan Bunda yang berulang kali teriak memanggil namaku.

Aku merebahkan tubuhku di atas ranjang. Sebenarnya lelah yang kumaksud tadi bukan untuk kondisi badan. Tapi pikiran. Sejak di perjalanan tadi aku terus memikirkan ucapan Mita. Dia, dan si pria yang 'gak penting' itu.

Berulang kali aku coba membuang semua apapun yang berhubungan dengan pria yang bernama Dion itu. Bagiku yang terpenting adalah mendapatkan hati Mita. Itu aja. Tapi ternyata aku salah. Percuma aja kalau aku bisa membuat Mita jatuh cinta denganku tapi masih ada pria itu disampingnya. Aku benci mengakuinya, tapi dia memang punya kuasa kuat di hidup Mita. Mungkin kalau ini perkara fisik, harta, atau pun jabatan, aku pasti lebih unggul. Tapi soal siapa yang ada di hati Mita, posisi pria itu masih ada di atasku.

Aku bergegas turun saat salah satu pembantu memintaku untuk makan malam. Di meja makan cuma ada Ayah, Bunda, dan Gavin. Sedangkan Katya entah ada dimana dia sekarang. Mungkin nyangkut di got tetangga.

Suasana meja makan berlangsung seperti biasa. Obrolan ringan diselingi candaan buat Gavin tentunya. Saat Gavin mulai pergi ke kamar, barulah pembicaraan tentang kehidupan pribadiku dibahas.

"Kamu udah mulai kurangi ngerokok kan?" Tanya Bunda.

"Hmm." Jawabku sambil mengangguk malas.

"Siapa calon istri kamu sekarang, Dev?" Tanya Ayah. Ha! Another annoying question.

"Gak usahkan calon istri. Pacar juga belum jelas." Jawabku.

"Jangan bilang kamu masih suka gonta ganti pacar?" Sekarang Bunda ikut nyambung. Itulah sebabnya aku benci makan malam bareng orang tua. Pertanyaan mereka terlalu basi.

Aku tersenyum lebar meskipun terpaksa. "Tenang aja Bundaku sayang. Aku jomblo sekarang."

Bunda mendengus. "Jomblo sih jomblo. Tapi ada aja perempuan yang bolak balik masuk apartemen."

"Ooh, jadi kamu masih suka main perempuan?" Ayah balik bersuara. Astaga, kenapa aku hobi banget disudutkan hah?

"Jawab, Devan!"

"Enggak, Ayah. Astaghfirullah... bisa gila gue lama-lama." Aku mengacak-acak rambutku sendiri. Apa rumah ini bener-bener gak paham aku lagi banyak pikiran?

Hold Me CloserWhere stories live. Discover now