Bagian 2

11.7K 356 12
                                    

Huh... Menjadi seorang siswa SMA sungguhlah sulit dijalankan. Tak semua waktu yang kita punya untuk bersenang-senang seperti apa yang orang-orang pikirkan. Banyak orang yang beranggapan bahwa masa SMA adalah masa paling menyenangkan, tetapi tak sedemikian rupa.

Masa SMA adalah masa dimana tugas harus diselesaikan, kalau tidak, tugas yang diberikan akan 2x lipat lebih banyak. Bukan hanya itu, problematika anak SMA selain itu adalah keterbatasan dalam mengontrol emosi. Banyak anak SMA yang memiliki pikiran yang pendek, sebagai contoh: Anak SMA yang masih tergolong ABG, ketika mereka putus cinta atau patah hati, pikiran mereka selalu berakhir tragis seperti bunuh diri, kabur dari rumah, dan lain-lain. Ada juga anak SMA yang terlalu ABG, sampai-sampai sudah punya anak sebelum punya ijazah SMA -_-

Tapi, aku beruntung memiliki Nico, dia selalu mengontrol emosiku. Tak seperti yang teman-temanku ceritakan, bahwa kakak laki-laki suka membentak ketika menceramahi adiknya, Nico selalu membelai rambutku dan bahkan mencium pipiku ketika menceramahiku, terkadang dia berbisik ketika menceramahiku, seperti yang ia lakukan malam ini.

❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤

Aku tahu ini sudah jam malam dan tidak baik bagi seorang gadis untuk berpergian seorang diri, tetapi mau bagaimana lagi, ini adalah hari ulang tahun sahabatku yang ke-17. Mau tidak mau aku harus berbohong kepada ayah dan bundaku. Aku melangkah kecil agar suara kakiku tak terdengar oleh siapapun tetapi, nasib buruk menghadangku, Nico keluar dari kamarnya dan menghadangku. Aku memutar mataku dan mendorongnya, tetapi iya tetap teguh berdiri di depanku deng kaos oblong dan rambutnya yang acak-acakan.

"Mau kemana sih? Ini udah malem sunny, nanti kalo ada apa-apa gimana? Siapa yang paling khawatir?" Tanya Nico begitu halus, suara Nico begitu merdu hingga aku luluh akan perkataannya. Aku menunduk dan tak bisa menjawab apa-apa. Aku tahu jika terjadi sesuatu padaku Nicolah yang paling khawatir.

"Tapi kak, ini ulang tahun Viona yang ke-17, aku gak mau mengecewakannya" jawabku dengan nada yang merengek.

Nico terdiam dan menggit bibirnya, aku tahu Nico sedang memikirkan sesuatu agar aku bisa pergi.

"Hmmm... gini deh gimana kalo kakak ikut menghadiri pestanya, ya.. anggap aja kakak adalah tamu tambahan, Viona pasti mengerti, kenapa kamu datang sama kakak, lagi pula ini jam kosong kakak, daripada kakak baca komik dan membiarkan kamu pergi sendirian, lebih baik jagain kamu sambil malam mingguan sama kamu. Gimana??" Kata Nico dengan mata yang bersinar, berharap aku setuju dengan usul ini.

Benar apa kata Nico, ada baiknya aku pergi bersama dia. Malam mingguan terisi pergi ke pesta juga terisi, ada yang jagain tanpa memikirkan Nico khawatir dirumah. Aku setuju dengan usul Nico dan mengagukan kepalaku padanya.

"Tapi, kakak gak akan pergi dengan baju kaos oblong dan rambut acak-acakan kaia singa ini kan?" Tanyaku dengan pandangan yang menyeringai ke arah Nico. Nico membelai rambutku dan mengelus pipiku, dan langsung menciumku. Aku mendengarkan dia berbisik kata "Tidak" suaranya merdu aku seakan merasa di bawah gemericikan air sungai. Lembut mengalir.

Nico membalikan badannya dan pergi ke kamarnya untuk bersiap-siap. 15 menit aku menunggu di depan kamarku, akhirnya Nico muncul juga dari kamarnya, kaos yang rapi dan sisiran rambut khasnya. Tangannya menggandeng jaket kain hijau lumut kesukaannya. Dia berjalan melewatiku dan memberikan tanda agar aku mengikutinya.

Kami menuruni tangga untuk meminta izin pada ayah dan bunda. Ayah dan bunda yang dari tadi sibuk dengan laptopnya melihat kearah kami yang sedang menuruni tangga hanya sekejap mata dan kembali lagi ke laptop masing-masing. Setelah kami berada dibawah ujung tangga ayah melihat kami dan mengangkat kaca matanya menyandarkan diri pada kursi.

My Brother, My EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang