one

375 26 1
                                    

Late summer. It's almost 11 PM. Aku berjalan menaiki tangga menuju rooftop flatku. Tangan kananku menggenggam cup kopi yang masih panas. Sebatang rokok yang belum sempat dinyalakan terselip di bibirku.

Akhirnya aku berada di rooftop. Suasana di sini sangat temaram dan hanya ada satu lampu penerangan di sudutnya. Cahaya yang berasal dari jalanan dan bangunan kota London terlihat sangat indah dari atas sini.

Aku baru saja bermaksud akan melangkah menuju tepi rooftop ketika samar-samar aku melihat seseorang sedang berdiri di sana. Aku memicingkan mataku agar dapat melihat dengan lebih jelas.

 Aku memicingkan mataku agar dapat melihat dengan lebih jelas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seorang gadis. Rambut sebahu lurus jet black-nya berayun dimainkan angin malam. Kepalanya tertunduk menatap ke bawah gedung. Dia mengenakan dress lengan panjang selutut berwarna putih, ditambah sepasang sepatu boots hitam.

Aku menduga-duga dalam hati apa yang sedang dilakukan gadis tersebut. Apa dia bermaksud terjun dari atas sini?

Aku berjalan pelan dan berusaha tidak membuat suara. Jarakku dan gadis itu hanya tinggal sepuluh langkah lagi. Aku mengamati punggungnya beberapa saat sebelum akhirnya bicara.

"Kau tidak bermaksud melompat dari sana kan?"

Gadis itu terlompat sedikit karena kaget. Dia mengangkat kepalanya tapi masih enggan membalikkan tubuhnya.

"Kalau ingin bunuh diri dari atas sini, itu sia-sia. Bangunan ini tidak cukup tinggi untuk membuatmu mati seketika." Tambahku.

Gadis itu masih terdiam di tempatnya.

"Mau kopi?" Tawarku akhirnya.

Pelan-pelan gadis itu membalikkan tubuhnya dan akhirnya aku bisa melihat wajahnya di bawah penerangan yang minim. Dia tidak memiliki wajah seperti gadis yang biasa aku temui di manapun. Postur tubuhnya mungil, dengan mata kecil sendu tapi sarat dengan imajinasi dan misteri yang tak bisa aku mengerti. Wajahnya adalah jenis yang tak akan bisa dilupakan begitu saja. Bibir mungil penuhnya teroles lipstik warna peach. Diam-diam aku membayangkan bagaimana rasanya mengecup bibir itu.

Aku tersadar telah terpaku menatap wajahnya. Merasa malu, aku menundukkan kepalaku sedikit. Tanpa kuduga, gadis itu berjalan mendekatiku. Kini dia hanya berjarak beberapa cm dari tubuhku. Bau bunga daisy tercium dari tubuhnya.

"Aku tidak suka kopi. Tapi bolehkah aku meminta rokokmu ini?" Lalu dia mengambil rokok yang terselip di bibirku.

Rokok tersebut langsung diselipkan ke bibirnya. Tangannya menengadah ke arahku. Aku mengerti dan langsung merogoh sakuku untuk mencari pemantik. Dia menerima pemantik tersebut dan langsung menyalakan rokok tadi.

Gadis itu menghisap rokok yang terselip diantara jari-jarinya dalam-dalam dan menghembuskan asapnya ke wajahku. Aku masih diam dan terus menatapnya. Berusaha menebak apa yang ada dipikirannya.

"Bibirmu masih terasa kopi." Komentarnya sambil tersenyum. Tanpa kusadari, aku ikut tersenyum. Lalu dia kembali menghisap rokok ditangannya.

Tanpa kuduga, dia memberikan kembali rokok tersebut padaku. "Aku kembalikan. Thanks."

Muse (h.s) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang