𝟖. 𝐋𝐢𝐦𝐢𝐭𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧

84 20 7
                                        

_

■■■

Alamak! Gambar ini tidak mengikut garis panduan kandungan kami. Untuk meneruskan penerbitan, sila buang atau muat naik gambar lain.

■■■

"Sial! Anak tak berguna!" Thobias masuk ke dalam kamarnya sambil melempar jasnya ke tempat tidur sembarangan.

Marie yang duduk di sofa sambil membaca majalah mengerjap lalu segera menghampiri sang suami. "Ada apa??"

Thobias menarik rambut Marie sampai kepalanya mendongak, wanita seusianya itu memekik kesakitan. "Kamu membaca majalah dengan santai di sini tanpa merasa curiga ada yang tidak beres dengan jalang kecil itu?!"

Marie berusaha melepaskan tangan suaminya dari rambutnya, dia terkadang menjadi sasaran kekerasan dari Thobias jika berkaitan dengan Ruby, makanya dia sangat membenci perempuan itu.

"Apa yang terjadi?? Apa Ruby membuat kesalahan?? Si jalang kecil itu memang selalu membuat masalah, tapi jangan lampiaskan padaku juga!" Marie mencoba mendorong tubuhnya, tapi Thobias tidak melepaskannya.

"Karena kamu ibunya juga! Seorang ibu harus berhasil mendidik anak perempuannya! Tadi di ruang tamu dia makan seperti seekor babi! Dan ternyata identitasnya sudah terungkap!"

Thobias marah dengan menggebu-gebu, giginya berderit saking kesalnya dengan bola mata yang hampir keluar.

Marie mencekal kedua pundak suaminya dengan emosi yang sama besarnya. "Sudah kubilang dari dulu sejak dia masih bayi, bunuh saja anak itu! Dan fokus merawat anak kita! Dia memiliki darah jalang, sudah besar pasti akan menjadi seorang penggoda dan wanita murahan sama seperti ibunya! Untuk apa mempertahankan dia selama ini?!"

Thobias mendorong Marie lalu mengusap rambutnya secara kasar, berusaha mengendalikan emosinya tanpa memiliki jawaban untuk perkataan istrinya.

"Di mana anak itu sekarang?? Biar kupukul kepalanya sampai gegar otak!"

"Jangan berani membuatnya cacat!" Thobias menunjuk Marie dengan penuh emosi.

Marie mengalihkan wajahnya dengan napas yang sama memburunya, lalu menatapnya lagi. "Lalu bagaimana? Victor tetap mau menikahinya atau tidak?"

"Aku tidak tahu apa yang sedang direncanakan iblis rendahan itu sekarang, sebelumnya dia sempat memutus aliran dana donasi perusahaan ke yayasan amalku, beruntung aku berhasil membuat ayahnya meyakinkan putranya agar kembali menyalurkan dana perusahaan ke yayasanku lagi."

Nada bicara Thobias perlahan merendah dengan napas yang berangsur-angsur lebih tenang, lalu dia mengepalkan kedua tangannya di depan dada sambil memejamkan matanya.

"Dan aku yakin... Tuhan tahu aku selalu berbuat kebaikan dan mensejahterakan banyak orang, setiap masalah yang kualami akan diperbaiki oleh Tuhan sendiri."

Kemudian Thobias membuka kedua matanya, menatap istrinya dengan kedua tangan yang masih terkepal di depan dada. "Kita serahkan saja pada Tuhan tanpa melakukan tindakan apa pun."

Anda telah sampai ke penghujung bahagian yang diterbitkan.

⏰ Kemaskini terakhir: 2 days ago ⏰

Tambah cerita ini di Pustaka anda bagi pemberitahuan tentang bahagian baharu!

The Crow's OathTempat di mana cerita hidup. Terokai sekarang