Bab 4

2 2 8
                                        


Bian bangun dengan mata perih dan kepala berat.

Dia hampir tidak tidur semalam—terus memikirkan cerita itu, Hakan, dan semua implikasinya yang menakutkan.

Jam menunjukkan 9:47 pagi.

Hape-nya sudah berdering beberapa kali—alarm yang dia set tapi terus dia snooze.

Dia meraih hape dengan malas, mengecek notifikasi.

Ada beberapa pesan.

Hakan (7:23 AM):

"Good morning! Semoga tidur nyenyak semalam 😊"

Hakan (8:15 AM):

"Btw aku udah edit foto kemarin, hasilnya bagus banget! Mau aku kirim?"

Hakan (9:30 AM):

"Kamu masih tidur ya? Hehe sorry kalau ganggu. Take your time aja!"

Bian menatap pesan-pesan itu.

Hakan. Selalu ceria. Selalu perhatian.

Persis seperti Hakan di cerita.

Dadanya terasa sesak lagi.

Dia harus mulai investigate—pelan-pelan, subtle—untuk memastikan apakah cerita itu benar-benar terjadi atau hanya kebetulan gila.

Dengan tangan gemetar, dia mengetik balasan.

Bian:

"Pagi. Maaf baru bangun. Boleh, kirim aja fotonya"

Balasan datang hampir instant.

Hakan:

"Siapp! Tunggu sebentar ya"

Beberapa detik kemudian, foto-foto masuk.

Bian membukanya satu per satu.

Foto pertama: dia duduk di batu di Dago Pakar, menatap kota Bandung di bawah. Lighting-nya sempurna—soft, warm, bikin dia terlihat... damai. Tidak seperti dirinya yang biasa terlihat lelah dan kacau.

Foto kedua: dia melihat ke kamera—tangkapan saat Hakan bilang "now look at me". Ekspresinya natural, sedikit surprise, tapi ada... sesuatu di matanya. Vulnerability? Curiosity?

Foto ketiga: candid—dia lagi lihat pohon, angin menggerakkan rambutnya sedikit. Komposisinya artistik, seperti poster film indie.

"Kamu beneran photogenic," komen Bian dalam hati, mengulang kata-kata Hakan kemarin.

Hakan:

"Gimana? Suka gak? Kalau mau aku print buat kamu, gratis!"

Bian:

"...bagus. Kamu jago"

Hakan:

"Hehe makasih! Tapi objeknya juga bagus sih 😊"

Bian merasakan wajahnya sedikit memanas.

Dia menggelengkan kepala cepat.

No. Jangan. Ini bukan apa-apa.

Hakan cuma... cuma being nice. Complimenting his work. Nothing more.

Bian:

"Hakan, boleh tanya sesuatu?"

Hakan:

"Sure! Apa?"

Ini dia. Bian mengambil napas dalam.

Dia harus mulai menanyakan detail-detail dari cerita—hal-hal yang belum dia tahu tentang Hakan untuk memastikan apakah match atau tidak.

Tapi harus natural. Tidak bisa terlalu direct.

Error ScriptWhere stories live. Discover now