Tiga hari setelah malam di jembatan.
Bian duduk di depan laptop-nya, menatap layar yang udah kebuka sejam tapi kursor masih berkedip di kanvas kosong.
Proyek desain. Tenggat waktunya besok. Dan dia belum mulai apa-apa.
Hape-nya bunyi—notifikasi email.
Dia buka, sudah tahu apa isinya.
Subjek: Pengingat - Pembayaran Sewa Tertunggak
Dari pemilik kos. Lagi.
Sewa bulan ini telat dua minggu. Ditambah bulan lalu yang dia janjikan bakal dicicil—belum dibayar juga.
Bian menutup email itu tanpa membalas.
Dia buka aplikasi mobile banking—saldo: Rp 247.000.
Sewa kos: Rp 1.200.000 per bulan.
Utang warung: Rp 300.000-an.
Tagihan listrik: Rp 150.000.
Proyek desain yang harusnya dibayar minggu lalu? Klien-nya menghilang. Sudah di-read, tidak dibalas. Proyek selesai, tapi pembayaran entah kapan.
Bian bersandar, menatap plafon kamar yang retak.
Ini bukan pertama kali. Dan mungkin bukan yang terakhir.
Hidup freelance, kata mereka. Kebebasan, kata mereka.
Yang tidak mereka bilang: kecemasan konstan. Ketidakpastian. Perasaan tenggelam perlahan sementara semua orang di sekitarmu terlihat baik-baik saja.
FLASHBACK - 2 MINGGU SEBELUM JEMBATAN:
Bian duduk di depan laptop, video call dengan orang tuanya di Jakarta.
"Bian, kamu yakin gak mau pulang saja? Papa bisa carikan pekerjaan di Jakarta. Teman Papa ada yang buka lowongan di perusahaan—"
"Aku gak mau kerja kantoran, Pa."
"Tapi kamu lihat sendiri kan, freelance itu tidak stabil. Sudah berapa kali kamu telat bayar kos? Mama khawatir—"
"Aku baik-baik saja."
"Bian—"
"Ma, aku bisa menangani ini. Tolong, percaya saja sama aku."
Hening.
"Baik. Tapi kalau kamu butuh bantuan—"
"Aku tidak butuh."
Bohong. Dia butuh bantuan. Sangat.
Tapi dia tidak mau jadi beban. Lagi.
Adiknya baru masuk kuliah—biaya kuliah mahal. Orang tuanya sudah berjuang. Terakhir kali Bian minta bantuan (setahun lalu, waktu dia sakit dan tidak bisa bekerja sebulan), dia melihat kekhawatiran di mata mereka. Stres mereka.
Dia tidak bisa melakukan itu lagi.
"Oke, Bian. Tapi Papa transfer sedikit ya, untuk makan—"
"Tidak usah, Pa. Aku ada proyek baru, bayarannya lumayan. Aku baik-baik saja."
Bohong lagi.
Setelah panggilan berakhir, Bian hanya duduk di sana dalam gelap, cahaya laptop satu-satunya penerangan.
Dia merasa... kosong.
FLASHBACK - 1 MINGGU SEBELUM JEMBATAN:
Pertemuan klien via Zoom.
"Jadi, Bian, desainnya sudah bagus sih. Tapi bisa tidak kamu revisi bagian ini? Sama ini. Oh, dan warnanya terlalu mencolok, bikin lebih lembut. Dan fontnya kurang modern."
YOU ARE READING
Error Script
Short StoryBian, seorang desainer grafis yang sedang dihimpit kegagalan dan utang, berdiri di pinggir jembatan penyeberangan Dago. Saat ia hendak mengakhiri segalanya, seorang pria mabuk bernama Hakan menyelamatkannya-hampir membuat dirinya sendiri tewas. Pert...
