"Ini gak make sense," Bian mengacak rambutnya, frustrasi. "Aku... aku COWOK. Aku straight. Hakan juga... dia juga cowok!"
Di cerita, ini straight romance. Cowok cinta cewek.
Tapi di real life, ini jadi... apa?
Gay relationship?
"No no no no," Bian berdiri, mulai mondar-mandir di kamar sempit. "This is insane. Ini gak mungkin."
Tapi pikirannya keep going back.
Ke cara Hakan menatapnya kadang—lembut, perhatian.
Ke cara Hakan selalu mau spend time dengannya.
Ke cara Hakan peduli—terlalu peduli untuk "just friends".
"Gak," Bian menggeleng keras. "Itu cuma karena dia orang baik. He's just nice. Doesn't mean anything."
Tapi...
Kalau cerita ini nyata...
Maka Hakan AKAN jatuh cinta padanya.
Dan Bian...
Bian supposed to apa?
Dia menatap cermin kecil di kamarnya—wajahnya pucat, mata melebar, rambut berantakan.
"Aku straight," katanya keras, seakan meyakinkan diri sendiri. "Aku... aku gak pernah suka cowok. Gak pernah. Aku..."
Tapi kemudian ingatannya melayang.
Ke hari ini. Ke Dago Pakar.
Ke cara jantungnya sedikit lebih cepat saat Hakan senyum ke dia.
Ke cara dia merasa hangat saat mereka naik motor—Bian memeluk pinggang Hakan dari belakang.
Ke cara dia merasa... aman. Comfortable. Happy around Hakan.
"Gak," bisik Bian, denying hard. "That's just... that's just because he's nice to me. Because I'm lonely. Doesn't mean I LIKE him like that."
Tapi bagian kecil di otaknya bisik: "Are you sure?"
"Yes!" jawab Bian keras ke dirinya sendiri. "Yes, I'm sure! Aku straight!"
Dia duduk lagi, meraih laptop, staring at the story.
At Hakan's confession scene.
"'Aira... aku cinta kamu.'"
Dan kalau ini terjadi...
Kalau Hakan beneran bilang itu ke dia...
Bian supposed to react gimana?
Accept? Tolak?
"Kalau aku tolak, dia bakal..." Bian scroll ke ending. "Dia bakal suffer. Heartbreak. Sacrifice everything tapi gak dapet apa-apa."
Guilt mulai mencekik.
"Tapi kalau aku... kalau aku accept..."
Dia gak bisa bayangkan itu.
Dia dan Hakan. Together. Romantically.
Two men.
"Aku gak bisa," bisik Bian, panic rising. "Aku gak... aku bukan... aku gak bisa jadi gay."
Tapi pikirannya cruel, mengingatkan: "Di cerita, Aira juga gak bisa cinta Hakan balik. That's why it's tragedy."
"Jadi aku..." Bian menatap layar dengan horror. "Jadi aku condemned to re-enact this? Gak peduli aku mau atau gak?"
Dan suddenly, weight of the situation crashed down.
Ini bukan cuma tentang "cerita jadi kenyataan".
Ini tentang identity-nya. Sexuality-nya. Choice-nya.
YOU ARE READING
Error Script
Short StoryBian, seorang desainer grafis yang sedang dihimpit kegagalan dan utang, berdiri di pinggir jembatan penyeberangan Dago. Saat ia hendak mengakhiri segalanya, seorang pria mabuk bernama Hakan menyelamatkannya-hampir membuat dirinya sendiri tewas. Pert...
Bab 3
Start from the beginning
