Hape-nya bunyi.

Hakan:

"Btw dress code-nya santai aja ya. It's literally warung pinggir jalan wkwk. Gausah formal 😄"

Bian menatap pesan itu, lalu menatap tumpukan baju di lantai.

Semua kaos lusuh dan jeans yang sama.

Ya, dia tidak punya dress code selain "santai" anyway.

Dia balas:

Bian:

"Oke"

Hakan:

"See you soon! 😊"

Bian menaruh hape-nya, berdiri, dan mulai sedikit merapikan diri—ganti kaos yang agak bersihan, cuci muka, sisir rambut (setengah hati).

Dia menatap cermin kecil di kamar.

Lingkaran hitam di bawah matanya masih jelas. Wajahnya pucat. Rambut berantakan meski sudah disisir.

He looks tired.

Well, karena memang dia tired.

Tapi setidaknya... setidaknya dia masih hidup untuk terlihat tired.

Progress, mungkin?

Dia ambil jaket, dompet (yang isinya tipis), dan hape.

Keluar menuju alamat yang Hakan kirim.

🩶

Bian jalan kaki dari Cisitu ke Jl. Cibadak—sekitar 20 menit jalan santai.

Bandung sore hari mulai ramai—mahasiswa pulang kuliah, pekerja pulang kantor, jalanan mulai macet.

Dia melewati kampus, melewati kos-kosan lain, melewati warung-warung kecil yang mulai buka untuk makan malam.

Pikirannya melayang.

Kenapa dia setuju datang sih?

Dia bahkan tidak terlalu kenal Hakan. Mereka baru ketemu—berapa—dua kali? Malam di jembatan dan tadi siang di warung.

Tapi entah kenapa rasanya seperti... lebih lama.

Mungkin karena mereka bertemu di momen paling vulnerable Bian. Mungkin karena Hakan melihat sisi tergelap dia dan tidak lari. Mungkin karena—

Hape-nya bunyi lagi.

Hakan:

"Udah otw? Aku udah sampe duluan nih, dapet tempat duduk bagus di pojok 😄"

Bian:

"Iya, bentar lagi sampe"

Hakan:

"Take your time! Gausah buru-buru, jalan pelan aja 😊"

Bian memasukkan hape-nya kembali ke kantong, mempercepat langkah sedikit.

Entah kenapa dia merasa... nervous?

Ini cuma makan bakso. Bukan date. Bukan apa-apa.

Cuma... dua orang freelancer yang struggling, makan bareng.

Normal.

Totally normal.

Kenapa jantungnya agak cepat?

Dia menggelengkan kepala, mencoba mengusir pikiran aneh itu.

🩶

Bian sampai di Bakso Gajah sekitar jam 6 lewat sedikit.

Tempatnya persis seperti yang Hakan bilang—warung pinggir jalan, sederhana, dengan meja-meja plastik dan payung besar. Cukup ramai dengan pelanggan—mostly mahasiswa dan keluarga kecil.

Error ScriptWhere stories live. Discover now