Aneh.
🩶
Sekitar jam 1 siang, warung mulai sepi lagi—mahasiswa pada balik ke kos atau kampus.
"Wah, udah jam 13.12 nih," Hakan berkomentar, melirik jam tangannya. "Kamu ada rencana sore ini?"
"...Harusnya kerja di proyek itu."
"Right, yang stuck. Good luck ya!" Hakan mulai berkemas, memasukkan hape dan dompetnya ke kantong. "Kalau butuh break atau mau brainstorming, kabarin aku aja."
"...Oke."
Mereka berdiri, membereskan meja. Hakan yang bayar es teh tambahan tadi, meski Bian sudah protes berkali-kali.
Saat mereka berjalan keluar warung bersama, Hakan tiba-tiba bicara:
"Eh, pertanyaan random—kamu suka bakso?"
Bian menoleh. "...Suka, kenapa?"
"Ada tempat bakso enak banget deket kos aku. Bakso Gajah namanya. Aku sering makan disana—baksonya gede, kuahnya mantep, harga oke." Hakan berhenti, tangannya main-main dengan tali tas kamera—gerakan nervous yang mulai familiar buat Bian. "Aku kepikiran mau kesana buat makan malam nanti. Mau ikut? Aku traktir—anggap aja sebagai terima kasih karena kamu udah nyelamatin aku malam itu."
Insting pertama Bian adalah mengatakan tidak.
Dia tidak biasa dengan hal-hal sosial spontan. Dia butuh waktu untuk persiapan mental. Dia lebih suka sendiri, aman di kamar kosnya, tidak perlu interact dengan siapapun.
Tapi...
Dia melihat Hakan—ekspresi hopeful tapi juga siap untuk ditolak. Tidak ada tekanan. Tidak ada agenda tersembunyi. Hanya... tawaran tulus dari seseorang yang peduli.
Dan Bian menyadari: dia tidak mau sendirian malam ini.
Tidak lagi.
"...Oke."
Wajah Hakan langsung bersinar—senyum lebar yang tulus. "Serius? Wah, oke! Eh, aku kirim alamatnya ya via chat?"
"...Oke."
"Jam 6? Atau jam 7 kalau kamu butuh waktu lebih lama buat kerja?"
"Jam 6 tidak apa-apa."
"Perfect!"
Mereka berdiri canggung di trotoar sebentar.
"Oke, sampai ketemu jam 6 ya! Jangan lupa makan snack dulu kalau lapar, jangan nunggu sampe jam 6 baru makan." Hakan melambaikan tangan, mulai berjalan ke arah Dago.
"...Sampai nanti."
Bian berjalan ke arah berlawanan, menuju Cisitu.
Angin sore Bandung bertiup—dingin tapi tidak sedingin malam di jembatan.
🩶
Bian sampai di kos sekitar jam 13.37.
Kamarnya masih berantakan—laptop masih terbuka dengan file Photoshop yang blank, baju berserakan, piring mie instan kemarin di meja.
Dia menatap laptop itu.
Proyek desain. Deadline besok.
Dia harus kerja.
Tapi...
Dia duduk, membuka file itu, menatap kanvas kosong.
Sepuluh menit lewat. Tidak ada yang terjadi.
Otak-nya masih blank. Tangan-nya tidak bergerak.
Dia menghela napas panjang, menutup laptop.
Not today. Mungkin nanti malam setelah makan. Mungkin besok pagi sebelum deadline. Mungkin—
ESTÁS LEYENDO
Error Script
Historia CortaBian, seorang desainer grafis yang sedang dihimpit kegagalan dan utang, berdiri di pinggir jembatan penyeberangan Dago. Saat ia hendak mengakhiri segalanya, seorang pria mabuk bernama Hakan menyelamatkannya-hampir membuat dirinya sendiri tewas. Pert...
