Save.

Dia stare at the contact. Profile picture kosong—just grey silhouette default.

Chat screen blank. Cursor blinking.

Mau ngomong apa?

"Hai, aku orangnya yang kamu halangin bunuh diri kemarin. Thanks?"

Gak. Definitely gak.

Bian hapus lagi nomor itu.

Dia lock HP-nya.

Meskipun di simpen he doesn't know if he'll use it. Probably not. He's not good at reaching out. Never has been.

Tapi Bian gak merasa, having that option—knowing someone out there cares, even a little, even a stranger—

It helps.

A little.

He puts the phone down. Stares at the ceiling again.

🩶

Sekitar jam 2 siang.

Bian finally keluar dari kamar—forced himself to shower, eat instant noodles, exist minimally.

Dia duduk di kamar lagi, laptop terbuka, pretending to work on design project yang deadlinenya minggu depan.

HP-nya bunyi.

Unknown number.

Bian frown. Biasanya unknown number itu spam atau marketing.

Tapi something makes him open it.

Unknown Number:

"Hai Bian, ini Hakan. Yang kemarin malem."

Bian's heart skips.

"Maaf ya aku text tiba-tiba. Aku... aku cuma mau mastiin kamu oke. Kamu sampai rumah dengan selamat kan kemarin? Tidur cukup?"

Bian stare at the message.

How did he—

Oh. Kartu nama. Hakan kasih kartu nama ke dia, which means... Hakan expecting Bian yang bakal reach out first.

Tapi sekarang Hakan yang text duluan.

Which means... Hakan somehow dapet nomornya.

Instagram? Maybe. Or...

Actually, forget it. Too much thinking.

Yang penting: Hakan reach out. Checking on him.

Bian's fingers hover over keyboard.

Slow, uncertain, dia reply:

Bian:

"Iya, sampai. Makasih."

Short. Simple. Safe.

Hakan reply cepet—almost instant:

Hakan:

"Syukur deh. Aku khawatir soalnya. Kamu hari ini gimana? Udah makan?"

Bian:

"...Udah. Aku oke."

Hakan:

"Oke as in beneran oke, atau oke as in kamu lagi gak mau ngomong banyak?"

Despite everything—despite the heaviness, the exhaustion, the numbness—

Bian almost smile.

This guy.

Bian:

"Yang kedua."

Hakan:

"Fair enough. Aku gak maksa kok. Take your time."

"Tapi kalo kamu mau ngobrol nanti, atau besok, atau kapanpun... aku here. Seriously. Anytime. Even if it's 3 AM and you just wanna talk about random shit. I don't mind."

Bian:

"...Oke."

Hakan:

"Good. Rest well, Bian. And please eat proper food, not just instant noodles 😅"

Bian look at his empty instant noodle cup.

How the fuck—

Is he psychic or something?

Bian:

"...Gimana kamu tau?"

Hakan:

"Lucky guess. Creative freelancers have a type. We live on instant noodles, coffee, and crippling anxiety 😂"

Okay, that's... accurate.

Too accurate.

Bian:

"...Creepy."

Hakan:

"Sorry 😅 Aku cuma relate aja. Anyway, I'll let you rest. But seriously, text anytime. I mean it."

Bian:

"Oke. ...Makasih."

Hakan:

"Anytime, Bian. Take care ❤️"

Bian stare at the heart emoji.

Probably platonic. Probably just Hakan being... Hakan maybe....Orang yang belum 24 jam dia kenal, warm, caring.

He update the contact name:

Hakan - Cowok Jembatan

...That sounds weird.

Hakan

Better.

He put the phone down.

Stare at the laptop screen—design project yang masih blank.

Entah kenapa... his chest feels a little lighter than this morning.

Still heavy. Still tired. Still... struggling.

Tapi ada something—small, fragile, barely there—

Hope? Connection? Proof that someone cares?

He doesn't know.

Tapi untuk sekarang...

Untuk sekarang dia bisa bertahan satu hari lagi.

And maybe that's enough.

🗿

Jadi ini sebenernya gua up di seccond account gua, tapi second account udah gua apus, so... bakalan gua up disini.

^^

Error ScriptOnde histórias criam vida. Descubra agora