Tapi entah kenapa... genggaman tangan Hakan tadi—desperate tapi juga hangat, alive—bikin dia ngerasa something.
Gak sendirian. At least untuk malam ini.
"...Oke. Tapi kamu jangan nyetir."
"Oh Tuhan enggak lah." Hakan ketawa kecil—relieved. "Aku gak gila-gila amat kok. Motor aku masih parkir di tempat aku minum tadi. We can take ojol."
Hakan narik Bian berdiri. Mereka berdua saling nyangga—Hakan karena mabok, Bian karena exhausted secara mental dan fisik.
🩶
Mereka turun dari JPO, jalan pelan ke pinggir jalan yang lebih terang—deket minimarket 24 jam yang masih buka. Lampu neon-nya terlalu terang, almost offensive setelah darkness di jembatan tadi.
Hakan ngeluarin HP-nya. "Oke, kamu tinggal dimana?"
"Cisitu. Tapi kamu gak usah—"
"Aku di Dago. Kita bisa share ride." Hakan udah buka app Gojek. "Gocar oke? Atau kamu prefer Grab?"
"Kamu gak usah repot-repot—"
"Bian," Hakan nengok ke dia. Matanya masih agak sayu tapi serius. Dead serious. "Please. Just let me do this. Aku... aku gak bakal bisa tidur tenang kalo aku ninggalin kamu kayak gini."
Bian diam.
Dia exhausted. Physically, mentally, emotionally drained sampai ke tulang.
Dia gak punya energi buat argue. Gak punya energi buat apa-apa.
"...Oke."
Hakan tersenyum—relieved, grateful even. "Oke. Gocar... 5 menit. Kita tunggu di sini ya."
Mereka duduk di depan minimarket, di bangku plastik yang keras. Diterangi lampu neon yang buzzing pelan.
Kontras banget sama darkness di jembatan tadi. Kayak dua dunia berbeda.
Hakan masuk ke minimarket sebentar, keluar bawa dua botol air mineral dingin.
Dia kasih satu ke Bian. "Minum."
Bian terima tanpa protes. Dia baru sadar tenggorokannya kering banget—serak dari nangis, dari teriak (kapan dia teriak tadi?), dari everything.
Air dinginnya turun, soothing.
Mereka diam. Gak awkward, tapi... heavy. Banyak yang gak terucap. Banyak yang gak bisa diucapin.
Headlight muncul. Gocar.
"Itu dia. Yuk."
🩶
Mereka naik. Driver-nya—om-om sekitar 40an—gak banyak tanya, cuma confirm tujuan.
"Cisitu dulu ya, Mas, terus Dago."
"Siap."
Mobil jalan. Smooth, warm, lagu pop Sunda pelan di radio.
Hakan duduk di samping Bian. Jarak aman, gak terlalu deket. Respectful.
Hening sebentar. Cuma suara mesin mobil dan musik radio.
"Kamu... besok ada kegiatan?" Hakan tanya pelan, breaking the silence.
"...Entah. Mungkin kerja."
"Oke." Hakan ngangguk. Dia diam sebentar, kayak mikir sesuatu.
Terus dia ngorek-ngorek kantong celana dan kemeja—agak struggle karena duduk dan seatbelt.
Dia ngeluarin dompet kulit yang udah agak worn out, buka, terus carefully ngeluarin sesuatu.
YOU ARE READING
Error Script
Short StoryBian, seorang desainer grafis yang sedang dihimpit kegagalan dan utang, berdiri di pinggir jembatan penyeberangan Dago. Saat ia hendak mengakhiri segalanya, seorang pria mabuk bernama Hakan menyelamatkannya-hampir membuat dirinya sendiri tewas. Pert...
Bab 1
Start from the beginning
