Masih dalam shock. Masih processing apa yang baru aja terjadi.
🩶
Beberapa detik dalam keheningan. Angin lewat, dingin, carries away the tension slowly.
Terus cowok itu tiba-tiba—
Ngakak.
Tawa yang gak jelas—campuran relief, shock, dan definitely alkohol.
"Gila..." dia ngomong sambil nutup muka pake lengan. Suaranya serak. "Gila banget tadi... Aku... aku hampir mati gara-gara pengen nyelamatin orang... Ini... ini absurd banget."
Bian gak tau harus ketawa atau nangis.
Dia baru aja... dia baru aja nyelamatin orang.
Dia yang sejak tadi pengen mati.
Nyelamatin orang lain yang hampir mati.
Situasinya terlalu kacau. Terlalu absurd. Terlalu... hidup.
"Kamu..." Bian mulai, suaranya masih gak stabil. "Kamu lagi mabok ya?"
"Iya," cowok itu jawab jujur, masih berbaring. "Tapi aku masih sadar kok. Cuma... koordinasi agak error." Dia nengok ke Bian—mata sayu tapi... lucid. Aware. "Kamu... kenapa tadi mau... gitu?"
Bian diam.
Tenggorokannya tercekat. Gak bisa ngomong.
"Sorry," cowok itu cepet-cepet nambah. "Aku gak bermaksud—"
"Capek," Bian potong, suaranya retak. Serak. "Aku cuma... capek aja."
Cowok itu diam sebentar. Terus ngangguk pelan—kayak dia paham. Kayak dia pernah ada di tempat yang sama.
Dia duduk—sedikit goyang, harus pegangan sebentar—terus natap Bian dengan tatapan yang lebih serius meski matanya masih sayu dari alkohol.
"Aku..." dia mulai pelan. "Aku pernah ngerasain kayak gitu."
Bian nengok.
"Dan aku tau... aku tau ini kedengeran klise banget, tapi..." Cowok itu napas dalam. "Besok bisa beda. Serius. Aku... aku janji gak akan selalu kayak gini."
Ada sesuatu di cara dia ngomong—raw, honest, desperate—yang bikin something di dada Bian crack a little.
Cowok itu sodorkan tangannya—gemetar sedikit, entah karena dingin atau alkohol atau adrenaline yang masih turun.
"Hakan. Nama aku Hakan."
Bian natap tangan itu beberapa detik.
Tangan yang baru aja narik dia dari kematian. Yang baru aja dia tarik balik dari kematian.
Saling nyelamatin.
Akhirnya, dia terima. Tangannya dingin.
"...Bian."
"Bian," Hakan mengulang, testing the name. Senyumnya tipis tapi hangat. "Seneng kenalan. Maaf ya... pertemuan pertama kita aku hampir ngajak kamu mati bareng."
Meski segala sesuatunya kacau, Bian hampir—hampir—ketawa.
"...Kamu gila."
"Iya, kayaknya emang," Hakan ngaku sambil garuk kepala—gesture yang somehow childish untuk orang yang barusan almost died.
Dia berdiri—masih goyang sedikit, harus pegangan ke pagar—tapi sodorkan tangan lagi ke Bian. "Kamu mau aku anterin pulang? Aku janji gak bakal kepleset lagi. Probably."
Bian ragu.
Ini orang asing. Mabok. Dan mereka baru aja sama-sama hampir mati dalam situasi yang paling konyol yang pernah Bian alami.
YOU ARE READING
Error Script
Short StoryBian, seorang desainer grafis yang sedang dihimpit kegagalan dan utang, berdiri di pinggir jembatan penyeberangan Dago. Saat ia hendak mengakhiri segalanya, seorang pria mabuk bernama Hakan menyelamatkannya-hampir membuat dirinya sendiri tewas. Pert...
Bab 1
Start from the beginning
