#6; Memory's Edge

377 59 38
                                        

⚠️ Content Warning: ABO universe (Alpha/Beta/Omega), BxB nomin, biological tension, subtle bonding, dark fantasy, rituals, intrigue, and light adult themes.

○ ○ ○

I'd be over the moon if you could vote for my stories, and I absolutely treasure any comments, suggestions, or feedback you share. Thank you 💗

○ ○ ○

Langkah pertama memasuki Hutan Bayangan terasa seperti menerobos tirai es yang mencengkeram jiwa. Udara yang tadinya hangat dengan aroma bunga kini berubah menjadi dingin menusuk, membawa bau tanah lembap dan sesuatu yang membusuk.

Cahaya yang terpancar dari kristal-kristal Stellaris di area sebelumnya seolah enggan menembus ke dalam wilayah ini, hanya menciptakan lingkaran redup di sekeliling Therion dan Aelthar.

Therion merasakan perubahan itu secara instan. Meski instingnya lemah, sesuatu dalam tubuhnya berteriak waspada. Genggaman tangannya pada Aelthar mengerat tanpa sadar, mencari jangkar dalam kehangatan yang terpancar dari kulit sang Arboryn.

"Jangan lepaskan tanganku," bisik Aelthar, suaranya lebih lembut dari biasanya namun penuh kewaspadaan.

"Apapun yang kau lihat, apapun yang kau dengar, ingatlah bahwa hanya suaraku yang nyata di sini."

Mata perak keunguan itu menatapnya dengan intensitas yang membuat dada Therion sesak. Ada sesuatu dalam tatapan itu, kehangatan yang tidak pernah ia lihat sebelumnya, seolah Aelthar tidak lagi melihatnya sebagai Alpha asing yang harus diawasi, tapi sebagai seseorang yang harus dilindungi.

"Aku percaya padamu," jawab Therion pelan, dan kata-kata itu keluar dengan ketulusan yang mengejutkan mereka berdua.

Mereka melangkah lebih dalam, tangan saling bergenggam erat. Di sekeliling mereka, bayangan-bayangan mulai bergerak dengan cara yang tidak alami.

Bentuk-bentuk yang hampir menyerupai manusia namun terdistorsi, meluncur di antara pohon-pohon dengan gerakan yang terlalu fluid untuk makhluk hidup.

Yang mengherankan Therion, setiap kali bayangan-bayangan itu mendekat, cahaya lembut terpancar dari genggaman tangan mereka, menciptakan lingkaran perlindungan kecil.

Tapi perlindungan itu rapuh, dan bayangan-bayangan semakin berani mendekat.

"Kenapa mereka tidak menyerangmu?" tanya Therion saat melihat bayangan-bayangan itu hanya mengelilingi dirinya, seolah Aelthar tidak terlihat oleh mereka.

"Karena aku adalah bagian dari hutan ini," Aelthar menjawab, tapi ada nada aneh dalam suaranya. "Hutan Bayangan menguji jiwa yang masuk, mencari ketakutan terdalam untuk dijadikan senjata. Tapi aku..." ia terdiam sejenak,

"Aku sudah lama berdamai dengan ketakutanku."

Therion tidak sempat bertanya lebih lanjut karena dunia di sekelilingnya tiba-tiba berubah.

Hutan menghilang, digantikan oleh aula megah istana Brenvalis yang begitu familiar. Tapi bukan istana yang hangat dari kenangan masa kecilnya, ini adalah istana yang dingin, penuh dengan tatapan menghakimi dan bisikan jahat.

Di tengah aula, berdiri sosok Therion berusia sepuluh tahun. Anak kecil itu gemetar di hadapan sekelompok Alpha muda lainnya yang tertawa mengejek. Di antara mereka, sosok yang begitu familiar, kakak tirinya sang putra mahkota, dengan senyum kejam yang tidak pernah hilang dari ingatan.

"Lihat Alpha yang lemah ini," suara putra mahkota bergema di aula.

"Bahkan seekor kelinci pun memiliki insting yang lebih kuat darinya. Bagaimana mungkin dia bisa disebut putra Raja?"

AETHERBOUND •NOMIN•Where stories live. Discover now