Ada sesuatu yang berbeda dari embusan angin pagi itu.
Bukan karena hangatnya, bukan karena damainya,
tapi karena ia bisa merasakannya.
Dengan nyata. Dengan seluruh tubuhnya.
Dan itulah yang membuat Ryu Min membuka matanya dengan pelan.
Bukan dengan keterkejutan.
Tapi dengan ketakutan bahwa semua ini...
hanyalah mimpi lain yang akan direnggut lagi darinya.
Langit-langit kamar itu...
ia hafal benar.
Tempat dimana dia tumbuh dengan penuh kehangatan dan kasih sayang seorang keluarga.
Ia menarik napas pelan.
Dan begitu udara memenuhi paru-parunya, dadanya langsung bergetar.
Ini nyata, bukan mimpi seperti sebelumnya...
Ia terduduk cepat, tangan meraba sprei, lantai, ujung meja.
Lalu langkah kaki terdengar mendekat.
Pintu terbuka sedikit, dan wajah perempuan yang sangat ia rindukan menyembul dari baliknya.
"Ayo kita sarapan". Ucapnya sambil tersenyum hangat.
Dan saat pintu terbuka sepenuhnya,
dan wanita itu—dengan celemek bergambar wortel dan wajah yang sama persis seperti kenangan—tersenyum kepadanya sambil berkata,
“Ayo, nanti makanannya dingin,”
Min tak bisa berkata apa-apa.
Ibu.
Wanita yang seharusnya telah tiada sejak ia masih SMA,
sekarang berdiri di ambang pintu,
tersenyum seperti tidak pernah ada tragedi yang menghancurkan keluarga mereka.
Tanpa sadar air matanya jatuh, hingga membuat sang ibu panik dan menghampirinya. Disana dia langsung memeluk ibunya dan menangis seperti anak kecil yang tak mau kehilangan mainan nya.
Ibu min yang tak tahu apa yang terjadi hanya tersenyum lalu mengelus kepala putranya.
"Ayo sayang, semuanya sudah menunggu dibawah".
Tapi Min tak menjawab.
Ia hanya menatap—menatap dalam-dalam, seolah berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini bukan rekayasa sistem.
Bukan ilusi.
Saat hendak membuka mulut tiba tiba...
“Hyung!!”
Satu suara lagi muncul, lebih nyaring, dan lebih hidup.
Seorang anak laki-laki menerobos masuk, lalu melompat ke tempat tidur Min dan memeluknya.
“Bangun! Hari ini libur! Kau janji main!." serunya.
Min menggigit bibir.
Tangannya gemetar saat ia mengusap rambut bocah itu.
Won.
Adiknya.
Yang dulu ia rawat sendirian setelah kehilangan orang tua.
Yang tumbuh di tengah kesulitan dan penderitaan karena kelalaiannya,
dan sekarang… berada di pangkuannya—hidup, utuh, dan tertawa.
YOU ARE READING
torn between us
FanfictionBeberapa cinta tak hancur karena berakhir. Tapi karena dipisahkan oleh sesuatu yang lebih kejam dari perpisahan: takdir. Ada cinta yang tak pernah sempat tumbuh dengan utuh, karena dunia terlalu terburu-buru merobeknya. Cinta yang tumbuh di medan pe...
