Chapter 6 - Strings 실

142 80 50
                                        

-Happy reading-

_________________________________________________________

Langkah Ariana terasa begitu berat saat ia memasuki lorong sekolah. Udara di sekitarnya terasa pekat, seolah setiap bisik-bisik yang terdengar hanyalah tentang dirinya. Berita mengenai dirinya sudah menyebar ke seluruh penjuru sekolah, dan omongan-omongan yang tak mengenakkan seakan menghantam telinganya tanpa henti.

Ia berjalan menunduk. Tidak ada keberanian untuk menatap mereka yang berkerumun di kiri-kanannya. Sepasang sepatu hitamnya terus melangkah, melewati deretan murid yang seakan sengaja memperlambat gerakannya.

Sampai kemudian, sebuah suara terdengar samar, terlalu keras untuk disebut bisikan, namun cukup jelas untuk menyayat hati. "Daripada nama sekolah jadi jelek, mending dia keluarin aja dari sekolah."

"Turun jabatan aja nggak sih, daripada malu sendiri. Eh, nggak usah deh, udah terlanjur malu soalnya," timpal yang lain, disusul tawa pendek.

Ariana menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan sesak yang tiba-tiba menyeruak. Ia tidak berhenti berjalan, meski hatinya sudah terasa rapuh.

Belokan menuju tangga sudah di depan mata. Namun saat menapakkan kaki di salah satu anak tangga, sesuatu yang licin membuatnya kehilangan keseimbangan. Tubuhnya nyaris terhuyung ke depan, untung kedua tangannya cepat menahan di anak tangga atas. Ia tidak jatuh, tapi pergelangan kakinya terpelintir.

"Akh," rintihnya pelan. Ia terduduk di anak tangga, memegangi kakinya yang mulai terasa nyeri.

Belum sempat rasa sakitnya mereda, sekelompok murid datang menghampiri. Bukan untuk membantu, melainkan tertawa kecil, seolah pemandangan itu menghibur mereka.

Salah satu dari mereka maju selangkah. Rambutnya tergerai, sebagian menutupi wajah. Ia sedikit menunduk, menatap Ariana dengan senyum yang sulit diartikan.

"Aduh, sakit banget pasti, ya?" katanya, diiringi tawa tipis yang sengaja ditahan.

Ariana menoleh. Degupnya bertambah cepat saat ia mengenali sosok di depannya. "Jadi, ini ulah lo?"

Murid itu bernama Jessie. Ia tersenyum sinis, lalu berjongkok agar bisa menatap Ariana lebih dekat. "Kalo iya, kenapa? Lo mau marah?"

Ariana menunduk, menatap kakinya yang berdenyut nyeri. "Gue nggak nyangka lo juga ikut-ikutan ngebully gue," ucapnya pelan.

"Lah, wajar dong. Lo emang salah. Lo pantas nerima ini." Jessie meraih bahu Ariana, mencengkeramnya kuat hingga Ariana meringis.

"Sebenernya bukan gara-gara itu sih. Gue nggak peduli sama kasus lo sekarang. Tapi yang bikin gue nggak terima, lo bawa-bawa Dilan."

Cengkeraman Jessie semakin kuat. "Gue udah lama suka sama dia. Dari pertama masuk sekolah ini, gue udah nyimpen rasa. Gue juga pernah cerita sama lo dan yang lain kalo gue suka sama Dilan. Tapi nyatanya, lo malah nikung gue dari belakang, Na."

Tangannya melepaskan cengkeraman, namun disertai dorongan keras di bahu Ariana. Perempuan itu terhuyung, menahan perih di bahunya. "Harusnya lo turun dari jabatan lo."

Dan tanpa peringatan, sebuah tamparan mendarat di pipi Ariana. Rasa panas langsung menjalar di kulitnya.

Namun sebelum ada yang sempat bicara lagi, suara laki-laki memecah ketegangan. "Woi!"

Semua menoleh, termasuk Ariana. Dilan berlari mendekat. lebih tepatnya, mendekati Ariana.

"Na, kamu nggak apa-apa?" tanyanya, napasnya sedikit terengah.

"Kaki aku kayaknya keseleo gara-gara jatuh tadi. Tapi, kamu nggak usah khawatir, Lan," jawab Ariana, berusaha tersenyum tipis.

"Gimana aku nggak khawatir? Kamu udah diserang sana-sini." tatapannya beralih ke Jessie.

Dead Behind Eyes [Hiatus]Where stories live. Discover now