• wait, WHAT?! • chapter 01 •

Start from the beginning
                                        

Namun sayangnya, meski bulan berusaha bersinar di atas sana, cahaya nya tetap terasa suram oleh cahaya kota Seoul yang terlalu terang hingga mengalahkan cahaya bulan di atas sana. Tepat di bawah langit Seoul, sebuah bangunan besar nan megah nampak berdiri dengan gagah berani, dengan pagar hitam tinggi dan juga pengamanan yang sangat ketat seolah bangunan itu adalah istana presiden.

Saat limosin yang Bae Jinsol kendarai bersama keluarga nya memasuki gerbang besar tersebut, Bae tak bisa untuk tidak tercengang setelah melihat betapa luasnya halaman rumah besar tersebut, dengan pohon-pohon besar yang menghiasi setiap sudutnya, bunga-bunga yang ditata dengan indahnya dan Bae jujur saja mengakui jika rumah orang ini adalah rumah seorang mafia kaya raya, karena mustahil saja ada orang normal yang bekerja biasa mampu memiliki rumah semewah itu. Orang tuanya pun tak akan mampu.

Sebuah air mancur berada ditengah-tengah jalanan aspal lebar tersebut, dengan hiasan tiga patung malaikat wanita dengan lekuk indah yang tengah memegang sebuah wadah air yang terus mengeluarkan kucuran air, sementara rumah besar yang Bae tak yakin ada berapa banyak tingkat dalam bangunan megah dengan warna dominan putih tersebut lebih pantas untuk disebut rumah bagi para dewa-dewi Yunani.

Ini serius kan yang punya rumah bukan mafia?

Limosin berhenti dengan mulus dan beberapa orang penjaga yang mengendarai motor sport ikut berhenti, motor-motor itu mengikuti mereka semenjak mobil Limosin keluarga Han memasuki pekarangan mewah rumah keluarga Seol. Pengawalan yang sangat ketat ini menurut Bae lebih ketat ketimbang penjagaan presiden sendiri, dan ini patut dicurigai meski Bae tak yakin apakah Mafia di Wattpad benar-benar ada di dunia nyata, atau memang otaknya saja yang tidak beres dan terkontaminasi segala angan tak nyata mengenai dark romance?

Pintu Limosin perlahan terbuka dan anggota keluarga Han keluar menyisakan Bae yang masih ragu-ragu untuk menapaki kakinya pada jalanan aspal halaman rumah keluarga Seol, namun meski enggan, ia tetap harus turun tatkala sang ibu kembali melongok ke dalam Limosin hanya untuk melemparkan tatapan tajam padanya, seolah memaksa Bae untuk segera turun.

Bae mengalah, ia mendapatkan sambutan tangan dari kakaknya, Han Jisung, tatkala Bae turun dari mobil dan Bae menggenggam tangan yang secara formal membantunya meski sebenarnya tidak membantu banyak, toh turun dari mobil tidaklah sesulit itu.

Para pengawal yang berjumlah sepuluh orang — jika Bae tidak salah hitung — nampak mulai mengambil posisi, berjejer  di kiri kanan mereka seolah membingkai keluarga Han dengan ketat sementara dua orang sisanya berdiri jauh di depan dan menjadi pemandu jalan, keluarga Han mengikuti dari belakang dengan irama yang terasa begitu lamban dengan posisi Bae dan Jisung mengikuti di belakang kedua orang mereka.

Bae menahan nafasnya, aroma mawar merah yang tajam dari banyaknya bunga mawar yang ditanam seolah menambahkan rasa gugup Bae, bunga-bunga itu bahkan seolah memberikan Bae sebuah tekanan tak kasat mata, menghardik mental Bae dengan angan jika pemilik rumah itu bisa saja lebih indah dari mawar namun juga tajam seperti aromanya, dan bisa melukai Bae kapan saja seperti duri pada tanaman mawar

Menelan ludahnya, Bae berusaha untuk menetralkan kakinya sendiri yang mendadak tak ingin melangkah, Bae bahkan yakin jika ia meloloskan kontrol tubuhnya meski hanya sementara, maka kedua kaki gadis itu mungkin saja akan bergetar konyol, sama seperti saat Bae pertama kali melihat api yang naik ke atas penggorengan karena ulahnya yang menyiram minyak pada penggorengan basah dan masih menyisakan  air, waktu itu Bae sangat panik dan ketakutan, ia tak tahu harus melakukan apa dan sekarang perasaan itu kembali, namun bukan karena api diatas penggorengan.

Memasuki ruangan pertama keluarga Seol, Bae terpikat hampir tak bisa mengeluarkan sepatah katapun. Dinding ruangan yang sepertinya sering dijadikan aula itu terlihat penuh oleh lukisan mahal dan orisinil, belum lagi pahatan patung yang terlibat aesthetic, beberapa ornamen mahal dan tentunya limited sungguh menakjubkan, ruangan itu tak ubahnya seperti sebuah museum abad pertengahan bangsa eropa bagi Bae karena hampir seluruh ornamen yang dipasang mengandung unsur eropa zaman kuno.

Ruangan itu sangat besar, Bae tidak yakin berapa ratus orang yang bisa ditampung dalam ruangan tersebut, bahkan rumah besar keluarga Han mungkin hanya seukuran satu ruangan itu saja dan tentu saja sangat menakjubkan bagi Bae bisa berada di rumah orang-orang kaya.

Ada sebuah pintu di sisi kiri ruangan dan para pengawal yang memandu jalan memilih pintu itu untuk mereka lewati, dan tada, sebuah lorong panjang dengan hiasan dinding lebih aesthetic seperti Chandelier dengan lampu berbentuk lilin menempel di dinding, menerangi lorong besar itu dan memperlihatkan tanaman bonsai yang berjejer rapi di setiap sisi ruangan disertai lukisan pada dindingnya. Terkadang mereka akan menemukan sebuah pintu namun Bae tak tahu pintu apa yang mereka lewati.

Bae terpukau, benar-benar kagum melihat betapa mewah dan indahnya design rumah besar milik keluarga Seol yang kini begitu memanjakan matanya, Bae mungkin butuh berbulan-bulan hanya untuk mengingat setiap rute dan juga ruangan yang ada dalam rumah lewat keluarga Seol, dan Bae tidak yakin jika itu akan jadi hal yang baik atau buruk, Bae benci menggunakan otaknya, apalagi pastinya keluarga sekelas Seol memiliki aturan kolot mereka sendiri yang masih bertahan dari zaman leluhur mereka.

Semakin jauh mereka melangkah semakin pegal kaki Bae rasanya, padahal biasanya ia memiliki stamina yang cukup bagus namun karena luasnya rumah keluarga Seol, rasanya seolah ia tengah berjalan dengan jarak puluhan kilometer jauhnya. Namun Bae tak bisa mengeluh, ngeri juga kalo tiba-tiba para pria bertubuh besar yang berada di belakang mereka mengeluarkan sebuah senjata dan menembak dirinya.

Berlebihan memang isi pikiran seorang Bae Jinsol.

Hingga akhirnya, sebuah pintu tinggi dan besar menanti mereka, entah berapa meter tingginya namun ukuran orisinil pada pintu kayu bercat putih itu benar-benar menakjubkan, mengingat Bae adalah seorang anak seni, ia bisa saja berdiri berjam-jam memandang pintu itu hanya untuk memuja setiap detail ukuran pintu tersebut.

"Tuan besar, tuan muda dan nyonya Seol telah menunggu di dalam" Ujar salah satu pria yang tadi memandu jalan, telapak tangan besarnya tengah memegang handle salah satu pintu sementara handle pintu satunya dipegang oleh sang rekan, keduanya memandang tanpa ekspresi keluarga Han yang membuat suasana terasa menegangkan bagi Bae.

Jisung menoleh saat merasakan remasan kuat pada lengannya, ia menemukan wajah pucat Bae yang terlihat sangat gugup, tidak heran.

Bae akan bertemu calon mertua dan juga kakak iparnya.

Wait, WHAT?!Where stories live. Discover now