Tangannya menyentuh kantong jaketnya. Ada secarik kertas kecil.
"Midnight Script - Bab yang Dihapus"
Jay menatap kertas itu. Tangannya bergetar.
"Sena..."
Dia menggertakkan gigi. Tidak ada seorang pun yang mengingat apa yang terjadi.
Kecuali dia. Dan...
Heeseung.
Heeseung berdiri di depan kaca ruang latihan. Refleksinya... tidak sinkron.
Dia menggerakkan tangan, tapi pantulannya terlambat sepersekian detik. Bahkan kaca pun seolah ragu menampilkan dirinya yang sekarang.
"Ada yang aneh."
Dia berjalan ke pojok ruangan, membuka loker rahasianya. Peta sistem masih ada. Tapi semua coretan—semua catatan tentang Sena, tentang gangguan, tentang riset—hilang.
Tapi...
Ada satu simbol kecil di ujung kertas. Spiral terbalik.
Heeseung membeku. Itu bukan milik sekolah. Itu... lebih tua dari sistem mana pun.
"Gue tahu ini udah pernah terjadi. Gue tahu kita udah mencoba keluar."
Dan sekarang... semuanya mulai dari awal. Tapi hanya dia dan Jay yang menyadari.
"Sena, lo di mana... sebenarnya?"
.
Sena si balik layar menyaksikan semua itu dari kejauhan. Jay mulai bertanya. Heeseung mulai bergerak.
Tapi yang lainnya? Masih percaya bahwa ini hari pertama sekolah.
Dia tertawa pelan. "Satu-satunya yang gagal kuhapus... ternyata mereka yang paling keras kepala."
Matanya beralih ke Sena muda.
"Apa kau akan mengingat semuanya kembali, gadis kecil?"
"Karena jika ya... aku akan menulis ulang akhir cerita ini. Dengan darahmu sendiri."
***
Koridor sekolah itu... terasa akrab. Terlalu akrab.
Langit masih cerah, udara pagi masih hangat-hangat menyebalkan, dan langkah-langkah siswa berderap seolah semesta ini belum pernah hancur. Belum pernah ditulis, dihancurkan, lalu dipaksa kembali dari nol.
Sena berjalan pelan di antara mereka.
Wajahnya tenang. Matanya sibuk memindai jadwal di ponsel, seperti gadis biasa yang baru masuk semester baru. Tasnya tergantung ringan di bahu, rambutnya digulung seadanya.
Jay melihatnya dari ujung tangga. Jantungnya seperti berhenti sesaat.
Sena.
Sena yang sama. Langkah yang sama. Tapi tidak menoleh. Tidak mengerutkan alis saat tatapan mereka sempat bersinggungan. Tidak mengingat. Tidak tersenyum kecil seperti biasanya saat tahu Jay sedang menatap.
Dia... benar-benar tidak ingat.
Jay mencengkeram pagar tangga. Napasnya perlahan menyesuaikan ritme hatinya yang mulai kacau.
Di sisi lain lorong, Heeseung berdiri di depan loker. Matanya mengikuti arah pandang Sena yang lalu pergi ke kelas.
Tak ada sapaan.
Tak ada keraguan.
Bahkan... tak ada ketakutan. Seolah semua yang mereka lalui bersama—naskah, mimpi, pengakuan, dan kebusukan sistem—cuma mimpi yang tak pernah benar-benar nyata.
Heeseung mengepalkan tangan. Saat Sena lewat di depannya, hanya berjarak satu langkah... Tak ada getaran. Tak ada isyarat.
"Sistem ini..." gumamnya dalam hati. "...telah mencuri dia."
Langkah-langkah siswa berlalu-lalang, membawa tawa, keluhan soal jadwal pelajaran, dan obrolan usil tentang guru baru. Semua... begitu normal. Dan di tengah keramaian itu—Heeseung merasa benar-benar sendirian.
Sementara Jay bersembunyi di bayang tangga, memperhatikan dari kejauhan, Heeseung melangkah ke lapangan. Langkah mereka menuju arah berbeda, tapi kepala mereka sama-sama dipenuhi hal yang serupa:
Kenapa hanya mereka yang masih ingat?
**
Di dalam kelas, Sunoo tertawa seperti biasa. Jungwon sedang main kartu di belakang. Jake melempar candaan soal rambut Niki yang baru diwarnai. Sunghoon yang tengah membaca jurnal ilmiah di meja belajar. Tidak ada naskah. Tidak ada ketegangan.
Tidak ada bekas luka.
Jay melirik papan pengumuman di luar. Semua nama kembali dicetak rapi, posisi mereka tetap: "Tujuh Murid Berpengaruh".
Tapi semuanya terasa seperti replika. Tiruan dari masa lalu. Sempurna... tapi palsu.
***
Di atap sekolah, Heeseung berdiri sendirian. Matanya menatap langit. Masih biru. Masih cerah. Masih menyebalkan seperti biasa.
Dia membuka catatan kecil dari sakunya—halaman kosong.
Tak ada tulisan Sena. Tak ada clue.
Tapi di sudut pikirannya, suara Sena—yang dulu pernah memohon, pernah marah, pernah menulis demi menyelamatkan mereka—masih menggema.
"Kalau kita terus ikuti sistem ini... kita nggak pernah benar-benar hidup."
Dan sekarang? Sistem telah memutar ulang semuanya.
Hanya Jay dan dirinya... yang diizinkan tetap sadar.
Atau mungkin—dipaksa tetap sadar.
"Apakah ini bagian dari skenario?" pikirnya. "Apakah kami... aktor utama yang disisakan tetap ada demi melihat semua hancur ulang dari awal?"
**
Di ruang OSIS, Jay membuka map tua yang disimpan diam-diam. Isinya kosong. Semua data hilang. Semua file naskah lenyap.
Tapi ia tahu betul—sejarah itu tidak bisa dihapus.
Bahkan jika sistem mencoba meriset ulang semuanya.
Jay memandang jendela, melihat Sena yang berjalan bersama Jiwoo di taman. Sena tertawa.
Dan Jay sadar...
"Kami bukan bagian dari sistem sekarang. Kami adalah sisa."
Ia belum berani bicara ke Heeseung. Belum tahu apakah ini saat yang tepat.
Tapi Jay tahu satu hal pasti:
Satu-satunya jalan keluar kini bukan lagi dari tulisan Sena...
Tapi dari mengingat apa yang pernah mereka perjuangkan bersama.
Dan entah bagaimana—Jay merasa, cepat atau lambat... Sena akan mulai menulis lagi. Bukan karena sistem. Tapi karena sesuatu dalam dirinya akan bangkit.
Sesuatu yang tak bisa diatur. Tak bisa diprogram dan manusiawi.
Dan ketika hari itu datang, Jay dan Heeseung akan ada di sana. Bukan untuk menuntun. Tapi untuk menjaga.
Karena sistem boleh mencoba berkali-kali. Tapi rasa kehilangan... Itu yang tidak pernah benar-benar bisa di-reset.
.
.
.
TBC
YOU ARE READING
ENHA : Behind The Script
FanfictionDi balik dinding sekolah seni yang sempurna, ada sistem yang mengatur segalanya: nilai, reputasi, bahkan emosi. Tidak ada yang sadar... sampai seorang gadis bernama Sena masuk tanpa naskah. Ia hanya ingin sekolah seperti biasa. Tapi sejak hari perta...
Chapter 8: RESET : I
Start from the beginning
