Dejuna abhiseva pemilik netra kelam dengan sorot matanya yang tajam, serta sifatnya yang cuek dan gampang emosian. membuat orang sering kali salah menilai dirinya.
Toh, lagipula Juna tidak perduli dengan penilaian orang lain terhadap dirinya.
"hid...
Hai guys... Im come back 🙌🏻 Yuk! ramein cerita dejuna. Jangan lupa vote dan komen di setiap paragraf nya.
¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.
*** Sinar mentari menyelinap masuk ke dalam sebuah ruangan yang minim akan pencahayaan. Di dalamnya, tampak seorang yang baru selesai melakukan kewajibannya sebagai seorang muslim. mungkin bagi orang lain, dia tak jauh berbeda dengan para remaja seusianya yang sering membuat onar. Tapi itukan katanya, bukan nyatanya.
Tok tok tok
Suara ketukan pintu mengalihkan atensinya.
"Jun ...?"
"Masuk, nda!" sahutnya, seraya merapikan sajadah yang baru saja ia pakai, kemudian ia letakkan di tempat semula.
Ceklek
"Nda, kira belum bangun." Ucap sang bunda, seraya menghampiri Juna.
Juna menatap tak terima pada sang bunda."Nda, suudzon terus sama anak sendiri."
Sang bunda terkekeh melihat ekspresi kesal Juna."ya... nda mana tau, kamu udah bangun."
juna memutar bola matanya malas, tanpa berniat menjawab perkataan sang bunda.
"Masih pagi loh, jun. masa udah di tekuk aja mukanya," goda sang bunda.
Juna menatap sang bunda dengan senyum terpaksa, seraya berkata. "Emang cetakan pabriknya gini, nda!" katanya menjelaskan.
Alis sang bunda mengernyit heran.
"Loh! Perasaan gak gini, deh?"ucap sang bunda yang berniat menjahili Juna.
Juna mengedikan bahunya acuh.
"Ya, mana Juna tau!" katanya. Ia pun membawa langkah nya menuju lemari pakaian, untuk bersiap-siap pergi ke sekolah.
Tawa kecil itu mengalun merdu, netranya menatap penuh pada sang putra. Dia mirip sekali dengan kamu, mas.
Dada nya terasa sesak, saat ia teringat pada seseorang yang seharusnya menjadi pelindung bagi keluarga kecilnya. Namun... bukan rasa aman yang ia dapatkan, melainkan luka dan kekecewaan.
Ia menghela nafas panjang seolah berusaha berdamai dengan luka tak kasat mata itu disertai senyum tipis setelah nya. Tak ingin terlalu lama berlarut dalam kesedihan. Toh, guru terbaik dalam kehidupan adalah kesalahan, kegagalan dan kekecewaan.
"Bunda tunggu di meja makan." Ucapnya kemudian beranjak pergi menuju ruang makan.
"Iya, nanti Juna nyusul!" sahutnya.
***
Di meja makan.
Diana sedang menyiapkan menu sarapan yang simpel untuk dirinya dan sang putra. Tak lama terdengar suara langkah kaki dari arah belakangnya, disusul sebuah kecupan singkat yang mendarat pada pipinya.
"Pagi," sapa Juna dengan senyum manisnya.
Sang bunda pun membalasnya dengan senyum manis, seraya menatap Juna lembut. "Pagi, juga."
"Sini sarapan dulu," ajaknya pada sang putra.
Juna mengangguk mengiyakan sebagai jawaban, lalu mendudukkan dirinya pada kursi kosong di dekat sang bunda.
Mereka memulai sarapan dengan tenang, tanpa suara dan hanya ada suara dentingan sendok yang mengisi keheningan di meja makan.
Hingga pertanyaan sang bunda memecah keheningan yang menggantung di udara."Semalem pulang larut lagi, Jun?" tanyanya.
Juna reflek mengangguk."iya, soalnya semalem cafe lagi lumayan rame."
Sang bunda mengangguk mengerti. "Kamu gak cape?" tanya sang bunda.
Netra nya menatap sang putra sendu. Tangannya terulur menggapai tangan dejuna lalu mengelus punggung tangannya perlahan dengan penuh kasih sayang.
Dejuna balas menatap sang bunda lembut, dengan senyum tipis yang terukir indah di wajah tampan miliknya. Ia menggenggam tangan sang bunda, berusaha menenangkan.
"Cape ... tapi Juna ikhlas," ungkap juna.
"Maaf ... " ucap sang bunda lirih. Ia menunduk, tak sanggup menatap netra tajam nan indah milik dejuna.
Juna menggelengkan kepalanya, tidak setuju."Jangan minta maaf, bunda gak salah."
Namun tidak ada satupun jawaban yang terucap dari mulut sang bunda, hal itu membuat Juna beranjak dari kursinya lalu berlutut di hadapan sang bunda. Netra nya naik menatap penuh pada sang bunda, ia pun mengeratkan genggamannya pada tangan sang bunda berusaha menguatkan.
"Nda, dengerin Juna. Oke?" ucapnya lembut. "Nda gak perlu minta maaf, Juna ikhlas ngelakuin semuanya. Bunda juga gak perlu ngerasa bersalah, ini semua murni karena kemauan Juna sendiri. Bunda cukup doa'in dan support Juna, itu udah lebih dari cukup. Karena cuma bunda yang Juna punya saat ini," ucapnya.
air matanya jatuh begitu saja tanpa di minta, mengenai tangan sang putra. Seseorang yang menjadi alasan utama dirinya bertahan selama bertahun-tahun dalam sebuah ikatan tanpa adanya rasa percaya dan cinta di dalamnya. Ia menghela nafas panjang, berusaha menenangkan hati serta fikiran nya.
Netra sendu itu menatap penuh pada Dejuna."Boleh bunda minta sesuatu sama Juna?" tanyanya.
Juna mengangguk mengiyakan, seraya menatap sang bunda lembut, tangannya terulur untuk menghapus air mata di pipi sang bunda dengan ibu jari nya."Sure," jawabnya.
Diana menatap sang putra dengan sorot mata yang sulit di artikan. Kata yang keluar selanjutnya membuat Dejuna mematung sejenak.
"Juna jangan benci ayah, ya..?" Pintanya pada sang putra.
"Juna gak benci, tapi Juna juga gak peduli." ungkapnya.
****
DEJUNA ABHISEVA AS XIAOJUN WAYV
****
¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.
Gimana part awal nya ..? Lanjut gak ..? JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN NYAA! THANKS FOR READING MY STORY.. SEE YOU NEXT PART..🙌🏻