Hayyie
Don't forget to vote and komen
Happy Reading
📖📖📖📖📖
Sudah dua hari Yarra bermalas-malasan di rumahnya, gadis itu belum berniat untuk membeli perlengkapan padahal keberangkatannya adalah esok hari.
Pasalnya, Yazza terlebih dahulu pergi membeli perlengkapan bersama Darren membuat perempuan itu langsung merajuk pada Yazza. Tapi, tetap saja ia akan meminta saudarinya itu menemani nya untuk membeli segala perlengkapan yang dibutuhkan nanti.
"Za.... ayo," ajak Yarra sembari menarik baju Yazza yang sedang memainkan ponsel pintar nya, cewek itu sekedar melihat postingan-postingan para cogan disalah satu platform.
"Yarra.... Saudariku tersayang, Mall pagi-pagi gini baru buka loh." Yazza bangun dari tidurnya, duduk perlahan dan menatap lelah sembari tersenyum palsu ke arah kembarannya itu.
"Za... Kan bisa kita siap-siap dari sekarang, habis itu tinggal berangkat. Sampai sana juga udah jam 11 an tuh." Yarra menarik kaki Yazza yang masih duduk santai, memaksa gadis tersebut untuk segera mandi dan bersiap.
Setelah 1 jam lebih dengan persiapan yang cukup lama itu, pada akhirnya Yazza keluar dengan baju kodok denim dan dalaman pink miliknya. Begitu juga dengan Yarra, bedanya Yarra menggunakan rok denim semi kodok yang serasi dengan Yazza.
Mereka berdua pergi menggunakan mobil pribadi yang dibawa oleh supir pribadi mereka. Mereka berhenti di sebuah Mall besar Pusat Kota sesuai dengan prediksi Yarra sebelumnya.
Dua orang gadis kembar itu berkeliling untuk membeli perlengkapan selama mereka study tour, "Lo bilang udah beli semua perlengkapan! Nyatanya masih banyak yang belum lo beli tuh," ujar Yarra seraya memilih sepatu yang akan ia kenakan saat pergi nanti.
"Gue cuma beli perlengkapan untuk kelas sama alat lukis doang Ra," balas Yazza dengan tangan yang sudah penuh dengan totebag belanjaan nya.
"Halah... Bilang aja lo pergi pacaran sama cowo ganteng kemarin kan? Hayo ngaku?" Yarra menyenggol lengan kembarannya itu.
Yazza hanya tersipu malu akibat ucapan dari saudarinya tersebut dan memilih melanjutkan mencari perlengkapan yang dirasa kurang.
Perlengkapan yang meraka beli itu seperti : baju, sepatu, perlengkapan mandi, skincare dan hiasan-hiasan lucu, yang tidak kalah penting tidak adalah persediaan makanan mereka saat di lokasi nanti.
Cukup lama berkeliling mencari ini itu, hingga mereka lupa waktu dan tanpa disadari rembulan telah menunjukkan sinar nya, memberikan peringatan pada mereka untuk segera pulang jika tidak ingin kehabisan waktu.
Setelah pulang dengan segera mereka memasukkan segalanya ke dalam koper. Sedangkan disisi lain, di sebuah kamar koper warna hitam tergeletak di lantai kamar Evaniel begitu saja, koper itu terbuka separuh. Isinya belum banyak, tapi sudah tampak rapi : dua hoodie favoritnya, beberapa celana pendek, sepatu olahraga cadangan dan handuk kecil yang biasa ia bawa tiap kali latihan.
“Ma!" teriaknya dari dalam kamar. “El pinjam koper yang lebih besar dong.”
Dari luar kamar, suara Mamanya terdengar, “Pakai yang hijau neon aja sayang. Itu lebih enteng.”
“Hijau neon banget, Ma…” Evaniel menghela napas, tapi tak membantah. Dia tahu Mamanya cuma ingin membantu. Lagipula, koper itu memang lebih ringan. Dan jujur saja, dia terlalu malas debat.
Dia lanjut mengisi koper pelan-pelan. Tiga kaos polos, satu kemeja buat acara formal, sandal jepit dan jaket tipis. Lalu, satu pouch kecil berisi barang-barang perawatan yang selalu ia bawa : face wash, toner secukupnya, hand cream, lip balm dan sisir lipat. Ga berlebihan, tapi cukup buat bikin dirinya tetap nyaman.
YOU ARE READING
2 Reflection
Teen Fiction'People come and go' sebuah kalimat sederhana, namun menyimpan segudang makna. Kadang, kita tak bisa memaksa siapa pun untuk tetap tinggal. Kadang, semesta perlahan menarik mereka menjauh, meski hati kita memohon agar mereka tetap di sini. Tapi...
