Chapter 8

559 35 3
                                    

"Ketemu!", Rei mengangkat sudut bibirnya.

"Mana? Mana?", aku dan Ryosuke meninggalkan makan siang kami dan beralih ke layar laptop Rei.

Iya, Ryosuke, si pangeran misterius yang kehadirannya tidak pernah terdeteksi dan selalu sukes mengagetkanku itu. Sejak saat itu -saat Ryosuke menunjukkan liontinnya pada kami-, Ryosuke selalu ikut makan siang bersamaku dan Rei di atap sekolah.

"Rainbow tears diamond, hanya ada tujuh diseluruh dunia. Dibuat 20 tahun yang lalu oleh seorang pakar permata asal Jepang yang tidak ingin disebutkan namanya. Hanya itu penjelasan yang tertulis disini.", Ryosuke sedikit kecewa setelah membaca artikel yang ditunjukkan Rei, ia kembali ke kursinya dan melanjutkan makan siang.

"Bukan hanya itu yang kutemukan.", aku dan Ryosuke kembali menatap layar laptop milik Rei, "Selain Kou-sama dan Ryosuke, aku menemukan 2 orang lagi yang memiliki liontin itu."

"Eeehh?", aku dan Ryosuke menyahut kaget.

Rei menampilkan sebuah foto di laptopnya.

"Yuto?", aku dan Ryosuke mengucapkan kata yang sama. Foto Yuto jelas terpampang di layar laptop Rei, foto yang sepertinya diambil diam-diam oleh penggemarnya. Tapi berapa kalipun aku melihat foto itu, aku sama sekali tidak menemukan dimana liontin yang dimaksud Rei.

Seolah mengerti apa yang kupikirkan, Rei memperbesar foto Yuto dan memperbaiki resolusinya, kini terlihat jelas sebuah liontin dengan bandul yang sama dengan milik Ryosuke menggantung di leher Yuto, warna jingga terpancar dari permata yang bersemayam di dalam bandulnya.

"Dan satu lagi...", wajah Rei tampak tidak nyaman, namun dia tetap menunjukkan foto dari pemilik liontin keempat.

"Kak Kei?", aku langsung mengenali wajah bocah laki-laki yang duduk di antara belasan anak yang lain. Ada aku dan Rei kecil juga disitu. Ini foto kami 12 tahun yang lalu, bersama teman-teman yang juga dirawat di panti asuhan yang sama dengan kami. Tak perlu diperbesar, aku dengan jelas dapat melihat liontin yang sama persis dengan milik Ryosuke di leher kak Kei, hanya saja permatanya kak Kei berwarna kehijauan.

"Dari tujuh liontin, empat diantaranya ada di tangan calon pewaris Diamond Corp. Aku curiga, jangan-jangan sebenarnya kita semua dikumpulkan disini karena liontin ini.", Ryosuke menggenggam erat liontinnya.

"Tapi aku, Ai, Yuuri, dan Hikaru-sama tidak memilikinya.", Rei membantah.

"Tidak, Hikaru-sama juga memiliki liontin itu.", aku kembali teringat kejadian di rumah sakit, "Tunggu, coba kuingat, ulah mereka... Merebut liontin... Melindungi para pangeran dan sang putri...", aku menggumamkan beberapa kalimat yang kudengar dari balik pintu ruangan Hikaru-sama, mencoba menyatukan informasi yang kumiliki saat ini.

"Apa maksudmu? Ulah mereka? Siapa? Siapa mereka?", Ryosuke memukul meja dan menatap tajam ke arahku, aku melihat kebencian di matanya. Ada apa dengannya? Apa ada yang salah lagi dengan kata-kataku?

"Aku...", aku pun menjelaskan apa yang terjadi hari itu. Ryosuke langsung pergi meninggalkan kami sesaat setelah aku menyelesaikan ceritaku. Kami hanya menatap punggungnya yang semakin menjauh dengan penuh kebingungan.

"Rei, bisa tolong cari tau tentang masa lalu Ryosuke?", Rei menatapku sejenak, tanpa bertanya apapun, dia mengangguk.

***

"Huuft, akhirnya selesai juga, alhamdulillah.", aku terduduk, meregangkan otot-otot tanganku yang sedari tadi bekerja. Aku baru saja selesai membersihkan mejaku yang penuh coretan, hasil karya teman-temanku. Aku selalu melakukan rutinitas ini sejak pertama kali masuk sekolah. Seperti halnya teman-temanku yang tidak pernah lelah mengangguku, aku juga tidak akan pernh menyerah menghadapi mereka.

Aisyah dan 7 PangeranWhere stories live. Discover now