Tidak ada yang suka nama seperti itu. Burp. Jisoo bersendawa sambil menutup mulutnya, meminta maaf.

"Maaf, maaf soal itu," Katanya saat Joohyun menatapnya dengan jijik. "Jadi, kau suka anak-anak?"

"Tentu saja!" Kata Joohyun.

"Aku tidak menduga begitu, kan, Jen?" Tanya Jisoo tanpa menunggu jawaban. "Bert."

"Kenapa kau terus mengulang namanya?" Bentak Joohyun frustrasi.

"Tidak ada alasan," Jisoo mengangkat tangannya tanda menyerah, merasakan remasan tangan Jennie di pinggulnya. "Benar-benar paranoid." Goda Jisoo menatap Jennie yang siap tertawa.

"Kudengar kau sedang latihan jadi dokter bedah," Elgi angkat bicara, menyela, saat ia merasakan perasaan aneh di antara mereka.

"Benar sekali," Kata Jisoo bangga.

"Harus punya otak untuk itu," Kata Elgi. "Kurasa aku tidak bisa melakukannya, terlalu teknis. Bagaimana dokter mengingat semua istilah itu benar-benar luar biasa."

"Siapa pun bisa melakukannya jika mereka berlatih," Kata Joohyun, mengabaikan kecerdasan dan kesabaran yang dibutuhkan menjadi seorang dokter.

"Aku tidak setuju," Jennie menyela. "Kurasa beberapa orang tidak bisa menyerap informasi tertentu, sekeras apa pun mereka berusaha. Hukum itu seperti pedoman, kadang berubah tapi jarang, dan aku tidak perlu menghafalnya. Selama aku lulus ujian, aku masih bisa terus belajar dan menjadi lebih baik setelahnya. Sedangkan dokter, kurasa pekerjaan itu akan membuatku takut. Setiap hari ada pasien yang berbeda di mejaku dengan cedera dan diagnosis yang berbeda, sementara aku tahu jika aku melakukan satu kesalahan saja, aku bisa mengakhiri hidup mereka. Kurasa itu membutuhkan banyak keterampilan dan kecerdasan, aku mengaguminya." Jennie berkata dengan jujur.

Dan Jisoo pikir itulah ucapan Jennie yang paling panjang yang pernah ia dengar.

"Lalu ada Jisoo," Joohyun tertawa. "Aku masih penasaran siapa yang akan mengikat tali sepatunya. Tolong ceritakan pada kami," Joohyun terkekeh.

"Aku pakai sepatu Velcro..." Kata Jisoo santai. "Tidak perlu repot," Jelasnya kepada Elgi dan Jennie yang hanya tertawa. "Kau memiliki kecerdasan yang langka, Joohyun," Kata Jisoo pelan, senyum tersungging di bibirnya. "Jarang sekali kau menunjukkannya," Tambahnya menyesap wine saat Joohyun menggeram.

"Okay!" Jennie menyela. "Cukup, untuk sekarang, ayo kita makan!"

"Aku lapar," Jisoo berbohong, membiarkan Jennie menariknya pergi dari sana dengan seringai puas.

"Kau tidak bisa menahan diri, kan?"

"Aku bahkan tidak mencobanya," Jisoo bernapas lega, membiarkan tangannya jatuh ke tangan Jennie dan menariknya hingga pinggul mereka berbenturan saat mereka berjalan sambil mengayunkan tangan di antara keduanya.

***

Jennie dan Jisoo berpisah saat Jennie ingin pergi mengambil hadiah ulang tahun Bert untuknya saat ia meniup lilin di kue ulang tahunnya nanti.

Seberapa pun Jisoo bertanya apa yang akan ia berikan, Jennie tidak menjawab bahkan ketika Jisoo berjanji tidak akan memberitahu Bert. Jisoo merasa sangat tidak adil karena itu bukan hari ulang tahunnya, kenapa Jennie juga harus merahasiakannya darinya, pikirnya.

Jennie pergi sekitar setengah jam lalu, meninggalkan si rambut hitam untuk berjuang sendiri melawan teriakan anak-anak dan kakak perempuannya yang menyebalkan.

Ketika ia kembali ke taman belakang, betapa pun ia mengamati lautan orang-orang di sana, Jennie tidak dapat menemukan Jisoo.

"Kau mengasuhnya seperti anak kecil!" Joohyun mendengus menggelengkan kepala.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 09 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The InterviewWhere stories live. Discover now