Biasanya, setelah kita tidur dengan seseorang di malam sebelumnya, kita cenderung akan bangun dengan wangi yang harum, terlihat lebih segar dan tampak seperti model yang seharusnya siap untuk pemotretan.
Tapi Jisoo tidak.
Alih-alih, dia menyisir rambutnya dengan jari-jarinya, menghembuskan napas di telapak tangannya karena ternyata menyikat gigi bukanlah hal pertama yang terlintas di pikirannya saat dia bergegas ke kantor.
Dia yakin akan satu hal, dan hanya satu hal ini: pakaian dalamnya jelas bersih dari malam sebelumnya karena Jennie telah melemparkannya.
"Malam yang panjang?" Seringai Karina saat lift berdenting terbuka menuju lantai pertama Jisoo.
"Kira-kira begitu." Jisoo balik menyeringai.
Pikirannya sudah melayang pada posisi Jennie semalam yang berpegangan di kepala kasur saat ia menghujam miliknya dalam lubang Jennie.
"Seburuk apa penampilan ku?" Tanyanya menggigit bibir bagian dalam dan berusaha berdiri sedikit lebih tegak.
"Kau seperti seseorang yang diseret di semak berduri."
"Seburuk itu?"
"Mengerikan." Karina tertawa menepuk bahu Jisoo. "Ngomong-ngomong, Joohyun sedang mencarimu. RIP."
"Bukan itu yang kubutuhkan." Gumam Jisoo menggelengkan kepala saat ia terus mendorong surat ke deretan kantor pertama.
Terlambat satu jam tidak masalah, tidak kentara bagi kebanyakan orang, tapi hei, dia terlambat tiga jam dan bekerja paruh waktu. Dia cukup yakin seluruh gedung tahu dia tidak ada di sana saat mendapatkan tatapan seperti itu ketika ia menyerahkan dokumen penting yang telah mereka tunggu-tunggu.
Pengacara bisa jadi orang yang suka merusak suasana hati...
"Jisoo!"
"Ya Tuhan," Jisoo memejamkan matanya sejenak sebelum berputar di tempat dengan senyuman yang berseri-seri di wajahnya. "Itu dia!" Jisoo berbohong, tangannya memegang surat-surat Joohyun. "Aku mencarimu ke mana-mana. Apa kau bersembunyi dariku?" Godanya dengan tatapan nakal hanya untuk membuat wanita itu semakin kesal.
"Jangan macam-macam. Kau terlambat, ini kedua kalinya dalam dua minggu." Bentaknya mengambil surat-surat dari genggaman Jisoo sebelum menyilangkan tangannya sementara si rambut gelap hampir tak berkedip. "Lalu?"
"Lalu apa?" Kata Jisoo dengan ekspresi bodoh, matanya melirik ke sekeliling sebelum kembali menatap Joohyun.
"Lalu apa penjelasanmu?" Bentak Joohyun lagi, tatapan matanya sangat tajam dan membara.
Jisoo penasaran apakah wanita itu punya jiwa, karena matanya terlihat hitam.
"Oh um," Kata Jisoo dengan bodoh. "Bisa kau tanyakan lagi nanti? Aku belum sempat memikirkannya. Kau tahu, karena aku terburu-buru."
Jisoo yakin suara decakan Joohyun cukup keras untuk didengar oleh semua orang di lantai itu, tapi dia tidak menoleh, malah tersenyum saat Joohyun menurunkan tangannya, menggelengkan kepalanya dengan agresif sambil mengoceh tentang sesuatu, mungkin semacam ceramah tentang betapa tidak bisa diterimanya hal itu dan bagaimana Jisoo harus serius dengan pekerjaannya, siapa tahu!
Tentu saja Jisoo tidak tahu karena dia berhenti mendengarkan saat Joohyun mencoba membunuhnya dengan tatapannya.
"Iya," Jisoo memutar matanya dengan santai. "Aku mengerti maksudmu."
Dia tidak mengerti.
"Itu tidak akan pernah terjadi lagi!"
Mungkin akan terjadi lagi.
YOU ARE READING
The Interview
Fanfiction"Apa yang kau ketahui tentang perusahaan ini?" Tanya Joohyun sambil mengamati wanita berambut hitam itu dengan hati-hati seolah dia adalah semacam dinas rahasia. "Yah," Kata Jisoo dengan mata menatap wanita di depannya. "Sangat besar." *SLOW UPDATE*
