"Benarkah? Karyawan mu?" Dengus Joohyun. "Apa kau masih tidak mengerti?" Dia menggelengkan kepalanya dan berbalik. "Dia konyol, Jennie, dia seperti anak kecil."

"Kau juga," Bentak Jennie. "Kau bisa saja melewatinya di lorong kantor tanpa bicara apa-apa, dan dia tidak akan mengganggumu, tapi aku sering melihatmu sengaja berbicara padanya hanya untuk memancing amarah!" Dengus Jennie keras. "Jangan berpura-pura hanya Jisoo yang salah di sini padahal kau jelas-jelas melakukan hal yang sama, tapi apa? Karena Jisoo tidak membungkuk padamu seperti orang lain, dia bermasalah?" Tanya Jennie.

"Dia bermasalah karena dia terlambat. Dia malas bekerja. Dia tidak menganggapnya serius. Kau tahu itu kalau kau tidak buta."

"Aku melihatnya, Joohyun," Jennie menyilangkan tangannya. "Dia memperlakukan pekerjaannya apa adanya. Membosankan, dan hanya perlu untuk membiayai hidupnya. Jika kau punya pekerjaan seperti itu, apa kau akan melompat ke sana sini dengan bersemangat?" Tantang Jennie. "Dan... aku tidak ingin membicarakan pekerjaan, Jisoo di sini sebagai tamuku. Kalau itu menjadi masalah untukmu, kami bisa pergi."

"Kau beruntung kau adikku," Kata Joohyun sambil menggelengkan kepala, tidak setuju, tapi tidak ada yang bisa melawan Jennie.

"Kau beruntung kau kakak ku," Kata Jennie menyeringai, dan Joohyun memutar bola matanya dengan kesal.

Hanya dalam hitungan detik, Jennie mendapati Jisoo sedang memperhatikan anak-anak melompat-lompat di istana tiup dengan segelas wine di tangannya.

"Mau mabuk lagi?" Jennie menyeringai melingkarkan lengannya di pinggang Jisoo.

"Sama sekali tidak!" Jisoo meringis. "Ini untuk meredakan mabukku. Apa kata Joohyun?"

"Tidak ada yang baru," Aku Jennie.

"Jen,"

"Yeah?"

"Kurasa Joohyun tidak setuju," Kekeh Jisoo.

"Kenapa kau bilang begitu?"

"Tatapannya bisa membunuhku dengan perlahan," Jisoo tertawa, menganggukkan kepalanya ke kiri.

Saat Jennie melihat ke kiri, Jisoo benar. Joohyun memberinya tatapan mematikan yang dikuasainya dengan sempurna sejak bertemu dengan si rambut hitam. Jennie akhirnya ikut tertawa.

"Abaikan saja dia," Jennie memutar matanya meremas pinggang Jisoo sedikit lebih erat.

"Hell no," Seringai Jisoo, "Ayo kita bersikap sopan," Kata Jisoo berbalik dan menarik Jennie bersamanya.

"Hai," Jisoo tersenyum lebar tanpa menunjukkan tanda-tanda ketidaknyamanan saat Joohyun hanya menatapnya datar sementara Elgi tersenyum sopan.

"Berapa umur Bert sekarang?"

"Dia enam tahun," Joohyun menjawab dengan senang hati, menyilangkan satu tangan di dadanya sambil menyesap wine miliknya.

"Dia anak yang sangat imut," Jisoo mengakui membuat Joohyun lebih rileks. "Bert," Kata Jisoo santai. "Nama yang tidak biasa. Apa dia dinamai oleh seseorang?" Tanya Jisoo bergoyang di kakinya seperti yang dilakukan Bert beberapa menit yang lalu, mencoba bersikap polos tetapi ada sesuatu di matanya.

"Tidak," Ucap Joohyun, menatap putranya yang sedang menyeret anak laki-laki lain ke istana tiup.

"Mungkin namanya dari seseorang atau apa pun," Jisoo menggigit bibirnya ke dalam.

Jennie menyenggolnya, tahu ke mana arah bicaranya. Mata kucingnya bertemu dengan manik mata cokelat dan Jennie menggelengkan kepalanya sementara Jisoo hanya mengedipkan mata.

"Tidak. Kami hanya menyukai namanya," Jelas Joohyun.

"Menarik," Kata Jisoo sama sekali tidak tertarik.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 09 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The InterviewWhere stories live. Discover now