"Aku tahu aku telah membuatmu bingung dengan tingkah ku selama beberapa minggu terakhir ini," Kata Jennie ragu-ragu, menatap mata cokelatnya. "Tapi aku hanya ingin kau tahu satu hal bahwa aku benar-benar menyukaimu, Jisoo."

Mengakuinya ternyata lebih mudah daripada yang Jennie bayangkan, tapi sudah bertahun-tahun ia tidak pernah melakukan hal seperti ini, sampai-sampai ia hampir lupa rasanya saat ada yang bisa mengalihkan perhatiannya selain pekerjaan. Rasanya seru, menyenangkan, dan akhirnya lega, tapi Jennie merasakan semua itu sejak pertama kali Jisoo memperkenalkan dirinya, dari cara Jisoo menatapnya sekarang.

Satu-satunya tanda yang Jisoo berikan bahwa dia mendengarkannya saat tangannya yang dingin itu menangkup pipi Jennie dengan senyum tulus di bibirnya.

"Aku juga menyukaimu." Jisoo mengembuskan napas lega, hidungnya menyentuh hidung Jennie saat ia mendekatkan wanita di atasnya hingga bibir mereka saling bertemu dengan ciuman yang berantakan dan bahagia, tetapi keduanya tidak peduli. Mereka terus berciuman di sela-sela senyum dan debaran di perut mereka yang seakan tidak berhenti saat mereka bersama.

"Kau tidur denganku, iya. Dan aku tidur denganmu, iya. Tidak ada yang lain, Jisoo. Okay?" Goda Jennie menirukan kata-kata Jisoo tadi malam.

"Apa kau harus merusak momen ini." Rengek Jisoo mendorong pinggul Jennie, sementara si rambut cokelat itu hanya tertawa puas.

"Kalau begitu," Jennie menyeringai, mendorong tubuh Jisoo dengan cepat ke bawah tubuhnya hingga wanita itu terperangkap di bawahnya. "Kau tidur denganku, Kim Jisoo," Kata Jennie menggoda. "Bukan Karina," Bisiknya lagi, membuat Jisoo terdiam saat mata kucing itu gelap dan suaranya yang sedikit serak.

Jisoo menyerah seperti anak kecil yang menerima permen. Ia langsung melumat bibir Jennie dengan rakus. Alih-alih menyuruh Jisoo untuk bertingkah lebih dewasa, Jennie justru menikmatinya dan memanfaatkannya untuk keuntungannya sendiri. Dan Jisoo merasa bahwa Jennie lebih seksi karena hal itu.

"Kenapa aku setengah telanjang dan kau masih berpakaian lengkap?" Jisoo mengerutkan keningnya di sela-sela ciuman di bibir montok Jennie, menolak menjauh dari makhluk cantik di atasnya saat tangannya mulai menarik celana piyama Jennie ke bawah.

"Katamu pakaian mu panas seperti... iblis," Seringai Jennie bergeser untuk membantu menurunkan celananya sendiri dengan bibir yang saling melahap satu sama lain. "Begitu juga Joohyun." Jennie tertawa.

***

"Kau yakin ini ide bagus?" Tanya Jisoo untuk ketiga kalinya, meremas paha Jennie sambil mengemudi.

"Aku ingin kau ada di sana," Ulang Jennie, meraih tangan Jisoo, menggenggamnya, dan meremasnya untuk memberi semangat. "Dia terus mendesakku agar berpacaran, dan aku sudah melakukannya, jadi dia harus menghadapinya."

"Bukankah seharusnya kau memperingatkannya dulu?"

"Tidak. Ini ulang tahun Bert dan kau adalah pasanganku."

"Waktu aku bilang dia bakal mati, aku serius. Seperti serangan jantung atau Aneurisma," Kata Jisoo dengan nada serius. "Tolong bilang aku bisa 'bercanda' dengannya," Jisoo menyeringai nakal.

Sementara Jennie tertawa dan memutar matanya. "Kau tahu, aku tidak yakin siapa yang lebih kekanak-kanakan, kau atau Joohyun."

"Oh, tidak pernah ada kompetisi di antara kami," Ejek Jisoo. "Karena jawabannya pasti aku," Ucap Jisoo bangga. "Dia seorang amatir. Makanya seru saat aku mengganggunya."

Jennie tertawa saat mereka masuk di perkarangan rumah kakaknya dan melepas sabuk pengamannya.

"Jangan sampai kita diusir," Pinta Jennie mengecup bibir wanita berambut hitam itu. "Kau siap?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 09 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The InterviewWhere stories live. Discover now