0.prolog 🌷

62 15 0
                                        

❕Sekali lagi cerita ini murni isi kepala sendiri mohon maaf bila ada kesamaan nama, alur, tempat atau apapun dalam cerita ini.

(⁠◠⁠‿⁠・⁠)⁠-🌷

Seorang gadis kecil berambut sepunggung, berusia delapan tahun, tengah asyik bermain di taman bunga yang dipenuhi berbagai jenis kupu-kupu dan pepohonan di sebelahnya juga terdapat sungai yang mengalir tenang. Namanya Isla Seraphina Fontaine.

"Nih," ujar seorang anak laki-laki tampan sambil menyodorkan bunga tulip yang sedang bermekaran di dalam pot.

"Wah, bunga tulip! Kamu dapet dari mana, Kael? Kamu curi, ya?!" Wajah Isla yang semula riang mendadak berubah, kedua matanya menyipit, menatap penuh curiga

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Wah, bunga tulip! Kamu dapet dari mana, Kael? Kamu curi, ya?!" Wajah Isla yang semula riang mendadak berubah, kedua matanya menyipit, menatap penuh curiga. "Bunga tulip kan langka di Indonesia. Bunda aja susah banget cariin aku bunga ini," lanjutnya dengan nada menuduh.

"Bukaaann! Sembarangan!" Kael menyangkal sambil bersedekap dada. "Aku capek-capek bawa ini dari rumah, malah dituduh nyuri. Ini tuh hadiah buat kamu. Aku yang minta papa beliin dari Turki. Kamu kan suka tulip, makanya aku kasih."

Isla kecil berjalan mendekati sebuah pohon rindang. Ia meletakkan pot bunga tulip itu di sampingnya lalu duduk di rerumputan, diikuti Kael yang ikut menjatuhkan diri di sebelahnya.

"Oh... aku kira kamu nyuri. Tunggu-tunggu... Hadiah? Tumben banget kamu ngasih aku hadiah. Biasanya kamu tuh suka jahilin aku!" Isla menunjuk wajah Kael dengan ekspresi penuh selidik.

Kael, yang mengenakan kaos biru muda, menghembuskan napas panjang. "Kenapa sih curigaan mulu?! Aku tuh baik hati kasih bunga, eh malah dibilang aneh. Kalau gak mau, yaudah aku ambil lagi!" gerutunya sambil mengulurkan tangan ke arah pot bunga.

"Nggak, nggak, nggak! Isla suka kok! Makasih, ya. Udah mau kasih bunga ini," kata Isla cepat sambil memeluk pot bunga erat-erat. Senyum manis khas penyuka tulip merekah di wajahnya.

Kael mendengus kesal. "Sama-sama," balasnya dengan wajah cemberut. Kesal, tapi diam-diam senang melihat Isla bahagia. "Ini tuh hadiah sebagai perpisahan. Soalnya sebentar lagi aku mau pindah."

"Hah? Pindah ke mana?" tanya Isla terkejut.

"Entahlah. Ngikut papa. Katanya karena kerjaan." Kael mengangkat bahu acuh.

Isla terdiam sejenak, matanya menerawang. "Bagus dong! Jadi gak ada lagi yang jahilin aku," katanya dengan nada tinggi, berusaha terdengar senang. Ia melipat kedua tangannya di depan dada dan mengangkat dagunya ke atas. Lain dengan hatinya ia sebenarnya sedikit sedih mendengar Kael akan pindah.

Langit sore mulai berubah jingga keemasan. Isla memeluk pot bunga tulip nya sambil menendang-nendang rumput di depannya. Suasana canggung melingkupi mereka berdua. Biasanya, mereka akan ribut soal hal kecil, tapi kali ini... rasanya berbeda.

"Kapan kamu pindah, sih?" tanya Isla akhirnya, suaranya terdengar malas, tapi ada nada penasaran yang tak bisa ia sembunyikan.

"Besok," jawab Kael singkat sambil memainkan ujung kaos birunya.

Isla langsung menoleh, matanya membelalak. "Besok?! Seriusan?!"

Kael mengangkat bahu, pura-pura santai. "Iya. Kenapa? Kamu sedih, ya? Kangen aku nanti?" tanyanya sambil menyeringai.

"Nggak dong! Aku malah seneng! Akhirnya gak ada lagi yang bikin aku kesel tiap hari," balas Isla cepat, memutar bola matanya. Tapi tangannya makin erat memeluk pot bunga itu.

Kael mendengus sambil menyeringai. "Yaudah, bagus kalo gitu. Lagian aku juga males, tiap hari harus dengerin kamu ngomel-ngomel gak jelas."

Isla terdiam, menggigit bibir bawahnya. "Terus... kenapa kasih aku bunga ini? Gak ada niat jahat di baliknya, kan?"

Kael menghela napas, "Denger ya, ini tuh cuma tanda perpisahan. Lagian, aku tau kamu suka tulip. Jadi aku kasih aja. Simple."

"Hmm." Isla pura-pura berpikir. "Tapi tumben banget kamu baik. Jangan-jangan kamu bakal pindah jauh banget, terus gak balik lagi, ya? Makanya pura-pura manis ke aku." Mengingat ia sering dijahili oleh Kael.

Kael melotot. "Apa-apaan sih otak kamu?! Aku pasti balik kok! Dan nanti kalo balik, aku mau liat bunga itu masih hidup. Kalau sampe layu, aku bakal bilang ke semua orang kamu payah."

Isla mengerucutkan bibirnya, merasa tertantang. "Ya liat aja nanti. Bunga ini pasti bakal tumbuh subur, gak kayak kamu yang selalu bikin masalah!"

Kael berdiri dan menepuk celananya. "Yaudah, inget aja omongan aku. Jangan sampe bunganya mati, itu kata papa susah tau ngerawatnya." Ia mulai berjalan menjauh, tapi setelah beberapa langkah, ia berhenti. "Eh, Isla!"

"Apa lagi, sih?" Isla menoleh dengan ekspresi malas.

"Kalau aku nanti ga balik... jangan nyesel udah kehilangan aku, ya," ucap Kael sambil menyeringai, lalu berlari sebelum Isla sempat membalas.

Gadis kecil itu hanya mendengus, tapi saat Kael benar-benar hilang dari pandangan, ia menunduk dan menggenggam pot bunga tulip itu lebih erat. Dasar Kael nyebelin. Tapi... kenapa aku malah sedih?

Semenjak sore itu merupakan kali terakhir Isla melihat Kael. Taman itu kini menjadi saksi bisu perpisahan Kael dan Isla kecil, dua anak yang selama ini lebih sering saling mengganggu daripada benar-benar menjadi teman.

Dan meski mereka tak pernah mengakui, ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang terasa sepi, seperti ada bagian yang tak lengkap, tapi entah siapa yang benar-benar merasakannya.

TO BE CONTINUED...

(⁠◠⁠‿⁠・⁠)⁠-🌷

Isla's troubleWhere stories live. Discover now