2. Jatuh di Tempat yang Tak Jauh

4.6K 182 4
                                    

2. Jatuh di Tempat yang Tak Jauh

Tiana menyalakan playlist favoritnya di laptop dan mengikuti lirik lagu Tiap Kata yang Kau Ucap-nya Satellite, band indie yang lagi ngehit dan digandrungi banyak cewek di Indonesia, dan mampu membuat Tiana tergila-gila.

Sembari bersenandung kecil mengikuti liriknya, jari-jari Tiana berlarian secara lincah di atas keyboard dan mulai menyusun rangkuman terbaru untuk bab Biologi berikutnya-sistem pencernaan-dalam bentuk mind map. Dia sering membuat mind map sejak SMP, namun, karena mulai malas berkreasi secara manual, dia mengalihkan kreativitasnya menggunakan laptop. Papanya pasti nggak keberatan untuk menyisihkan sedikit uang untuk membelikan tinta kalau-kalau persediaan di rumahnya habis. Nggak ada kata nggak buat apa pun yang bisa mendukung sepak-terjang pendidikan Tiana.

Dinding di kamarnya dibiarkan bercat warna putih, hampir minim hiasan. Hanya beruntai-untai tali dengan origami hati yang dirangkai memanjanglah yang menggantung di dinding atas kepala ranjangnya. Origami-origami itu pun memiliki semburat warna pelangi.

Ruang-ruang dindingnya yang lain penuh dengan kertas mind map, lengkap tiap pelajaran, berganti-ganti tiap semester. Tiana mungkin nggak ingat kalau harus menjabarkan semua materi itu, namun jika dia dihadapkan pada soal, dia bisa menjawabnya dengan tepat.

Hanya dalam waktu satu jam, Tiana telah menyelesaikan rangkuman mind map sistem pencernaannya. Bentuk rangkaian pencernaan manusia ada di tengah-tengah, dengan warna yang berbeda di setiap organ. Organ yang menjelaskan fungsi dan komponennya berwarna sama dengan bagan maupun kolomnya. Jika Tiana mempelajari bab ini dalam satu jam ke depan, bisa dipastikan dia akan menguasai materi sistem pencernaan bahkan sebelum gurunya di sekolah tuntas membahas.

Tiana menghela napas. Dia merasa otaknya penat. Jenuh. Enggan diajak berpikir. Padahal dia nggak pernah mengalami hal seperti ini setahun yang lalu ketika masih di kelas sepuluh.

Dengan helaan napas yang lebih besar, Tiana memundurkan kursinya dan beranjak menuju lantai bawah, hendak membuat susu untuk pengantar tidur. Dia nggak akan memaksa otaknya bekerja keras jika memang itu yang dia butuhkan.

Seiring langkahnya mendekat ke arah dapur, Tiana mendengar suara cekikikan tak jelas yang bukan hal baru lagi baginya. Tiana pasrah. Dia melanjutkan perjalanannya dan tanpa menoleh sedikit pun ke arah mamanya yang meracau nggak jelas sambil duduk menelungkup di meja makan, dia mengambil gelas dan mulai menuangkan susu bubuk ke dalamnya. Percuma protes, mengertakkan gigi, mengepalkan genggaman, ataupun berteriak frustrasi di depan wanita yang telah melahirkannya itu. Dia nggak akan didengarkan.

Gue udah terbiasa, yakinnya dalam hati.

"Naa.... Mama kangen kamu, Nak..." Maribel Alma berjalan ke arah Tiana sambil meraih lengan atas Tiana dengan lemas. Tanpa daya.

"Lepas, Ma! Iih!" Tiana menyentakkan lengannya dan buru-buru membawa gelas susunya ke lantai atas. Dia mengerutkan kening dan tetap mempertahankan ekspresi keras kepalanya hingga masuk kamar. Di dalam, dia kembali mengeluarkan helaan napas, dan menghabiskan susunya dalam waktu singkat. Hampir terasa seperti sekali tegukan.

Tubuhnya meluruh ke lantai. Dia berusaha meyakinkan dirinya lagi bahwa dia baik-baik saja. Bahwa dia sudah terbiasa.

Namun, seluruh alam bawah sadarnya mengkhianatinya. Dadanya yang menekan kuat hingga Tiana merasa terimpit mampu memaksanya meneteskan tangisan.

***

Tiana duduk di meja makan sendirian, pagi hari setelah malam sebelumnya dia menolak berbicara dengan Mama. Dia melahap telur mata sapinya dengan niat setengah-setengah, menebak-nebak siapa yang membuat sarapan pagi ini untuknya.

Chaos ChemistryWhere stories live. Discover now