PROLOG

11 1 2
                                        

Happy Reading.....

Kita mulai dari nol ya kawan-kawan! Semoga kalian suka🩷

Jangan Bersedih-Tiffany Kenanga

Nesa PoV

"Nesa, pulang dulu ya!" Nesa menatap seseorang yang barusan pamit padanya.

"Yoo!" Jawabnya singkat dan kembali sibuk mengetikkan pesan kepada sahabatnya bila ia akan pulang terlambat karena tidak bawa jas hujan.

Badannya, otaknya, hatinya, juga lambungnya lelah. Berusaha menjaga semuanya agar baik-baik saja, jangan sampai hanya karena stress atau telat makan membuatnya asam lambung.

tingting....

Pesan masuk berasal dari ibunya.

Tanpa sadar air matanya keluar, dia lelah menjalani hidup dua tahun di kota orang tanpa restu ibunya. Namun, dia juga ingin membuktikan bila ia bisa. Belum juga dia lelah harus sigap membantu bu Wirna kepala di instalasinya karena dia harus balas budi atas kebaikan yang telah meminjami rumah untuknya dan sahabatnya.

Mungkin kali ini kursi tunggu akan menjadi saksi bisu dirinya menangis dan hujan menjadi peredam suara tangisnya.

Grepp, sebuah jas putih tersampir dipundaknya dan dia tahu siapa orangnya.

"Nunggu didalem kan bisa. Jilbabmu lama-lama basah kena cipratan air hujan." Mungkin jas putih itu tidak bisa menghangatkan tubuh dari dinginnya suasana tapi setidaknya dia bisa merasakan memakai jas impiannya. Namun, ada rasa tidak nyaman saat jas itu seakan sengaja disampirkan dipundaknya. Apa karena dia belum apoteker?

"Pulang dulu gih, naik mobil gak bakal kehujanan." Suruh Nesa.

"Ngusir nih ceritanya? Niatnya aku mau nganter kamu pulang sekalian biar gak kehujanan." Ajak pria itu bernama Haris.

"Gapapa duluan aja ya. Lagian rumah kita beda arah, jangan buat ibumu menunggu Ris. Aku gapapa!" Walau dia tidak tau siapa ibunya Haris, tapi ibunya pasti kesepian.

"Ini juga jangan keseringan nyampirin jas kepundak. Takutnya mimpi aku terbangun dikenyataan yang tak seberapa ini." Nesa mengembalikan jas apoteker milik Haris. Pakai jas putih itu mimpinya, tapi Tuhan punya rencana lain untuk masa depannya. Rasanya dia harus tau diri untuk bermimpi.

"Yaudah maaf deh. Kalau gitu balik dulu ya." Haris pamit pulang duluan sedangkan Nesa kembali termenung. Mau main hp takut gledek kalau enggak ngapa-ngapain kayak orang bengong.

Fokusnya tiba-tiba berganti menatap sebuah punggung lebar milik pria berjas hitam yang masuk kedalam mobil. Dia suka melihat punggung pria itu. Ehh, astagfirullah Nesa!

●●●●●●●

Lysa Pov

"Pucuk kali ya?" Ucap Lysa bermonolog dan saat tangannya ingin menggapai teh kemasan, tidak sengaja berbenturan dengan tangan seseorang. "Ah maaf!" Ucap Lysa sopan.

"Hm!" Lysa mendelik setelah mendengar respon pria itu. Sombong sekali responnya, langsung pergi berlalu tanpa mengucapkan maaf? Apakah dia tidak punya adab?

"Aromanya ini orang kaya sombong nih!" Julidnya misuh-misuh sembari membawa keranjang belanjaannya. Segera saja Lysa membayar semua belanjaannya dan pergi duluan.

Sepertinya hujan sudah reda. Dia ingin sekali duduk sebentar di sebuah danau seberang swalayan. Biasanya sepi kalau mau maghrib.

Dia sedang butuh waktu untuk menyendiri saat ini.

tingting.....

Buru-buru dia mengambil ponselnya dalam saku celana takut ada pekerjaan mendadak dari kantor

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Buru-buru dia mengambil ponselnya dalam saku celana takut ada pekerjaan mendadak dari kantor.

"Mbak?" Dia membaca pesan dari mbak iparnya tapi keburu ditelepon.

"Hallo mbak, ini aku baru mau baca chat mbak!" Ucap Lysa duluan. Bila notifikasi berasal dari keluarganya di Semarang itu dia sudah tau pasti tidak jauh dari kebutuhan juga materiil.

"Lys ini ibu katanya butuh minyak sama gula lagi soalnya kan beberapa hari ini banyak yang nikahan." Beritahu mbaknya. Sudah jadi tradisi di daerahnya kalau ada hajatan dari tetangga itu bawa barang istilahnya sinoman atau kayak hutang gitu loh yang mana kalau kita ngasih gula nanti pas kita ada acara orang itu harus balikin gula sesuai jumlahnya, gitu. Paham kan?

Dia mendesah pelan tapi dengan menjauhkan ponselnya untuk menjaga perasaan kakak iparnya itu. "Oke mbak. Mau transfer aja atau mau aku pesenin dari Jakarta?" Tanya Lysa.

"Ditransfer aja gimana Lys, di warung mumpung harganya miring nih." Sahut kakaknya.

"Ya mbak aku usahakan nanti malam."

Kepalanya pusing. Banyak sekali kebutuhan yang harus dia cukupi. Bahkan untuk tinggal di Jakarta ini masih lumayan ada sisa berkat rumah yang diberi oleh bu Wirna untuk Nesa.

"Enak ya jadi Nesa yang gak ada tanggungan keluarga!" Ucapnya bermonolog melihat air kolam yang memantulkan wajahnya.

"Aaaaaaaaaaaa..."

"Aaaaaaaaaaaaaaa.."

Mungkin teriak bukan solusi, tapi sedikit mengurangi beban pikiran. Dadanya sesak sudah tidak kuat buat berjuang di kota orang, tapi bila dia pulang akan semakin pusing diributi ibunya untuk segera menyelesaikan kuliahnya.

Srekk..

"Oh kirain mau bunuh diri!" Lysa mendengar ucapan pria itu. Pria sombong tadi di swalayan.


Halo halo ada cerita baru nih jangan lupa like dan komen ya... Terimakasih

--TBC--

ENEMY OF MY MANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang