Bab 23

10.9K 948 127
                                    

🚫 Warning 21+++ 🚫

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🚫 Warning 21+++ 🚫

Tolong bijak dalam membaca. 

Aku dah memenuhi mau kaliaan ya. This is my first time, maaf2 kalau kaku dan aneh ya.

Selamat baca Kamaruna unboxing

***

Aku mencengkram erat kain sprei kasurku. Setelah ucapanku yang penuh ragu, Kama seolah membantu menghapus kabut kebimbangan dan ketakutan yang kurasakan. Ia menyentuhku, menciumku, dan mendekapku dengan lembut. Kama memberitahuku lewat perlakuannya bahwa semua akan baik-baik saja, bahwa aku akan aman selama bersamanya. 

Mata itu kembali menatapku, pandangan penuh akan hasrat yang sebenarnya tak jauh berbeda dariku. "Are you sure?" tanyanya lagi. 

Aku terdiam beberapa detik sebelum akhirnya mengangguk pelan. Pelan bukan berarti aku ragu, namun aku ingin Kama juga akan melakukannya dengan perlahan. "Do it slowly," ucapku. 

Kama mengangguk. "I promise."

Lihat kan bagaimana cara Kama meminta persetujuanku? Bagaimana bisa aku menolak kalau dia memperlakukanku dengan sopan padahal aku istrinya sendiri. Aku tak tahu sudah berapa lama Kama menahan hasratnya sejak menikah, namun terlihat dari kilatan matanya sepertinya itu sudah cukup lama. 

"Mas akan melakukan foreplay, supaya kamu gak terlalu kesakitan."

Aku menggigit bibir bawahku, bukan takut tapi gugup. Pikiranku terlalu kacau untuk membayangkan apa yang Kama akan lakukan untuk membuatku orgasme. Apa dia akan menciumi setiap inci tubuhku? Apa Kama akan mengulum payudaraku? Oh atau jangan-jangan Kama kan memasukkan jarinya ke dalam tubuhku? 

Astaga memikirkannya saja membuatku malu.

"Pipi kamu merah," balasnya terkekeh sambil menyentuh pipiku. "Kamu mikir apa?" 

Sialan aku ketahuan! Aku selalu seperti dikuliti tiap berada di hadapan Kama. Pria itu selalu bisa menebak pikiranku. 

"Ng..nggak. Gak mikir apa-apa," bohongku. Tapi kegagapan itu tak bisa berbohong. 

Kama menyugar rambutnya yang basah akibat keringat—sangat tampan dan seksi. "Kita harus membuka baju kamu." Aku membelalakkan mata. Bodoh, padahal itu intinya kenapa aku dan Kama memutuskan untuk berhubungan badan. 

Kama masih mengenakan celana kerjanya, namun bagian atas tubuhnya telah bersih dari kemeja—yang juga aku buang entah kemana. "Mas sudah setengah telanjang, tapi kamu masih menggunakan pakaian lengkap." Ia mencibir. Wajahnya menunduk semakin dekat dengan wajahku hingga aku bisa merasakan napasnya yang panas. "Curang. Gak adil." 

Mulutku terkunci, tak mampu mengeluarkan satu patah kata pun. Hal yang bisa aku lakukan agar Kama tak salah paham dengan reaksiku hanya mengangguk. Oh God, tolong aku.

A Reason to be With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang