Bab 21

7.5K 876 53
                                    

Halo! Apa kabar? 

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Halo! Apa kabar? 

Makasih lohh dah nunggu Kamaruna terus. Untuk nemenin Minggu sore ini aku kasih yang mix feeling. Kek gimana tuh? 

Mmm... langsung baca aja yaahh. Happy Reading!

Kalau mau komen tiap paragraf jugaa gapapaaa, aku suka banget!

***


Aku mengunyah es batu dengan keras dan tak sabaran. Aku sangat kesal hari ini. Bisa gak sih satu hari aja gak ada yang ganggu hariku yang tenang dan bahagia?

Jadi niatnya aku dan Kama akan bertemu untuk makan siang. Tahu kan bahwa progress hubunganku dengan Kama ternyata bisa sampai ke tahap ini, aku saja tak percaya. Meskipun Kama belum menyatakan perasaannya, namun aku bisa merasakan bahwa ia sepertinya juga menyukaiku.

Oh apa aku secara implisit bilang kalau aku telah jatuh cinta padanya?

Sialan aku jadi tersenyum mengingatnya. Entah bagaimana mulainya, namun menghabiskan waktu dengan Kama seperti membuatku kembali merasakan percikan bunga asmara saat SMA dulu. Iya, tahu gak sih waktu sekolah jatuh cinta begitu menggebu. Sebelumnya bahkan aku tak yakin di umur yang mendekati 30an aku akan menemukan seseorang yang membuatku demikian, namun ternyata Kama orangnya.

Bayangin deh, Kama itu suka banget cium-cium mendadak. Sehari gak mungkin dia gak cium bibirku. Kan... aku jadi... suka. Ya meskipun dia masih belum pandai soal kata-kata, tapi perlakuannya cukup membuatku hilang akal.

Oh, soal ranjang, itu... sayangnya aku dan Kama belum tidur satu kamar. Argh! Menjengkelkan. Masuk akal gak sih suami istri gak tidur satu kasur? Lagian siapa yang bikin aturan itu dulu?

Oh ya itu aku.

Bego banget lo Na.

Kembali ke kesalanku hari ini. Setelah aku dan Kama memenuhi janji untuk makan siang, sepupu perempuannya itu menelepon Kama untuk bertemu dengannya karena ayah perempuan itu datang ke sini. Kama sempat menawariku untuk ikut saja. Aku mau, sangat mau terutama untuk menjauhkan perempuan itu dari suamiku, tapi sayangnya prof Emily memintaku untuk kembali menemuinya sore nanti.

"Gue tuh sebel banget Rum. Ih asal lo tahu nih tangannya tuh gak bisa kalau gak nyentuh lengan Kama. Kayak... kaki lo gak mampu menahan beban tubuh sampai harus pegangan gitu?" ucapku menggebu-gebu saat menelepon Arum. Jika emosi sudah di ubun-ubun seperti ini, tak mungkin aku bisa menyimpannya sendirian. Untung saja Arum sedang tak sibuk karena anaknya sedang me time dengan bapaknya.

"Wah kalau gue jadi lo juga bakal sebel banget sih Na. Gak terima gue suami di pegang-pegang gitu meskipun mereka sepupu."

"Ya kan! Kesel kan lo! Apalagi tuh Kama kayak ngasih sinyal positif gitu ke dia."

A Reason to be With YouWhere stories live. Discover now