09 : waktu itu relatif

1.1K 132 39
                                    

Niki menikmati usapan lembut tangan sunoo di belakang kepalanya ketika kini dia tengah menyembunyikan wajahnya di perut sunoo. Berbaring berbantalkan paha sunoo.
"Apakah namamu hanya sunoo?".

"Iya, tidak ada nama belakang seperti nama kalian". Suara lembut sunoo menyapa pendengar niki.

"Bagaimana jika mulai sekarang namamu adalah Sunoo de Ishtar"

"Ishtar?". Sunoo menaikan alisnya, kemudian sang pengeran berbalik kearahnya,

Senyum terbit di wajah sang pangeran ketika dari bawah sini dapat dia lihat jelas paras cantik sang siren. Sunoo bersinar seperti bintang, bintang yg begitu dekat. Yg bisa niki raih dalam sekali rengkuh.
"Seperti Dewi Ishtar legenda sumaria".

"Bukankan Ishtar adalah Dewi cinta dan perang Babilonia?"

Niki mengangguk
"Iya, menurutku kamu seperti itu. You just so beautiful sunoo"

"Jika kamu lupa aku ini laki-laki".

"Tapi kamu cantik"

"Aku sudah sering mendengarnya" sunoo berdecak kesal

Sang pangeran terkekeh geli
"Baiklah, sepertinya hal itu tidak mengejutkanmu lagi sunoo, tapi aku bukan orang bodoh yg membiarkan wajah cantik membuatku tergila-gila, memintamu menikah denganku, atau bahkan melampaui batas hasrat seksual".

Sang siren hanya mengerjap mendengar itu, bahkan ketika niki mengambil tangannya untuk di kecup berkali-kali.
"Lalu apa yg kamu pikirkan saat pertama kali melihat ku?"

"Aku tahu kamu luar biasa". Niki menjeda sebentar ucapannya.
"Selebihnya rasanya aku sudah pernah bertemu denganmu sebelum ini, kehangatan ini familiar. seolah kita sudah melakukannya berkali-kali, padahal beberapa hari lalu kamu hanyalah sosok asing, tapi hari ini kamu menjelma menjadi tubuh yg mengunci pas dengan tubuhku, seolah kamu memang di pahat dan di bentuk untuk melengkapiku... Perasaan itu tiba-tiba meroket dan menghentak kesadaranku, perasaan untuk bertahan begini selamanya, bersamamu tak yakin sanggup melepasmu pergi".

Sunoo menutup rapat-rapat bibirnya, mengalihkan pandangannya kearah jendela kamar, pemandangan laut lepas... Sinar jingga memasuki sela-sela jendela, angin sore berhembus lembut, sayup-sayup suara kicau burung yg menyatu dengan suara debur ombak. Niki masih berbaring di pahanya.

Niki mengikuti arah pandang sunoo, matahari beberapa menit lagi akan tenggelam.
"Rasanya hari ini waktu berlalu dengan cepat, seharian ini menghabiskan waktu denganmu rasanya menyenangkan sunoo. Seperti kata Einstein waktu itu relatif".
"Waktu bukan cuma bisa dipahami lewat detik jam. Memangnya apa itu detik? Apa itu jam? Apa itu hari? Sekadar istilah buat dikotomi langit terang dan langit gelap, kan?"

Mendengar hal itu sunoo menghela nafas
"Jangan terlalu dekonstruktif. Memangnya kamu bisa bayangkan, apa jadinya dunia ini kalau tidak ada detik dan jam?"

"Hanya tidak ada satuan. Waktu sendiri, apa itu waktu?"

"Menurutmu sendiri bagaimana?".

"24 jam, 365 hari, itu cuma satuan. Bagian dari sistem kalender yg bukan cuma satu di dunia. Tapi, coba kita lebih akrab sedikit dengan waktu, bukan cuma lihat sisi mekanisnya, melainkan dari sisi yg lebih pribadi. Kalau kata Einstein, waktu itu seperti karet. Elastis. Contohnya, di saat aku berada di ruangan yg penuh dengan bangsawan konyol itu rasanya seperti lama sekali, sedetik rasanya satu jam buatku. Tapi saat bersama kamu rasanya kalau perlu bumi tidak usah berputar"

"Lalu?"

"Oke, oke. Ada tiga perspektif di sini, pertama waktu yg mekanis yaitu jam di dinding, kedua waktu yg relatif".

L'océan || Kim.SunooWhere stories live. Discover now