8. Tiga Bersaudara

90 13 0
                                    

Seminggu setelah kepergian Sherena, seminggu itu juga Hazel melihat Jingga begitu gila bekerja tanpa mengenal istirahat

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Seminggu setelah kepergian Sherena, seminggu itu juga Hazel melihat Jingga begitu gila bekerja tanpa mengenal istirahat.

Harusnya Hazel biasa saja mengingat pekerjaan Jingga memang sangat sibuk. Apalagi setelah diangkat menjadi Wakil Departemen Humas, Jingga hanya pulang pergi kantor, tidak seperti ketika menjadi manajer hingga mengharuskannya ke liar kota. Walau beban kerjanya sedikit ringan, tapi efek kehilangan Sherena membuat imun tubuh Jingga menurun.

"Teh, ke klinik aja atuh!"

"Aing cuma ngantuk dan mager doang,"

Hazel berdecak kesal. Apanya mengantuk sedangkan wajah Jingga terlihat pucat sekali. "Maneh mah ngawadul wae! Mending kita ke klinik aja, daripada gue seret lo ke RS!"

"Ih! Lo kampus sana! Ganggu tau gak! Liat jam berapa sekarang!" Jawab Jingga dengan kesal walau suaranya terdengar sangat lirih.

Dilihatnya jam di ponselnya, dan Hazel menyadari jika sebentar lagi kelasnya akan dimulai. Tapi melihat kondisi sang kakak seperti ini, mana tega ia meninggalkannya.

"Eh soal kuliah mah gampang! Lagian gue belum pernah bolong absen, jadi it's okay wae gue ambil jatah bolos,"

"Maneh mah sok kitu, dibejaan teh teu bisa," Jingga masih menolak. "Dalam sejarah gue kuliah, gak pernah tuh gue ambil jatah gak masuk!"

"Itu mah elo, kalau gue mah beda." Sungut Hazel. "Heran urang teh, sakit aja masih ngomel!"

"GUE GAK SAKIT!"

"Berisik! Diem dan nurut sama gue kali ini!" Tanpa mau mendengar celotehan sang kakak, Hazel segera mengangkat tubuh sang kakak untuk ia bonceng ke klinik.

Awalnya Jingga memberontak tapi tubuhnya terlalu lemah hingga memilih pasrah. Apalagi suhu badannya cukup tinggi hingga membuat Hazel berubah haluan menuju rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, Hazel harus mengeluarkan tenaganya untuk menyeret Jingga yang ogah untuk diperiksa.

"Nurut dulu, Teh! Gue takut kalau lo kena tipes lagi! Lo gak kasian sama papa?!" Emosi Hazel mulai naik saat Jingga masih enggan masuk ke ruang pemeriksaan.

"Justru kalau gue ketahuan kena tipes, yang ada papa bakal sedih!" Sungut Jingga tak mau kalah. "Dia bakal merasa bersalah!"

"Merasa bersalah gimana?!"

"Papa kan punya riwayat tipes! Dia bakal merasa dia yang nurunin penyakit tipes ke gue sama lo!"

"Riwayat tipes—oalah anjing! Lo kata tipes itu penyakit turunan?!" Hazel berseru kesal. "Emang harusnya kemarin gue maksa si Wister masuk kedokteran dibanding Psikologi!"

"Heh! Gitu-gitu dia masuk Psikologi buat nanganin kelakuan kita!"

"LO KITA PUNYA KELAINAN JIWA?!"

Capek banget punya kakak kayak Jingga. Kalau bisa, Hazel pengen resign aja jadi adiknya.

Wild FlowerWhere stories live. Discover now