[04]

23 8 4
                                    

🌟🌟🌟

Tidak semua masalah harus diketahui oleh banyak orang. Biarlah, masalah itu secara perlahan diselesaikan sendiri. Karena, pasti setiap orang mempunyai cara sendiri untuk menyelesaikan tanpa harus merepotkan serta melibatkan orang lain. Itu akan lebih baik, tidak menjadi beban.

🌟🌟🌟

Berlian melihat ke arah yang ditunjuk oleh Hasta. Kakaknya.

"Bisa-bisanya dia jalan sama cowok lain, padahal statusnya udah jadi pacar Banyu, Ly. Mending kita cepuin ke Banyu aja." Hasta benar-benar tak menyangka dengan apa yang dilihatnya.

Berlian terdiam sejenak, lalu melirik ke arah kanan serta kirinya. Ia berusaha tak membuat Hasta berpikir negatif. Meskipun, ia sudah tahu sifat asli Selena. Karena, gadis itu sempat menyuruhnya menjauhi Banyu. "Jangan, Kak. Siapa tau itu saudaranya Selena."

"Saudara apaan sampai cipika cipiki gitu, Ly. Udahlah mending, gue kirim rekaman ini ke Banyu sekarang." Hasta hendak mengirimkan video yang sempat direkamnya. Ternyata, sedari tadi Hasta tak tinggal diam.

Berlian menghela napas, tak mau mencampuri urusan yang bukan merupakan ranahnya. Lebih baik, bila nanti Banyu mengetahui fakta yang ada secara mandiri.

"Kak, kita belum memastikan siapa cowok yang bareng Selena. Dan, kita nggak berhak ikut campur dalam hubungan Banyu." Berlian tak mau bila Hasta terlibat dalam sebuah hubungan yang dijalani orang lain. Karena, belum tentu apa yang dipikirkan Hasta benar tentang Selena berselingkuh.

Hasta benar-benar tak habis pikir dengan sikap Berlian. Adiknya. Padahal, sudah terlihat jelas betapa mesranya Selena bersama cowok yang bukan Banyu. Akan tetapi, ia tahu bila adiknya memang selalu berusaha berpikir positif dalam menilai orang lain.

"Oke. Oke. Gue nggak bakalan kasih tau Banyu dulu. Soalnya, belum tentu apa yang kita pikir itu bener, kan?" Hasta terpaksa, menuruti permintaan adik kesayangannya itu.

Berlian merasa lega dengan keputusan dari Hasta. Karena, ia tak mau mencampuri urusan orang lain. Meskipun, Banyu sudah sangat dekat dengannya. Bahkan, Banyu mungkin sudah dianggap keluarga.

"Mending kita lanjut aja, nggak, sih? Cari tempat makan yang enak. Kebetulan gue udah laper banget, nih." Hasta tersenyum, sembari memegang serta mengelus perutnya.

Berlian tersenyum, melihat tingkah Hasta, Kakak satu-satunya itu. Sedari dulu, Hasta selalu berusaha tersenyum di hadapannya. Seperti, memberi kepercayaan bila hidup akan selalu bisa dihadapi dengan baik.

Mereka melanjutkan langkah menuju ke sebuah tempat makan yang masih berada di sekitar toko buku. Setelah menemukan restoran yang cocok keduanya memesan makan di sana.

"Lo harus habis tuh makanan, Dek. Biar nggak keliatan kurus." Hasta sedikit meledek Berlian. Meskipun, ia tahu proporsi badan Berlian sudah ideal. Namun, ia tak mau adiknya sampai mengurangi makanan demi hal yang tak berguna.

"Oke siap, Kak. Kak Hasta juga harus makan yang banyak. Kuliah juga butuh energi banyak. Apalagi, buat otak Kak Hasta yang pas-pasan." Kali ini, Berlian tersenyum sembari mulai berani menggoda Hasta.

"Sembarangan kalo ngomong, gue pinter dari lahir, ya. Cuma, kadang malas buat berpikir. Jadi--"

"Makanya, hilangin rasa malas lo, Kak. Gue yakin, nilai lo nggak bakalan standar lagi. Bahkan, bisa dapat nilai A di setiap mata kuliah. Jadi, ayo semangat dong!" Berlian memberi nasihat serta dukungan untuk Hasta. Kakaknya. Agar, cowok itu sadar dengan kemampuan yang dimilikinya.

Love Syndrome [SELESAI]Where stories live. Discover now