Gara menggantungkan kalimatnya. Menimang-nimang kalimat yang sudah ada di pangkal tenggorokan. Ingin dikeluarkan, tetapi takut membuat anak itu semakin sedih.

"Tapi apa? Jujur aja, Om!" desak Pearly.

"Saya juga tidak tahu mengapa saya bisa mencintaimu. Saya merasa hangat begitu kamu mulai mendekati saya, lalu kenyamanan itu datang sendiri," jawab Gara.

Pria itu sedang berterus terang. Jujur saja ia juga tidak mengetahui mengapa dirinya bisa jatuh cinta pada anak remaja tersebut. Namun, tak dipungkiri jika keberadaan Pearly di sisinya membuat jiwa kaku nan hampa dalam raga itu kembali hangat. Bawelan gadis itu menghiasi hari, menyinari bak mentari yang menyelundup masuk melalui celah tirai.

"Saya sudah berusaha untuk memulai hidup baru dengan membuka hati untukmu, tapi bukan berarti saya melupakan Noa. Kamu paham, 'kan?"

Pearly mengangguk. Gejolak ombak rasa di hatinya perlahan tenang kembali. Ia menjadi lebih yakin jika Gara tidak melihat Noa pada dirinya, pria itu hanya rindu karena kebetulan ia dan Noa memiliki kepribadian yang hampir sama.

"Kalau kamu masih ragu dengan perasaan saya, mari kita temui kedua orang tuam."

Pearly terkesiap, lantas menepuk singkat dada Gara yang berada tepat di hadapannya. "Heh, mau ngapain?"

"Meminta restu."

Gara melepaskan pelukan mereka, kemudian berjalan mundur beberapa langkah menjauhi Pearly. "Bersiap-siaplah, saya tunggu kamu di mobil."

"Mau ke mana---"

Belum usai Pearly bertanya, Gara sudah lebih dulu menutup pintu kamarnya. Tak bohong kini pikirannya melanglang buana. Melayang dan mendarat ke sebuah fakta bahwa Gara akan melamarnya. Tidak mungkin, 'kan jika Gara akan membawanya ke Rusia sekarang hanya untuk meminta restu Rei dan Carline?

_-00-_

Alunan musik dalam radio memenuhi ruang sempit dengan seluruh asa di dalamnya. Deru mesin mobil sangat halus, hampir tidak terdengar. Kecepatan yang Gara kerahkan stabil, melewati jalan raya perkotaan yang semi padat sampai ke daerah pedesaan. Sinar mentari masuk memantulkan cahayanya pada kaca spion dan kaca depan. Setir mobil digerakkan pelan, kakinya memainkan gas di bawah.

Pepohonan yang berjejer di sisi sepanjang perjalanan menjadi objek mata. Rumah-rumah penduduk di daerah ini tidak sepadat di perkotaan. Hanya terdapat tiga sampai lima rumah yang berjejer di sepanjang jalan dengan jarak cukup jauh antar satu rumah dengan rumah lainnya. Udaranya masih asri, Pearly membuka jendela mobil guna membaurkan antara udara dingin dari pendingin mobil dan udara segar dari luar.

Kini keduanya sedang berada di dalam mobil setelah Gara menyuruhnya untuk bersiap beberapa jam lalu. Perjalanan yang mereka ditempuh sudah memakan waktu dua jam, dari perkotaan hingga tiba ke daerah pedesaan seperti sekarang. Namun, hingga kini Pearly belum tahu ke mana Gara akan membawanya. Ia hanya bisa menebak dari pakaian yang dikenakan Gara. Pria itu memakai celana pendek se-lutut, dengan kaus pendek se-bahu berbahan katun. Pakaiannya santai, tidak formal seperti hari biasanya.

"Om mau ajak Pie ke pantai?"

Pria itu menggeleng, lalu memakai kacamata hitam yang sedari tadi bersemayam di dashboard mobil. "Kita sudah hampir sampai."

Tak lama setelahnya mobil yang mereka tumpangi memasuki parkiran sederhana. Pearly sempat membaca palang nama di depan pintu tadi bertuliskan 'Berry Orchard'. Kurang dari dua detik setelah Gara menghentikan mobil barulah Pearly sadar jika Gara mengajaknya ke wisata kebun beri. Pandangannya merambat ke bawah, mengamati pakaian yang kini ia kenakan. Untuk pakaian mungkin aman, karena ia hanya memakai baju crop top yang dilapisi kemeja putih dan celana jeans pendek se-paha. Namun, yang menjadi masalah di sini adalah ia mengenakan sepatu putih.

TAKEN YOUR DADDY [SEGERA TERBIT]Where stories live. Discover now