Part 21

7.5K 729 20
                                    

----

"Mrs. Vera hari ini ada undangan rapat dari RexWall Company. Membahas mengenai pembangunan distrik C yang diikuti oleh beberapa pihak yang bersangkutan." Holan menatap tab miliknya, dengan langkah yang sejajar dengan atasannya itu.

"Dimana?"

"Diruang rapat direktur Mrs."

"Baiklah." Vera membelokkan langkahnya menuju ruang rapat direktur.

Sesampainya di depan pintu rapat, Vera menghela nafas sejenak setelahnya mendorong pintu di hadapannya.

Banyak perusahaan yang baru dia dengar, contohnya RexWall Company ini.

Vera pun menduduki salah satu kursi yang berada barisan meja bulat itu. Lalu berbasa basi pada direktur-direktur yang lebih dulu tiba.

"Pihak RexWall Company belum ada yang tiba dan sekretaris mereka sudah menginformasikan bahwa sepuluh menit lagi mereka tiba."

Vera hanya mendengarkan ucapan Holan yang berdiri disampingnya. Menatap arlojinya yang menunjukkan pukul tiga sore, hingga suara pintu dibuka membuatnya refleks mengangkat pandangannya.

Itu..

Vera mengedipkan matanya, takut penglihatannya agak bermasalah. Tapi tidak, sosok tegap itu tetap sama, bahkan ikut menatap balik pada Vera yang melotot padanya. Pria itu mengangkat alis dengan senyum miring di bibirnya.

"Sepertinya mereka tiba lebih cepat." Holan terdengar bergumam.

"Dia..?"

"Dia adalah direktur utama RexWall Company, Mrs. Mr. Leon Rhawtt." Holan kembali memberikan informasi yang hampir membuat Vera jantungan.

Namanya bahkan sama..

Vera merasa tangannya dingin karena terlalu terkejut, tapi wanita itu tetap berusaha untuk tetap tenang.

"Baik, karena semua pihak telah tiba. Rapat dimulai."

Selama rapat berlangsung pun, Vera tidak mendengarkan dengan baik. Pandangan wanita itu selalu mengamati pria yang duduk tiga kursi darinya.

Mirip bahkan mungkin itu benar-benar dia? Tapi kemudian Vera memijit pelipisnya saat pikiran itu datang. Tidak mungkin.

"Mrs. Vera, anda sedang tidak sehat?" Pertanyaan itu membuat pandangan semua orang tertuju padanya termasuk pria yang Vera amati sedari tadi.

Mendengar namanya, Vera sontak mengalihkan pandangannya pada salah satu direktur yang tadi bertanya.

"Ah tidak. Saya hanya sedikit pusing." Vera tersenyum canggung.

Direktur itu mengangguk, "baiklah, lanjutkan."

Sedangkan sosok yang Vera tatapi sedari tadi itu kembali terlihat serius dan fokus pada rapat, seolah tidak terusik dengan tatapan terang-terangan dari Vera.

Hingga rapat sudah berakhir pun Vera masih sibuk memikirkan pria yang bernama Mr. Leon Rhawtt itu.

Bahkan Holan sedikit bingung, karena atasannya itu terlihat melamun sedari rapat tadi.

"Mrs. Anda baik-baik saja? Mau saya belikan sesuatu? Anda belum makan siang juga." Holan terlihat khawatir.

Vera mengangkat tangannya, "tidak perlu. Aku hanya perlu beristirahat." Wanita itupun melangkahkan kakinya menuju lift khusus atasan, dia ingin kembali ke ruangannya.

Pintu lift pun terbuka, terlihat beberapa orang keluar, menyapa Vera dan dibalas dengan senyum sopan.

Vera pun masuk lalu bersandar di dinding lift, diikuti dengan Holan yang berdiri disampingnya.

Saat pintu lift akan tertutup, sebuah tangan menahan pintu lift tersebut dan terlihat dua orang masuk ke dalam.

Vera melotot, dari sekian banyak orang, kenapa harus kembali bertemu dengan pria yang sangat mirip dengan suami bunga tidur-nya itu.

Berusaha tenang, Vera pun memejamkan matanya dengan kedua tangan terlipat di dadanya. Sial, kenapa lift ini sangat lama, gerutu wanita itu.

"Mrs. Wajah anda terlihat pucat." Holan dan segala perhatiannya.

Vera mengangkat tangannya, mengisyaratkan dirinya baik-baik saja.

Tanpa Vera sadari, pria yang saat rapat tadi dia amati bak elang itu menatap dirinya dalam seraya bersandar dengan arah berlawan dengan wanita itu.

Bibir yang semulanya hanya membentuk garis lurus itu perlahan naik, menjadi senyum miring. Tatapan pria itu tak beralih dari wanita yang sedang bersandar seraya memejamkan mata itu.

Tatapan yang mengisyaratkan banyak hal.

---

"Hari yang berat." Vera mengaduk-aduk americano yang ada di gelasnya.

Memandangi luar cafe yang terlihat ramai oleh orang yang lalu lalang. Suasana ini seolah sudah lama tidak dia rasakan. Menikmati waktu sendiri.

Tak lama kemudian deringan ponsel terdengar. Vera menatap ponselnya, 'Bibi Janeta' sebagai id caller.

Vera tersenyum, lalu mengambil ponselnya, menjawab panggilan.

"Halo, bibi. Ada apa?"

"Sayang, bibi ada di rumahmu, aku datang membawakan makanan. Tapi ternyata kau belum pulang, jadi bibi titip saja pada Clarra."

Ah, dia sangat menyayangi bibinya ini.

"Bibi Jane, belum pulang kan? Jika ya, aku akan segera pulang."

"Oh, bibi masih di rumahmu. Baiklah bibi tunggu, hati-hati saat kau berkendara."

"Baik, aku pulang."

Telepon pun ditutup, Vera juga segera mengemas barang-barang miliknya, lalu meninggalkan cafe.

Sesampainya diparkiran, Vera pun menuju mobilnya, seraya merogoh tasnya mencari kunci.

Wanita juga itu tidak sadar dengan seseorang yang berjalan berlawanan arah dengannya, hingga akhirnya bahu wanita itu tertabrak dengan bahu orang itu.

Vera meringis, bahu macam apa itu?

"Maaf, tuan." Vera menunduk, karena sudah jelas dia yang salah.

Orang itu tidak menjawab dan tidak juga berlalu pergi, membuat Vera mengangkat pandangannya.

Shit! Umpat wanita itu dalam benaknya.

Rambut silver yang sudah jelas mencolok, membuat Vera meneguk ludahnya kasar.

Tatapan intens itu seolah-olah menelanjangi Vera, membuat wanita itu meremang.

"S-saya permisi, tuan." Wanita itu berlari kecil menuju mobilnya.

Setelah duduk dikursi kemudi, Vera pun mengusap wajahnya kasar.

Hari ini dia bertemu dua orang yang sangat tidak asing baginya. Tapi bagaimana bisa?

"Sial, jantungku hampir lepas." Vera bergumam.

Itu hanya mimpi tapi kenapa orang-orang dalam mimpinya ada di dunia nyata? Dia sudah bukan Masha, jadi tidak mungkin juga-ah sudahlah.

Vera memejamkan matanya sejenak, lalu menyalakan mobilnya meninggalkan parkiran menuju rumahnya.

Sedangkan pria yang disenggol Vera itu menatap mobil Vera yang berjalan keluar parkiran.

Wajahnya sangat datar, lalu menatap sebuah pewarna bibir yang ada di dekat kakinya.

Pria itu membungkuk mengambil pewarna bibir itu, menatapnya intens seolah-olah sedang bertatapan dengan sang pemilik benda tersebut.

Lalu membawa benda itu di hidungnya, menghirup wewangian sang pemilik yang tercium samar.

Dan pria itu berdecak tak puas dengan aroma yang samar itu kemudian tangannya pun memasukkan benda itu kedalam jasnya lalu berjalan meninggalkan area parkiran.

----

jika tidak sesuai ekspetasi kalian, leave, this is my imagination °__°

Mommy?Where stories live. Discover now