ice cream

132 78 137
                                    

"Es krim rasa jagung dan coklat. Mau?"

Es krim, salah satu makanan yang mampu meluluhkan emosi Yui. Dengan jelas, Yui menyadari niat di balik tindakan Kei, pasti ingin menyuapnya agar mudah memaafkannya. Namun, dalam kondisi seperti ini, Yui merasa akan sangat menyesal jika menolak. Rasanya seperti menolak sebuah harta karun, mengingat betapa jarangnya dia bisa dibelikan es krim dengan begitu mudah.

Masih dalam posisi yang sama, kepala Yui sedikit menoleh, hanya memperlihatkan matanya yang menyorot tajam.

"Beneran?" kata Yui dengan suara yang rendah.

"Beneran. Aku sangat serius dengan ini jadi jangan menolakku, oke?"

Melihat Yui mengangguk sebagai tanda keseriusannya terhadap kesepakatan mereka, Kei merasa lega. Dengan perasaan lega yang membanjiri hatinya, ia mengacak-acak rambutnya dengan lembut.

“Kau ini kenapa tetap lucu sih meski kau marah? Membuatku ga tahan untuk menggodamu saja.”

"Aaaa hentikannn nanti rambutku berantakan"


☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆


Bel sekolah berbunyi, mengisyaratkan akhirnya jam pelajaran telah usai. Yui dengan gesit memasukkan buku-bukunya ke dalam tas, senyum lebar tak henti menghiasi wajah cantiknya. Ia merasa bersemangat, karena di saat ini, Kei akan mentraktirnya es krim! Yui sudah merencanakan untuk menggunakan kesempatan ini untuk menghabiskan uangnya dengan membeli es krim sebanyak-banyaknya.

Dengan langkah cepat, Yui berlari keluar kelas, menggeser pintu kelas Kei dengan gesit sehingga terbuka lebar. Matanya langsung mencari Kei yang baru saja mengenakan ranselnya.

"Keiii, ayo beli es krim!!" seru Yui penuh semangat, mengisyaratkan antusiasmenya yang tak tertahankan.

“Okee, tenanglah, Yui. Aku ga akan membatalkan kesepakatan ini jadi kau ga perlu kesini cepat-cepat.”


☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆


Meninggalkan gedung sekolah, mereka berjalan bersama dengan Yui yang memimpin jalannya. Sepanjang perjalanan, Yui bersenandung gembira, tak lupa menyertai langkah-langkahnya dengan senyum lebar yang tak kunjung memudar. Dari cara dia berjalan setengah melompat, dengan mata berbinar ceria, akan mudah bagi siapa pun yang melihatnya untuk menebak bahwa Yui sangat senang.

"Wiiii aku ga sabar mau makan es krim!"

"Kau benar-benar ga sabaran ya? Bahkan sedetik sepulang sekolah kau menghampiriku. Palingan kalau ga tentang es krim, kau ga secepat itu menghampiriku."

"Hehe....karena belinya pakai uangmu!"

Kei mulai sedikit curiga padanya. Karena meski tidak terlihat seperti itu, Yui terlihat seperti mempunyai rencana nakal.

"Jadi, kau berniat memalak uangku untuk mentraktirmu es krim? Begitukah, bocah?”

"Eeee engga kok, mana mungkin aku seperti itu. Dan juga....jangan panggil aku bocah, aku itu udah besar."

"Kupikir kau belum cocok jika disebut sudah besar, kau kan pendek dan tingkahmu seperti bocah nakal."

Yui memutuskan untuk tidak memperpanjang lagi pembicaraan yang sebelumnya, menyadari bahwa terus meladeninya hanya akan membuat kepalanya semakin pusing. Dengan langkah mantap, Yui melanjutkan perjalanannya menyusuri trotoar yang ramai, dengan deru kota menjadi latar belakang langkah-langkahnya.

"Itu dia!" serunya dengan semangat. Di seberang jalan yang sibuk, tampak menjulang sebuah toserba yang menjadi tujuannya.

Dia melihat ke toko selama beberapa detik dan alisnya sedikit terangkat. “Toserba itu?"

"Iya. Ayo pergi!"

"Hei, tunggu."

Kei tiba-tiba meraih tangannya dengan cepat dan kemudian dengan cepat menyeretnya kembali.

“Anak kecil sepertimu gak bisa nyebrang sendiri. Jadi aku harus menggandengmu biar gak ada hal buruk yang menimpamu.”

"Kau ingin kupukul huh?"

"Aku malah ga yakin kau bisa mendaratkan satu pun pukulanmu padaku."










"Kalau gitu sebaiknya kau cepat pilih es krim yang kau mau. Karena kalau kau hanya terus berpikir mau es krim yang mana, itu akan lama. Jadi pergi sana." Kei mengatakan ini padanya sambil memberi Yui sedikit dorongan ke arah di mana terdapat banyak es krim di freezer. Dia kemudian berjalan dan melihat sekeliling bagian snack sambil menunggunya.

Mata Yui bersinar terang bak bintang yang tak terhitung jumlahnya di langit malam saat melihat freezer penuh dengan berbagai macam es krim. Rasanya, saat itu, ia telah diangkut ke dalam surga es krim yang tak terbatas. Seperti mesin capit yang terampil, tangannya dengan gesit mengambil es krim dengan berbagai rasa. Cookies & cream, jagung, vanilla, dan cokelat. Meskipun Kei menyuruhnya untuk mengambil dua, Yui tanpa ragu mengambil empat.

"Keiii," serunya dengan penuh semangat, langkahnya cepat mendekati Kei yang tengah melihat-lihat rak snack. "Aku udah milih!" gadis itu melaporkan dengan antusias, sepenuh hati siap menikmati kelezatan es krim pilihannya.

Ekspresinya berubah mendadak menjadi terkejut ketika Yui tiba-tiba meluncur ke arahnya, menggenggam erat keempat es krim itu. "Empat? Empat?" Kei berkata dengan nada keheranan yang samar, matanya terbuka lebar saat melihat Yui membawa empat es krim.

Kei tidak pernah membayangkan bahwa Yui akan membeli sebanyak itu, mengingat bahwa dia hanya menyuruhnya memilih dua rasa saja. Rasa sesal mulai menghampiri Kei karena dia telah menyatakan akan membayar es krim itu.

Dia segera menyilangkan tangannya dan langsung mengatakan sesuatu dengan nada menuntut.

"Kembalikan 2 es krim." Dia jelas tidak ingin Yui membeli es krim sebanyak itu.

Wajah Yui yang semula berseri-seri seperti matahari seketika berubah suram seperti awan mendung. Dengan penuh kesedihan, Yui melihat keempat es krim yang masih terpegang di tangannya. Bibirnya melengkung cemberut, menunjukkan kesedihan.

"Kembalikan satu saja, ya?" Kedua matanya berkedip-kedip.

Kei memperhatikan dengan seksama bagaimana ekspresinya berubah secara drastis, dari keceriaan menjadi kesedihan, begitu dia menyuruh Yui mengembalikan dua es krim. Bukannya menegaskan keputusannya dengan tegas, dia malah menghela nafas pelan.
















"Okey, okey, kau beruntung suasana hatiku sedang bagus saat ini. Kalau gak, aku akan memaksamu untuk ngembaliin dua es krim itu. Jadi, kembalikan saja satu."

Dia mengucapkan ini sambil melihat wajah cemberut Yui dengan sedikit kesal. Meskipun begitu, dia juga merasa bahwa wajah cemberutnya membuatnya terlihat cukup manis, yang membuatnya sulit menolak permintaannya.

Melodi Kecil || Tsukishima Kei Where stories live. Discover now